Laman

Rabu, 24 Juli 2013

Kembali ke cahayaNya


Langit kecut sekali malam ini, sekecut senyummu sekarang. Jam 5 sore, kau melangkah gontai bertatap kosong laksana anak itik kehilangan induknya. Rambut acak-acakan, kucel dan kumel. Dari garis coklat di kulit lenganmu menjelaskan kau sering berada di lapangan, terlihat juga dari celana cargo dan sepatu hiking yang kau kenakan. Lalu ngapain kau berjalan sempoyongan di pikuknya stasiun pasar minggu Jakarta dengan tampang kuyu gitu?, owh, pasti diputusin pacar ya?, bukan, sepertinya lebih besar dari itu, biasanya orang yang kerja di lapangan, rada kuat dalam urusan cinta. Kalo diputusin, besok nyari lagi gampang. Jadi apa masalahmu?

Langkahmu terhenti lalu mematung menghadap jalur rel kereta api-masih dengan tatapan kosong. Pikiran negatif mulai menyeruak. Jangan bilang kau akan melompat tepat saat kereta lewat nanti, seperti cara bunuh diri yang diberitakan di tipi kemaren?. Suara kereta dari kejauhan mulai merambat ke telinga. Bukannya menjauh dari jalur kereta, kau malah memejamkan mata menelantangkan tangan. Tak dihiraukan pekikan petugas peron yang mulai mendekat. Dan dalam sepersekian detik, saat kereta benar-benar akan lewat, terhuyung kau melompat tanpa ragu ke jalur kereta.
“ka YUDIIIIIIIIIII” teriak seorang perempuan tepat saat kereta sedang melintas.
**

Bangga bukan kepalang, pasti itulah yang dirasakan orangtuamu saat menghadiri upacara wisuda, IPK cumlaude terbaik seuniversitas lagi. Jerih payah 4 tahun terbayar sudah. Lebih bangga lagi, katanya kau sudah diterima di sebuah perusahaan sawit multinasional di Kalimantan sana. Sedih memang akan meninggalkan orang tua. Tapi tekadmu sudah bulat, terlihat dari daftar impian yang kau tulis di kamarmu, urutan ke 40 setelah hafiz 3 juz Quran-bekerja diperkebunan sawit.
“selamat ya ka Yudi, jadi wisudawan terbaik”dengan malu-malu seseorang yang pastinya kau anggap spesial-pipimu merah gitu soalnya, mengucapkan selamat sambil memberikan bunga.
“iya makasi Safira, kamu cepat beresin penelitian, biar cepat di wisuda juga”, ucapmu terkesan dipaksa datar, padahal intonasi ketertarikan jelas terdengar, hehehe, ketahuan lu yud,,ia tidak berkata, hanya mengangguk tersenyum simpul, lalu pergi.

Seminggu setelah wisuda kau sudah sampai di Kalimantan. Setelah memberi kabar pada orang tua di rumah, kau melangkah pasti masuk ke dalam mobil jemputan. Yapp, Kalimantan panas juga ya Yud,,

Hampir 180 derajat lingkungan disini berbeda jauh dengan saat di kampus. Tengok saja, sinyal susah, sepi, tidak banyak gedung, dan semua terlihat hijau. Parahnya lagi, muslim adalah minoritas disini, jadi sudah pasti tidak ada masjid. Semoga kau tetap menjaga ibadahmu ya Yud.

2 bulan pertama, kau masih kuat mengejar kedekatan dengan Tuhanmu lewat ibadah wajib. Setelah itu perlahan kesibukan sebagai asisten kebun mulai membuat kau sering mencari alasan untuk menjamak solat.
“Dari jam 6 hingga jam 12 di lapang, lalu pulang. Jam 13 sudah harus ke lapang lagi, istirahat siang cuma 1 jam, jadi mending pake buat makan dan istirahat, kan kerja juga ibadah. Lagian nanti di waktu ashar juga solat dzuhur ko” kilahmu saat waktu solat dzuhur tiba,

Memang benar, beberapa hari ini kau sering menjamak solat. Tapi rupanya setan semakin gencar menggodamu. Alasan lain muncul saat tiba waktu solat ashar, kecapean pulang dari lapang lah, harus masuk kelas training lah, atau banyak laporan yang harus dikerjakan. Mulai bolong2 lah solat dzuhur dan ashar. Untunglah kau masih ingat solat magrib dan isya, kalo subuh jelas kebablasan terus.

Jadi apa yang terjadi dengan kau Yud, bukankah dulu kau sering berkoar-koar tentang pentingnya menjaga solat?, dikemanakan label santri yang kau sandang saat kuliah kemaren,  
“setelah lulus wajar kalau idealisme tergadaikan”, argumenmu menyepelekan. Lah, jadi kau mau ngekor jejak koruptor2 yang dulunya aktivis kampus yang kau ludahi fotonya saat aksi bersama kawan-kawanmu?,aihhh,, sekarang kau malah tambah parah. Semenjak lulus training selama 6 bulan, kau menjadi asisten verificator dibagian financial verification. Entah karena kau terlalu tegas, loyalitas tinggi atau tanggung jawab teruji, Perusahaan akhirnya mempercayakan bagian verifikasi keuangan padamu. Seharusnya saat itu kau menolak, karena dibagian ini kau tidak akan kuat dan pasti ikut terjerumus dalam permainan invisible hand para pemborong. Solat aja sebagai pelindung diri sudah ditanggalkan, maka mudah sekali sogokan duniawi menjelma buah manis, akan membuatmu ketagihan memakannya.

Dan benar saja, kau tidak kuat Yudi. Malam minggu kau habiskan di café bersama bos-bos pemborong di perusahaan mu. Jelaslah untuk melobi kau, agar order bibit, pestisida, alat pabrik, atau apapun order bernilai ratusan juta bisa lancar mengalir. Tentu ada persenan masuk ke kantong lah. Parahnya setelah harta, adalah wanita yang coba mereka gunakan. Mereka menyebutnya ‘bonus’. Alhamdulillah, kau tolak mentah-mentah tawaran itu. Tapi memang setan selalu punya cara pintar menggoda hamba Tuhan yang sedang kosong jiwanya.
‘jangan berburuk sangka dulu bos, ini Cuma buat nemenin bos aja, barangkali bos butuh teman ngobrol, saya tau bos gak pernah pacaran saat kuliah kan?’ ujar mereka meyakinkan. Dan kenapa kau malah menganggukan kepala?. Aihh,, setan itu Yud,, setan!

Hampir setiap malam minggu kau habiskan waktu dengan perempuan. Awalnya mengobrol biasa, pegangan tangan hingga lainnya yang tak bisa dikatakan disini. Dan apa kau bilang?, ‘kalo tau nikmat deket perempuan kaya gini, nyesel dulu gak pernah pacaran’. Ini udah kelewatan Yud.

Tuhan rupanya masih sayang kau Yud, Ia menegurmu lewat berita ayahmu meninggal. Ya, memang teguran yang keras. Tapi ini cara terbaik Tuhan menyadarkan kau Yud, mengembalikan kau pada seorang Yudi Aswandi yang dulu. Tak henti kau menitikkan air mata menyesali diri, ‘pulanglah nak, pulang!’ getar suara ibumu dari telpon genggam terbaru mu.
‘maafkan aku ya Alloh, maafkan aku ayah’ gumammu di sepanjang perjalanan pulang.

Tapi kematian ayahmu belum sepenuhnya menampar kau agar kembali. Lingkungan pekerjaan rupanya sangat kuat mencengkram. Sekali kau masuk dalam permainan, maka susah untuk keluar. Kau pun tergoda lagi. Nilai proyek lebih besar, wanitanya lebih cantik, semakin kalap sikat sana sikat sini yang penting untung. Tak perduli dengan perusahaan yang perlahan merugi. ‘toh Cuma dikit ini ko ruginya’ ucapmu menggangap biasa. Tapi tuhan tidak tinggal diam. Tepat dibulan Ramadhan, Ibu mu terkabulkan do’anya. Doa yang didambakan setiap muslim-meninggal di hari Jum’at Ramadhan. ini sudah Bukan lagi ditampar, tapi diremukkan seremuk-remuknya. Kau mencari uang untuk keluarga, dan kalau keluarga sudah tidak ada?, hampa!, dan bukannya bertobat, kau malah mengutuk Tuhan dengan sumpah serapah sepanjang perjalanan pulang. Bilang Tuhan egoislah, jahatlah, tidak berperiketuhanan lah. Semua kau tumpahkan lewat emosi mimik wajahmu. Tampang kuyu, rambut acak-acakan, langkah gontai, tak tahu arah. Para pelayat yang datang, kau jamu dengan tatapan kosong-tak perduli. Hancur, kalut, benci, marah, sedih, terramu menjadi ekspresi nanar.
‘buat apa aku hidup sekarang?, sudah tidak ada lagi harapan?” gumammu pelan

Kau sudah berdiri tegak di pinggir rel kereta, petugas peron berulangkali berteriak menyuruhmu menjauhi rel. Niat kau sudah bulat ya, menganggap kematian adalah cara terbaik menghilangkan beban hidup, menyusul mereka-orang tuamu.

Saat itulah, ketika kau bersiap melompat disaat kereta sebentar lagi akan lewat, seorang anak kecil mengejar balonnya lalu terpleset jatuh ke jalur rel. Entah siapa yang menggerakan tubuhmu, refleks kau melompat lebih cepat merangkul si anak kecil dan wuuuuuuusssshhhhhhh, dengan lincah kau melompat lagi ke pinggir rel tepat beberapa senti kereta kebanggaan orang Jakarta ini hampir menabrakmu. Kau terus merangkul si anak yang terus manangis-melindunginya dari kencangnya hempasan angin kereta.

‘cup, cup, cup, jagoan gak boleh nangis, nih balonnya’ rayumu menenangkan si anak-membuatnya berhenti menangis. Semua calon penumpang disitu menepuk-nepuk bahumu, menyalami dan mengatakan kau bertingkah seperti di pilem-pilem. Hebaattt, si ibu anak kecil malah terus berucap terima kasih sambil terus memelukmu. Dan konsentrasimu teralihkan sudah pada tatapan seorang perempuan yang menangis di sebrang jalur rel. Ya, perempuan yang dulu kau anggap spesial, perlahan ia mendekatimu.
‘booddooohhhhh, aku kira ka Yudi mau bunuh diri’ ucapnya pelan, tapi kau dengar kan yud?, ada seseorang yang masih memerhatikanmu, mungkin dia malah menyayangimu.
‘tadi niatnya memang mau bunuh diri’ucapmu datar, membuat si gadis mendongak menatap mu penuh.
‘kenapa?’ tanyanya, lalu mengusap tetasan air mata yang tadi mengalir.

Dan kau menumpahkan segalanya disitu, tak perduli dengan penumpang yang juga ikut meneteskan air mata karena mendengar ceritamu. Ya, cerita tentang seorang bujang baru lulus, banyak dosa, ditinggal mati kedua orang tua, dan hampir mati bunuh diri kalo saja tidak ada anak kecil terpleset tadi.
‘saya ingin dan pantas mati!, gak ada lagi harapan untukku yang berpeluh dosa ini.’ucapmu dengan kepala tertunduk, air mata hampir jatuh. Hei kawan, bukankah tuhan masih menyayangi kau, buktinya kau masih hidup ampe sekarang. Coba dengarlah apa yang akan di katakan Safira, tadi dia mau mengatakan sesuatu tapi tercekat di ujung bibir.
‘kalo ka Yudi mati, nanti siapa yang akan menikahiku, pokoknya besok ka Yudi harus datang ke rumah dan lamar aku’ wajahnya tertunduk merah padam, lalu pergi menaiki kereta yang baru datang menuju Bogor. Suaranya meski pelan tapi jelas terdengar, lalu apa yang akan kau lakukan Yudi?, tetap menganggap Tuhan membenci mu?, atau mau bangkit menyongsong harapan baru?.

Suara adzan magrib berkumandang. Para penumpang berlafal hamdalah tanda syukur bisa berbuka puasa. Seorang bapak mendekati dan menawari mu sebotol air. Damai sekali suasana ini, pasti sedamai hati kau sekarang, ya, pasti terasa damai. Sejatinya aku dan kau adalah sama. Jadi aku merasakan apa yang kau rasakan Yud. Aku selalu ada untuk tetap mendamaikan hati dan jiwamu. Namun kau sering mengabaikan aku, terlalu jauh jarak kita saat itu. Tapi sekarang aku senang, kau dan aku bisa sejalan, seperti waktu kuliah dulu. Kembali ke cahayaNya. Di mulai dari Bulan yang berkah ini.
Mess Putra no 4 LAJ Jambi, 23 juli 2013

Jumat, 19 Juli 2013

Mahameru 3676 mdpl. Melatih Emosi, Fisik dan Mental Part 3 (the Last)

Batas vegetasi savana Oro-oro ombo dengan pohon cemara disebut Cemoro Kandang, sekitar 30 menit juga lah dari Oro-oro ombo, Disini terlihat jelas pohon2 menghitam bekas kebakaran hutan kemaren. Gw jadi inget pengalaman kakak kelas gw yang kebetulan pas naek lagi kebakaran inilah. Puanas beud kata mereka dan gak nyampe puncak. Dari sini perjalanan semakin terjal, debu pasir mulai beterbangan, jadi masker jangan lupa bawa. Ke pos Jambangan sekitar 1 jam 30 menit, di pos Jambangan 2600 mdpl ini gagahnya Mahameru semakin tampak, wedus gembel diatas tandusnya kawah Mahameru cucok jadi background foto2 nih, cekreeekkkk lagi.

di Jambangan, background mahameru tuh

ini lho yang namanya anas, kelas 6 SD klo gak salah, apa kelas 5 ya, lupa, naek bareng ayahnya.

Dari Jambangan ke Kalimati sekitar 45menit, disini nih, sumber air terakhir kita. Adalah Wira yang ditugaskan mencari sumber air di sumber Mani. Kami serahkan masa depan air kami pada mu Wir, berangkatlah, bapak merestui kamu nak!, Bah!,,
Ke Arcopodo 2900 mdpl jalanan makin menggila, terjal, debu, hembusan angin makin menghambat perjalanan kami. Ifeh udah makin lemah langkahnya, tapi nyampe juga kita di Arcopodo setelah menempuh waktu 2jam. Disini, malam ini kita akan menginap, beristirahat untuk perjuangan sesungguhnya besok, menggapai puncak mahameruuuu,,,, woy, dibilangin suruh matikan AC, dingin gila juga nih Arcopodo.

di Kalimati, dari sini dekat ke sumber mani, sumber air terakhir.

Arcopodo, kalo mau ngejar sunrise, enak ngecamp disini.

Idealis memang, jam 11 malem kita sudah bangun, berharap dengan waktu yang cukup lama bisa bersantai menggapai puncak. Jadi menurut perkiraan, jam 5 pagi kita sudah bisa nyampe puncak gitu. Susunan pemain sudah di atur, Kojek tetap paling depan, dibelakang ada Ifah, ka Maul, Miro, Teguh, Yasin, Latif, bang Yudi, Wira, dan gw. Day pack bawa dua, dibawa Wira sama Teguh awalnya. Sip, berdoa sudah, mari kita langkahkan kaki kawan. Gampang, Cuma 1,2 km kok.

Sekitar 45menit, nyampelah di batas vegetasi hutan-pasir yang disebut Kelik. Saat itu mungkin karena gelap, maka tak terlalu keliatan jelas pasirnya. Tapi setelah dijajal, maakkk!, nyesel awak pake sandal. Berulangkali pasir masuk ke bawah dampal kaki, membuat perih melangkah. Naek 3 langkah turunnya 2 langkah. Belum lagi dingin musim kemarau dan hembusan anginnya, mencengkram membuat kepala gw pusing. Tak tengok yang lain, sama, mereka merasakan dingin yang juga menusuk tulang. Setelah jam 2, puncak masih belum Nampak, urutan sudah kacau balau, Kojek sama Miro paling depan, terus mencari trek paling bagus, si Latif pasti kakinya sudah kram, gak bisa jauh dari balsam, si Teguh pundak dan tangannya sudah sakit, maka gw lah yang bawa daypack berisi makanan, si ka Maul makin kedinginan, gw tawarkan kupluk gw, dan minta tolong Yasin ada di depan dia, biar sedikit bisa bantu2,  belakangnya ka Yud, juga pasti kedinginan, hidungnya meler terus. Si Ifeh sudah jadi rombongan paling belakang, dengan gw sama Wira ngebantu dia jalan pake webbing.

Berulang kali gw sugestikan diri gw bahwa dingin adalah sugesti, tapi pusing nya itu ya Rabb, kalo dingin nya rada-rada ekstrim gini, pasti kepala gw langsung berkontraksi. Tapi gw gak mungkin juga kalah disini. Ada dua alasan. Pertama karena kita sudah datang jauh2 dari Bogor, masa iya gak nyampe puncak. Kedua, kalopun kita berhenti disini, dingin terlalu ekstrim, diam malah lebih berbahaya. Maka diputuskan kita harus terus bergerak. Perjuangan mental dan fisik benar-benar diuji disini.

Jam 3 rupanya masih belum Nampak juga puncaknya, lutut gw semakin panas terasa. Mau gantian bawa daypack atau gantian bantu ifeh, pada nolak semua kawan2. Mau maksa pun gak tega. Dan parahnya mereka terus melangkah meninggalkan kami berempat di belakang, gw, Ifeh, Wira, dan si Latif yang paling belakang kaki nya sudah kram. Awalnya pikiran negatif terus berkeliaran di otak gw. Berpikir mereka egois gak mau bantu kawannya. Tapi itulah alam, ia menguji emosi, fisik juga mental. Maka gw putar otak kembali, berpikir positif. Pasti, pasti ada alasan kenapa mereka gak nungguin kami. Ya, mungkin kalo mereka banyak diam nungguin kami yang lambat jalannya, itu lebih berbahaya. Bisa kena hipotermia. Jadi bergerak ada solusi yang harus langsung dilakukan. Alasan kenapa mereka gak bisa gantian bantuin ifeh naik, ya mungkin memang mereka sudah di batas ketahanan fisik masing2, jadi gak bisa lu maksain mereka. Okeh sip, pasti ada alasan, berpikir positif, dan terus melangkah. Semangat semangat!, gw terus memotivasi.

Yap, dan sunrise pun muncul, menerpa wajah kami dengan kehangatan semburat keemasanya, tak apalah, meski masih di punggung puncak, tak mengurangi kami berucap puji syukur padaNya. Sip, kehangatannya, itu yang lebih kami butuhkan sekarang. Kawan-kawan yang lain sudah nyampe puncak semua, kasian juga mereka pasti kelaperan, wong makanan ada di daypack gw dan wira. Terus melangkah mam terus,

sunrise dari punggung puncak

Kesan pertama saat gw nyampe puncak 3676 mdpl, tentunya ya berlafal syukur tak tertahankan juga nyari alas buat solat subuh, akhirnya mimpinya terselesaikan sekarang, lalu?, gw pengen turun secepat yang gw bisa, kenceng gila hembusan anginnya. Meski matahari sudah terbit, dinginnya malah makin membuat kepala gw makin pusing. Maka setelah ngasi makan ke kawan2, mengabadikan momen, tanpa aba-aba gw langsung turun secepat yang gw bisa. Okeh sip, makanan udah tak kasih, ifah sudah ada kawan2 yang lain yang merhatiin, setidaknya turun gak sesulit pas naik, jadi aman lah. Maka gw pun turun gunung dengan berlari, hanya perlu konsentrasi penuh, pijakan yang tepat, dan tumit untuk bertumpu. Maka trek pasir akan mudah sekali dilewati. Jadi orang pertama yang nyampe di arcopodo. Lalu tidur sambil nunggu kawan2 yang lain. Hupff,,

di puncak 3676 mdpl bersama bendera kebanggaan, FAPERTA IPB 

bersama kawan 2 orang tegal, entah gw lupa namanya, 

sunrise dari puncak, ini pake hape teguh

Jam 1an kita mulai turun dari Arcopodo, after makan, bongkar tenda, solat dan searching2 makanan ala wira, turunlah kami dengan senandung cerita sana sini. Sampe di Kalimati jam 2 lebih lah, makan lagi dengan menu spesial ikan teri dan orek tempe yang berhasil di temukan Wira entah dimana. Memang bocah satu ini daya survival nya tinggi, jadi ngelepas dia dihutan sebulan tanpa di kasih bekal, masih idup sepertinya. Makasih banyak Wira, makan kita jadi lebih berwarna sekarang, ya meski efeknya perut minta cepat2 ‘gali lubang’, hahaha,

makan rame-rame, with lauk yang ditemuin wira tea

Maka semalam lagi kami harus menginap di Ranu kumbolo, tak apolah, lebih sepi sekarang, rombongan kru 5 cm sudah pada pulang kemaren. Pagi kedua di ranukumbolo begitu menyenangkan, membayangkan kalo nanti punya rumah yang di belakangnya ada danau macam gini, sunrisenya keren bro, tapi sayang banget camdig pinjaman gw habis batrenya. Janji gw dalam hati, setidak nya gw harus sudah bawa camdig atau DSLR sendiri kalo mau kesini lagi, banyak view keren terlewatkan soalnya,  Apalagi kalo bareng istri nanti. Tambah mantabbhhhh…. Hahaha,, dan mari kita pulang dengan hati berdendang senang, naek truk lagi dari Ranupane ke pasar Tumpang, nyarter angkot ke sekret HMIT UB lagi untuk istrirahat sejenak, menikmati dinginnya malam di kota Malang sambil wisata kuliner, lalu tidur.

sunrise di ranukumbolo, hari ke 3.

saking dinginnya, embun pun jadi es

Besoknya bangun pagi, ucap salam perpisahan dengan kawan baru, Samsul, Toni dan Deki, bilang makasih ke sekret HMIT, (makasi sekret HaeMITe Faperta UB), terus caw ke terminal Arjosari Malang. Dari sini naek bis ke Surabaya, trus ngeBis lagi ke Semarang nyampe tengah malem, lalu ke Jakarta. Dari Jakarta ka Maul berpisah disini, kangen bangeud awak sama kakak yang satu ini. Naek busway ke Cawang, trus naek kereta ekonomi ke Bogor, ngangkot ke kampus nyampe tengah malem lah,

di sekret HMIT UB, muka kebakar semua, bibir di lapisin madu.

depan sekret, yang celana kuning Toni, jaket coklat samsul, jaket merah Deki. makasi kawan HMIT UB.

dempul kulit muka yang kebakar, di Bis menuju semarang.

Huuuahhh,, perjalanan pun berakhir, 6 hari 5 malam. Puncak tertinggi menyisakan kenangan yang mendalam, melatih diri menguasai emosi, mensyukuri ciptaNya, menguatkan hati juga jiwa menambah kawan dan keluarga baru. Terimakasih laskar Mahameru, maaf jika pernah berburuk sangka ke kalian, senang banget pernah seperjalanan, senasib, sepenanggungan dengan kalian di rantau orang, semoga adalah Rinjani kita bisa bereuni.
Wassalamualaikum,,
Mess Putra no 4, 17 juli 2013.

Kamis, 18 Juli 2013

Mahameru 3676 mdpl. Melatih Emosi, Fisik dan Mental Part 2

Atas : ka maul, ifeh, teguh, gw, wira, yasin, latif. bawah : bang yud, kojek, miro. depan sekret HMIT UB

Puskesmas pasar Tumpang

Maka di tanggal 26 juni 2012 itu, setelah tebar pesona ke semua mahasiwi di UB, berangkatlah kami menuju Pasar Tumpang. Disini ada puskesmas, so yang belum pada bikin surat sehat, bikin lah sikoh. Logistic yang kurang2 juga bisa lah dibeli disini, kan ada pasar. Dari pasar Tumpang, selain bisa naek mobil jeep, kalo pengen rada murah bisa juga naek truk seperti kita ini. Mau lebih murah lagi?, nyari masa sebanyak mungkin, lumayan dapet orang Tegal berdua, jadi saat itu yang biasa 30 rebu/orang jadi bisa 25rb. Daaaaannnnnnn,, beraaaannkkkaaatttttt,, Bismilllahhhhhhhhhh. Eittss, jangan lupa, dari pasar tumpang sikit, ada pos jaga TNBTS, jadi bisa registrasi disini. 


narsisus dina truk

Pernah liat lautan awan?, yang sering nongol pas sunrise di puncak gunung itu lho, ini belum nyampe basecamp Ranu Pane, ngapain nongol dibawah gini. Memang kereeenn bin ajib nih semeru. Eh, itu yang tandus yang tandus gunung apa ya?, Tanya gw polos-emang gw gak tau. Itu semeru bang, jawab miro ngeledek, owhh. Semakin lama perjalanan, semakin terjal jalannya, semakin banyak ragam kehidupan warga yang bisa di lihat, semakin banyak pemandangan keren yang bisa di nikmati. Dan menurut gw, yang paling keren dari perjalanan ber’truk’ ria ini, ada padang Lord of the ring nya, (ini gw bikin nama sendiri), ingat di lord of the ring ke 3 yang the return of the king, saat Gandalf putih nyerang bawa pasukan dari atas bukit, nah, mirip itulah padang yang tepat berada di hadapan kami ni. Subhanaalllohhh, ucap gw berkali2. 


lihat lihat! ada awan sebelum ke ranu pane


padang Lord of the ring


perkebunan warga

“itu Ranu Kumbolo?” pertanyaan bodoh kedua yang gak seharusnya gw tanyakan. Tapi karena sudah terlanjur, yasudahlah jadi bahan ledekan. Namanya danau Ranu Pane, bening kali airnya gannn. Pengen dah nyebur kesana, nyelam, terus nemu putri duyung. Ngayal. Okeh, dari pasar Tumpang sekitar 2-3 jam nyampe sini. Registrasi dengan bayar 7 ribu + fotocopy ktp sama surat sehat per orang. Berangkat kita?, nyokkkk,, ba’da solat dzuhur dimulailah langkah pertama itu, langkah yang akan membuktikan bahwa masih ada manusia yang selalu dekat dengan alam, dekat dengan Tuhannya karena terus berlafal syukur memuji ciptaanNya. Juga membuktikan bahwa manusia akan selalu bekerja keras untuk menggapai impiannya. Tak peduli terjalnya tebing yang harus di panjat, tak peduli jauhnya jarak yang akan ditempuh, tinggal percaya dan yakin juga kerja keras maka semua akan lebih mudah. Jangan lupa juga berdoa pada Yang maha kuasa, biar semua diberi kelancaran. Amiinnn…

ranu pane

pos TNBTS

Narsis depan plang Ranupane

Seperti gunung yang lainnya di pulau Jawa, perkebunan warga adalah yang pertama kita jumpai, lalu mulai masuk hutan dengan belok tanjakan yang dikiri. INGAT, yang ke kiri ya. Masuklah ke jalan setapak menanjak yang lumyan membuat pelumas lutut bekerja ekstra. Gw selalu urutan paling belakang, yang depan seingat gw, Kojek, Wira, Latif, Ifah, ka Maul, Miro, Teguh, Yasin, ka Yud, barulah gw tukang pengswiping merangkap cameramen. Aih, camdig Cuma bawa satu lagi. Jadi muzti harus wajib dihemat eta. 

Trek awal, aspal dan perkebunan warga


Nyampe pos 1 ato Watu Rejeng sekitar 1 jam setengah. Dari sini gw makin seneng dengan tingkah bocah2 didepan. Miro resmi jadi bahan ledekan sepanjang masa dengan musuh bebuyutannya Latif, tak henti kekocakan, kepolosan, kejailan mereka mengocok perut kami membuat tak sadar ikut ngeledek jua, hehehe, ini hanya penyegar perjalanan kawan, jadi kami gak pernah benar2 menganggap serius lho, ka Maul aja yang awalnya membela mati-matian seorang putri Miro tralala, ikut juga menimpali bahkan menambah ganas ejekannya, hahaha, tenang lah mir, masih ada bang Yudi trilili yang mendukung, “hati-hati kamu tif, dari benci bisa jadi cinta lho” ucapnya dengan iringan lagu india dari hape sumsangnya. Teguh dan Yasin yang agak pendiam, perlahan tapi pasti juga terseret menjadi pendukung setia latif. Terkadang wira juga ikut keserempet ejekan kalo kebetulan sedang deket Miro, kan Cuma mereka berdua yang paling muda. lalu kemana Kojek?, always dengan rokok di bibir nya, dan insting pencari jejak nya. 

pos watu rejeng

trek menuju Ranu kumbolo


“RANU KUMBOLOOOOO”, teriak Miro dari ujung jalan yang tertutup rimbunnya semak dan pepohonan, tadi dia semangat jalan paling depan. Dan itu bikin kami khawatir karena dipanggil2 kagak nyaut, eh dia rupanya yang nemu Ranu Kumbolo duluan.
Dan benar saja, Ranu Kumbolo 2400 mdpl lebih indah dari yang gw bayangkan. Maka cukup foto saja yang mendeskripsikan keindahanya yak,,kalo dari Watu Rejeng, sekitar 2 jam untuk sampai sini.

ranu kumbolo versi cool


senja di ranukumbolo


ngRusuh depan ranukumbolo


Malam ini Ranu Kumbolo memang sangat ramai, sudah seperti pasar kaget di Bara saja. Iyalah, wong lagi ada pembuatan film 5 cm disini, jadi porter udah macam setrikaan saja bolak balik. Tapi itu gak membuat keindahan malam Ranukumbolo berkurang, tetap terlihat misterius danaunya. Baiklah, bikin tenda, perapian, makan, solat, mari kita beristirahat, badan gw harus fit lah, brangkali besok gw jadi pemeran pengganti si Junot yang mungkin lagi sakit gigi, hahaha, eniwei, sebelum tidur, jangan lupa bersyukur pada Alloh atas karunia yang tak terbantahkan ini. Alhamdulillah

Kabut menggelayut diatas danau, itu kesan pertama saat gw buka resleting tenda. Gila meennn dinginnyaaaa,,woy AC nya matikan woy!. Ba’da solat subuh berjamaah, kami semua melingkar anggun di perapian yang kami buat, beberapa pendaki lain yang baru bangun juga mulai mendekat mencari kehangatan. Mana yang mau dipeluk mana?, eh. Bertemulah kami dengan casting directornya 5 cm, panggilannya sih bunda, ngobrol2 kami ngalor ngidul sana sini,

“sutradaranya kemana?” Pertanyaan bodoh entah keberapa yang seharusnya gak gw tanyakan,
“ini gw sutradaranya” ucap lelaki berkupluk hitam, gaya ke’eyke’an, bibir mengering pecah-pecah, muka cemong dan duduk dekat si bunda. Itukah seorang Rizal Mantovani?, kemana aja gw gak tau wajahnya,hahaha, baiklah, maklum sutradara memang jarang seterkenal pemain film nya yak. Tapi bagusnya gw bisa ngobrol nih dengan pak sutradara, secara gtu, gw juga rada2 seneng bikin2 film. Dan satu pesan yang diancamkan si pak Sutradara dan si Bunda ke kita, ‘perjuangan kami buat film ini udah gila banget, awas kalo pas 12-12-12 nanti kalian gak nonton’, serentak kami semua cengengesan saling tengok, nobar dah nanti kita yak. Tapi sayang banget, kemaren itu di puncak lagi pas shooting upacara bendera film nya, gak jadi dah gw nongol di ntu film. Telaat sehari,,,

melingkari perapian with kru 5 cm


Tiba-tiba si Miro sama ka Maul wajahnya sumringah gak jelas, owalah, kembaran gw baru bangun rupanya, “sono minta foto sono,” ucap gw sok gak peduli gtu, serasa jalan di awan mereka mendekat ke tenda rombongan Junot, Fedi nuril, Pevita pearce. Si Wira ngekor sambil sesekali foto wajah sendiri dengan background Pevita pearve dari jarak jauh, kasian. Si Kojek pun datang bermuka sumringah juga, lalu berkata bangga ‘gw dong tadi ngantri beol di toilet, rupanya yang gw tungguin itu si Pevita pearce, widih, beolnya artis bau juga ternyata, hahahaha, yang penting bekas beol artis gpp dah’, satu lagi yang bikin ngakak di Ranukumbolo, rupanya ada penyewaan banana boat yak di danau, hahaha, kucluk lu, itu si Igor saykoji lagi nyemplung. Hehehe, nah kalo ini bolehlah kita foto bareng,,

wira, junot (kembaran gw), pevita pearce, bunda casting director, miro


fedi nurul dan ka maul, eh


narsis with banana boat, eh igor saykoji maksudna



Sebelum menaklukan tanjakan cinta, maka mari keluarkan bendera kebanggaan kita kawan IPB, eh, pa sutradara lewat, fotoin kami dong pak Sutradara, eh salah, foto bareng kami dong pak Sutradara, hehehe, cekreeekkkkk,,,,
sebelum tanjakan cinta with pa sutradara Rizal Mantovani

Dan encok gw kumat setelah ngelewatin tanjakan cinta, ada mitos katanya kalo kita terus jalan tanpa noleh ke belakang sambil bayangin orang yang kita suka, maka kita akan jadian sama yang kita suka itu. Maka saat itu gw bayangin bidadari surga dong, sambil ngedoa sama Alloh juga lah. Rupanya gak kuat gw jalan tanpa nengok ke belakang. Pemandangan keren Ranukumbolo dari atas gitu masa iya gak di tengok, bodo ah dengan mitos, cekreeekkk, foto lagi.

ranukumbolo dari atas tanjakan cinta

Oro-oro ombo-Sekitar 30 menit dari Ranukumbolo, itu lho nama savana yang gw anggap padang Lord of the ring tea, akhirnya gw bisa ngelewatin daerah ini. Dan memang musim kemarau kaya gini padangnya terlihat coklat dengan kemerahan dari Bunga lavenda di samping jalan setapak padang ini. Oya dari sini kita bertemu dengan pendaki ayah dan anak yang kompak banged, namanya Anas dan ayahnya, mereka nih yang juga ikut ngeramein cerita pendakian ini. Anas malah uda berteman di pesbuk ya   

oro-oro ombo

Bersambuuunngg

Rabu, 17 Juli 2013

Mahameru 3676 mdpl. Melatih Emosi, Fisik dan Mental Part 1

Lutut gw udah terasa panas tak tertahankan, dampal kaki makin perih karena terlalu sering menginjak bebatuan dan pasir, dinginnya udara tak kenal ampun terus mendekap, menusuk persendian kami hingga semakin berat saja bernapas.
“istirahat dulu feh”, ucap gw kepada perempuan berpipi tembem, wajahnya pucat meringis dingin. Kaki nya entah sudah selelah apa, meninggalkan dia jelas gak mungkin, diam justru mebuat dingin leluasa menelusuk membuat hipotermia,  maka gw dan wira terus bantu dia melangkah, merangkak, memanjat, meloncat demi menggapai puncak tertinggi pulau jawa ini.

“kucluuuukkkkkkk,,!!! bocah-bocah pada ninggalin kita lagi, udah gw dan wira bawa daypack, bantuin ifeh lagi, tegaaaa!”, keluh gw saat melihat temen2 naik gw udah ngilang ditelan puncak. Memang Cuma kami berempat yang masih tertinggal jauh di belakang, latif dengan kaki kramnya paling belakang, gw dan wira yang bawa daypack sambil bantuin ifah terus naek dari arcopodo sana. Rahang gw dari tadi mengeras, “untung makanan ada di tas kami, bodo amat mereka kelaperan,” batin jahat gw dalam hati,

Lalu dua wajah itu, berhasil membangkitkan malaikat baik dalam batin gw,
“lihat si wira mam, adik kelas lu itu, yang bawaanya paling berat diantara kita, bawa nya padahal dari ranu pane tapi gak pernah ngeluh sama sekali, entah apa yang ada di otak dia, yang jelas, dia terus membantu kawannya yang kelelahan dan terus bergerak gak mau ngerepotin orang lain meski sebenarnya dia juga amat lelah. Trus liat si ifeh, tega lu ninggalin dia demi keegoisan lu?, ya, gw tau lu lelah banget mam, tapi lu adalah kapten rombongan ini mam, dan seorang kapten gak boleh mengekspresikan kelelahannya-ketakutannya-keraguannya. Ia harus bisa jadi karang yang melindungi batu kecil dari hantaman ombak, ubah lah sudut pandang lu, mungkin memang mereka ingin banget ngebantu lu tadi, tapi kelelahan mereka mungkin sudah dititik daya tahan mereka, jadi mereka gak bisa bantuin lu, apapun yang mereka lakukan, tetaplah berpikir positif, jangan ampe dingin dan lelah ini bikin lu jadi egois, bikin lu jadi jahat. Semangat mam semangat!, Ok?” ucap malaikat baik gw ngompor-ngomporin bijak,
Baiklah, bener apa kata malaikat baik tadi, “Ayo wir, feh, LANJUUUUTTTTTT!!!!!”…..
**

Gw tau gunung semeru dari novel 5cm yang gw baca saat SMA dulu, dan semenjak itu, gw bertekad untuk bisa jadi seorang Jafran, eh, salah. Untuk bisa menorehkan jejak gw di puncak abadi para dewa itu. Ya, mimpi itu besok-jika Tuhan menghendaki-akan terealisasi dan dicatat oleh sejarah (lebay).

at kereta ekonomi to Semarang

Sekarang gw sedang berada di kereta api ekonomi yang bertolak dari Pasar Senen menuju Semarang, lha bukannya Semeru itu ada di Malang?, iye nanti juga ke Malang, kita ingin maen dulu lah ke Semarang, trus ke Surabaya, baru dah ke Malang, (baca : keabisan tiket mataremaja). Dalam kereta, tentunya gw gak sendirian, mari kita berkenalaaaannnn,, horeeee!. Okeh yang pertama ada pedagang tahu, ada pedagang buah, ada tukang nyapu, ada tukang meriksa tikettt,,,,ada (stop stop stop,! Gak semua juga di kenalin kali, cukup yang ikut rombongan lu ke semeru aja lah), hahahah, baiklah baiklah.

TEGUH SUDARYANTO,, temen seKKP gw ini akhirnya mau juga gw jatuhin ke lembah hoby gw, secara gitu dia gw ajak H-3 jam keberangkatan, gantiin kawan yang gak jadi berangkat. Dia orang maluku, perawakannya item manis dengan tubuh atletis, sekarang sih perutnya uda buncit, jarang olahraga lagi katanya. Rambutnya selalu klimis serasi dengan belahan rambut sisi kirinya, mirip model rambutnya pa SBY. LATHIF AL-ANSHARY. orang depok jurusan silvikultur Kehutan IPB, oya si Teguh jurusan agronomi Faperta IPB, kalo liat dia sih perawakannya macam mafia Itali yang rambutnya suka disisir kebelakang itu (tonton film na the godfather dah), bedanya mafia itali dandananya pake jas rapih, ini kaya preman tanah abang, jeans belel, kaos oblong, dan topi boogie, santai man lah. AHMAD YASIN, si hafiz Qur’an dari Al inayah, die uda banyak hafal Qur’an nya, jadi kalo dia jadi imam, sudah pasti bacaan nya bakalan rada panjang, perawakan nya rada tinggi, berkaca mata, rambut kriting, dan selalu pake celana bahan, maklum aktivis broh!. ERANTY MIRO FIRDAUS, panggilannya Miro, dia yang termuda diantara kita, rambut diiket kuncir kuda, celana jeans tiga perempat, sepatu gunung, dan behel kinclongnya. Jurusan nya SIL Fateta IPB. Sebenernya gw kenal dia di grupnya BPI, lupa dah gimana caranya bisa kenal, gw tau dia suka naik gunung dari PP nya, iseng aja gw ajak ke Semeru, eh, mau ngikut dia. DRAJAT JATNIKA atau KOJEK, dan WIRA , sory gw lupa nama lengkap lu wir, heheh, dua sejoli ini emang rapet banget, kojek dengan kaos item, celana jeans pendek, rambut gondrong sebahu di kuncir kuda, sebatang rokok terselip di bibirnya. Wira dengan jaket jurusan kebanggaan nya, kaos berkerah, dan sama rambutnya juga gondrong, tapi ditutupi pake topi. Santai, kalem, friendly, banyak relasi, itu yang bisa gw gambarkan dari dua orang jurusan Ilmu tanah Faperta IPB ini. YUDI ASWANDI, nama beken nya pangeran diwan, ntah kenapa dia mau dipanggil gtu, dan entah juga dia kenapa lulusnya lama #eh. Sekarang dia sibuk di CV yang baru dibuatnya, oya, temen qta yang demen lagu India ini, sangat memerhatikan penampilan, rambut lurus belah tengah=inspirasi shahrukh khan dan ariel, idung nya nih agak gede dikit=inpirasi squidwort, mata selalu tajam kalo mandang. IFAH KHOLIFAH. Seangkatan teguh latif, kojek, yasin dll. Sama seperti Miro, dia demen juga naik gunung, pipi tembem, berkacamata, jilbab dan jaket pink serta celana cargo ijo dan sepatu gunung adalah hal yang kami liat pertama saat dia nyapa kami semua. Sepertinya orangnya agak friendly. The last, ASMAUL JANNAH SIREGAR, dari namanya jelas mahasiswa S2 UGM ini adalah orang Sunda, eh mana ada orang sunda ber-siregar. Orang Sumatra lah dia. Berjilbab biru saat itu, dari raut wajah sepertinya dia rada punya aura keibuan, eh bukan, ke-kakak-an, so, kayanya umurnya juga sepantaran bang Yudi lah, ato mungkin lebih tua, tingginya sepantaran miro, agak kurus, dan pendiam, awalnya,, kesananya..EUUHHHHHHHRGGGG!! mau tau lebih jauh tentang kami, klik sini.

Singkatnya, nyampelah kami di stasiun Semarang tawang jam 7 pagi-berangkat dari Jakarta jam 9 malem. Karena gak ada kereta ke Malang, diputuskanlah nyarter angkot ke terminal Terboyo Semarang. Lalu naek bis ke Surabaya nyampe sore lah sekitar jam 5an. Ba’da solat, kami langsung caw lagi ke Malang naek bis dan nyampe hampir tengah malam. Asli gan eta my ass meuni panas bin pegel, kelamaan teuing duduk. Yowislah, sing penting udah nyampe Malang, eh Malang/?,, waahhh, gw menjejakan kaki juga akhirnya di Jawa Timur, hehehhe,,  eh, tapi nyampe tengah malam?, nginap dimana kalian?, nah, untungnya, adalah Kojek yang punya kawan sejurusan beda perguruan di Malang ini-tepatnya kampus Universitas Brawijaya. Selamatlah kami, ya setidaknya malam ini ada tempat bernaung lah meski nginep di sekret HMIT UB (Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah). Makasih banget kawan2 di UB ni, uda nyediakan tempat kita beristirahat, ngasi wejangan2 tentang semeru, bantu belikan dan pinjamkan logistic buat kami. Yang gw kenal ada ketua HMIT om samsul, Toni, deki dll yang gak bisa gw sebutkan namanya dikarenakan gw emang gak tau namanya, tapi kita udah berteman kan di pesbuk?

ini kayanya dari semarang menuju Surabaya dah,

depan masjid terminal Surabaya

Kamis, 11 Juli 2013

Mungkin ini berkah Ramadhan


Meski saat ini suhu di Jambi panas menggila, bagiku adem nian rasanya. Benar kata pepatah sunda yang pernah ku dengar dari kawan kerjaku di tangerang, “jika hati keur senang, tikotok ge ek siga coklat”. Pasti lagi jatuh cinta ya?, aihh, sempit kali pikiran kau. Hati senang itu bukan hanya milik para pecinta. Para perindu pun bisa memiliki hati senang tak terperi. Setelah 23 tahun tak pernah bertemu dengan adik kandung, bahkan tidak tahu wajahnya seperti apa sekarang, terakhir bertemu saat dia masih bayi. Dan kini tuhan akan menakdirkan pertemuan ini. wahai mobil traveelllll!!!!,, pinjam lah sayap burung di langit sana biar aku bisa cepat bertemu dengan satu-satunya keluarga kandungku. Aaaaakkkkk,, Ok yang ini terlalu lebay.

Adalah pakde Imron yang mengurus ku waktu kecil yang mengabarkan berita hebat itu padaku.  Katanya tak sengaja ia bertemu dengan pakde sukri dalam bis saat mau pulang ke prabumulih Palembang kemaren. Entah sebenarnya kedua orang ini bersaudara dengan ayah ibu ku atau tidak. Yang jelas, orang2 yang berjasa dalam hidupku, ya aku panggil mereka ‘pakde’. Dan pakde Sukri adalah orang yang mengurus adikku sedari buaian. Semenjak tinggal dengan pakde Imron, aku sudah tidak tau lagi kabar adikku di pakde Sukri. Terakhir aku tanyakan padanya, pakde sukri sering berpindah-pindah. Jadi pertemuan dalam bis itu aku simpulkan saja info pentingnya, sudah jelas orang tua yang tlah lama tak berjumpa ya pasti ngalor ngidul obrolannya. Ternyata adikku yang bernama Leni Marlina sekarang tinggal di dusun Pemberian kabupaten Tebo Jambi. Inilah yang membuat perjalanan pertamaku ke Jambi, tak peduli hawa panas, tak peduli antrian mobil di Merak, tak peduli mabuk laut di Bakau heuni, hingga hampir di rampok saat mau buang air kencing di sebuah restoran tengah malam, semua terasa begitu ringan menyenangkan. Apalagi bisa lepas dari tekanan pekerjaan dengan target-target gila di penatnya Jakarta, menambah sumringah wajahku.

Maka sampailah aku di Dusun Tuo, sebuah dusun tepat di pinggir sungai Batanghari. Setelah menyebrang menggunakan tempek-perahu kecil mirip sepit di Kalimantan, dan membayar uang 7 ribu rupiah, aku menunggu di sebuah warung kecil. Dari sini, rencananya tinggal menunggu mobil perusahaan karet yang dekat dengan dusun Pemberian tujuanku, nebeng mobil perusahaan lah singkatnya. Karena memang tidak ada kendaraan umum kesana.
“ngopi mas” tawarku pada seorang laki-laki tanggung yang baru saja duduk di ujung lain bangku panjang warung ini.
ida bang, awak lagi puaso”tolaknya sopan.
“owh, uda mulai puasa sekarang ya”, ucapku datar
“ini udah 5 hari puasonyo bang”, timpalnya juga datar.
“owh,,”ucapku gak peduli, males membahas tentang puasa. “mas lagi nunggu ponton nyebrang ya, kenapa gak naik tempek aja?”tanyaku mencoba lebih akrab.
“iya bang, aku troma bang kalo naek tempek, pernah jatuh sekali dulu. Jadi ya mending naik ponton, walupun kalau sedang sepi ya kaya gini, nunggu penuh dulu.”
“owh, kenapa pemda sini gak ngebangun jembatan aja, kehidupan disini nanti pasti lebih maju?”
“mana mau lah mereka buat jembatan, coba tengok berapo penghasilan ponton perhari. Satu mobil bayar 50ribu, honda bayar 6 ribu, satu kali nyebrang bisa muat 10 mobil, belasan honda, dalam sehari bisa hingga 20an kali bolak balik nyebrang. Kalo ado jembatan, dari mano mereka dapat duit,”

Obrolan terus mengalir hingga satu jam lebih, dari mulai kabar perambah perusahaan, hingga kabar gosip pemerintah yang tega menaikan harga BBM. Memang orang leasing rada-rada pinter ngajak ngobrol, wong kerjanya nyari konsumen sebanyak mungkin.

“oya, abang mau kemana, kerja di perusahaan karet sini ya?” Tanya nya terasa lebih akrab.
“bukan, aku mau ke dusun Pemberian, sambil nunggu mobil tumpangan milik PT” jawabku antusias
“wah, awak orang dusun Pemberian bang, mau ketemu siapa disana bang?”tanyanya mulai penasaran
“aku mau ketemu adik kandung, namanya Leni,”
“Leni marlina?,” dahinya berkerut memastikan
 “iya, mas tau adik aku,?” aku ikut penasaran
“Berarti abang namanya Candra Dwi Putra,?” ucapnya setengah berteriak
“ iya, mas siapa?”
“Owalahhh,, awak suaminya Leni bang,” tangannya menjulur mengajak salaman, senyum terkembang dari bibirku. Ya tuhan, Rupanya Leni sudah menikah.
“Leni sudah nungguin abang dari dulu, yasudah, hayok kita ke rumah sekarang,”
“Lah, katanya mau nyebrang,?”
laaahh, itu gampang, nganterin abang lebih penting,” aku mengekor mas yang belum tau namanya ini mengambil motor.

Setelah hampir dua jam bermotor ria-rasa senang gelisah rindu makin membuncah, bertemu Suku Anak Dalam kucel, dekil item tak bersandal yang ngecamp menggunakan terpal biru, melewati kantor perusahaan karet yang mobilnya tadi mau aku tumpangi, kaget melihat pohon akasia melintang dengan batang terkuliti bersih yang katanya itu dirobohkan gajah, nyemplung sungai karena jembatan kayunya roboh-untung sungainya dangkal coba, dan sampailah kami disebuah papan yang disusun membentuk rumah kecil beratap seng namun asri. Perlu waktu hampir 2 jam untuk sampai di dusun Pemberian dari ponton Dusun Tuo tadi.

“Assalamualaikum, Leni-leni, ini abang bawa orang sepesial buat leni, sini cepat sini, ada mas candra” teriak mas yang masih belum aku tau namanya, ini ngapain aja aku di motor ampe lupa terus nanya nama.
Perempuan yang di panggil Leni itu membuka pintu, mengenakan baju kain coklat dan tangannya terlihat sedang menggendong bayi, tertegun, ia tertegun menatap ku, dan matanya mulai berair.

Lihatlah tuhan, bukan kah dia mirip sekali dengan ku. Dulu ia yang aku gendong, kini malah sudah menggendong, kejam nian orang tua yang tega membuat saudara kandung tak pernah bertemu selama hidupnya. jangan kan peduli anak makan apa hari ini, ada tidak nya kami pun mereka tak peduli. Bodo amat!, aku juga sudah gak peduli dengan kabar mereka.

Leni langsung mencium tanganku, mendekap erat dadaku, dan berlafal syukur berulang kali. Aku yang tak pernah menitikan air mata semenjak ditinggal orangtua cerai dulu, kini deras tak tertahankan mengalir. Mungkin kalian tak pernah merasakan pedihnya diumur balita sudah ditinggal orang tua, tak pernah merasakan irinya melihat teman sebaya berebut mainan dengan saudara kandung, juga beratnya hidup harus membanting tulang diusia sangat muda. Tapi sekarang aku sudah menemukan mu Leni. Dan semoga tuhan juga menakdirkan kami bertemu dengan 3 kakak kami yang lain. Batinku dalam hati.
**
“aku senang sekali lho mas, bisa berbuka puasa dengan saudara kandungku sendiri” ucap leni pelan, pipi merahnya tersamarkan temaram lampu cempor diatas meja serba guna ini, mebuat suasana sederhana ini malah terasa syahdu. Sebenarnya aku malu tadi ikut berbuka bareng mereka, lah aku gak puasa hari ini. besok!, pasti besok aku puasa!
“iya mas juga senang, maafin mas ya tidak datang ke pernikahan kalian, mas harusnya yang jadi wali sah kalian” suara ku tercekat diujung kata, lalu menelan ludah.
“Gak pa2 mas, yang penting saiki wis ketemu mas. Itu aja aku udah seneng.”

Langit malam Jambi menyuguhkan gemilau parade gemintang yang tak terbantahkan kecantikannya, berpadu dengan keelokan putihnya cahaya bulan, menjadi penonton dongeng cerita hidup yang saling sahut menyahut mengalir dari bibir kami. Tak luput bangku panjang di beranda rumah yang kami duduki berdua-hanya berdua, menjadi perekat kebersamaan kami.

“Leni sekarang umur berapa?”
“gak tau mas, dari kecil aku gak pernah dikasih tau tanggal lahirku,” aku tercenung mendengarnya, kebencian pada orang tua mulai muncul kembali.
“yasudah, dulu mas pernah gendong kamu, kalo gak salah mas umur 5 tahun dan kayanya leni baru berumur 5 bulan dah, jadi biar kita deketan tanggal lahirnya, kamu lahir tanggal 29 april 1993 ya, nanti minta suamimu buat akta lahir dan KTP” kataku dengan nada selembut mungkin, mencoba menganggap hari-hari berat kami dulu biasa saja.

“iya mas, makasih”jawabnya sambil menggenggam erat tanganku.
“mas masih ingat wajah orang tua kita?” Tanyanya penasaran.

“entahlah, mas udah lupa, dan gak mau cape2 juga ngingat2, buat apa?, mereka aja udah gak peduli sama kita, ngapain kita peduli,?” jawabku datar, tak terasa rahang mulai mengeras.
“Kita ini sebenarnya 5 bersaudara, mas Cuma tau ada mbak kita di Kediri, namanya Indah Ningtias, tapi kalo wajahnya mas juga belum pernah liat, kalo dua lagi, namanya pun mas gak tau, sejak kecil kita memang ditakdirkan berpisah semuanya, ini gara-gara orang tua kita yang gak pernah peduli sama kita,” terdengar sedikit nada kebencian dari suaraku.

“mas benci orang tua kita?” tanyanya lagi,
“Kalo dulu, iya, sekarang mas udah gak peduli lagi,”
“Kalo aku masih berharap mas, seburuk-buruknya seorang ibu, dalam hatinya, pasti masih ada kasih sayang untuk anaknya, sekarang aku sudah merasakan perasaan itu mas, sedih memang tidak pernah bertemu ayah apalagi ibu, tapi aku yakin, mereka sebenarnya masih sayang sama kita, hanya saja keadaan tidak menunjukan itu pada kita” ucapnya dengan nada keibuan.

“pahit sekali hidup kita ya nduk?” keluhku sambil menatap kerlip lampu cempor di setiap rumah-rumah papan dusun ini.

“namanya juga hidup mas, ya kalo ndak mau ada masalah ya ndak usah hidup”, ucapnya membuat ku mengernyitkan dahi-berpikir, apakah memang perempuan itu cepat sekali dewasanya, hingga dengan mudahnya bisa berdamai dengan pahitnya kehidupan?, atau mungkin kehidupan dia lebih berat daripada ku?, ya, sepertinya kehidupan dia lebih berat daripada aku, lihat saja, aku beruntung bisa menamatkan kuliah meski Cuma D3, adikku malah SD saja tidak tamat.

“tau gak mas, semenjak aku dapat kabar dari pakde Sukri tentang mas, aku setiap abis solat selalu berdoa bisa bertemu mas, kata pa kiyai, doa dibulan ramadhan itu mudah dikabulkan” ucapnya lagi, lalu terdiam sejenak,

“Alloh kini mengabulkan doamu Len, dan mungkin pertemuan kita ini memang berkah Ramadhan” kataku sok tau-menirukan gaya ustad yang sering tampil di tipi tipi, gak mau kalah dengan omongon bijak adikku tadi.

“mas juga gak boleh benci lagi sama orang tua kita, bagaimanapun sikap mereka ke kita, tetaplah mereka yang melahirkan kita. Nanti juga mas akan menjadi seorang ayah, Pasti akan ngerti bagaimana perasaan seorang ayah terhadap anaknya, dan mumpung ini lagi bulan ramadhan, selain kita meminta maaf terhadap orang lain, kita juga harus berani memaafkan orang lain, iya kan mas?” matanya menatap manja, dengan mudah aku menemukan keteduhan seorang ibu disana, ah, bukan, itu keteduhan seorang adik yang menyayangi kakaknya.

Aku menghela nafas perlahan, lalu berkata “ya, nanti mas coba memaafkan mereka,”
“yasudah mas, aku masuk dulu, sepertinya si abang gagal jadi tukang diemin tangis bayi tuh, hehe” ia pun mengecup tanganku lagi. Aku hanya tersenyum mengangguk. Sesaat sebelum masuk ke rumah, ia tiba-tiba menoleh, “makasi mukena ya mas, aku suka warna birunya, hehehe”, ya ampun, senyum manjanya berhasil membuat aku salting gini. “eh,, ya sama-sama”

Berkah ramadhan?, bukankah aku malah jarang berpuasa?, tapi di ramadhan kali ini Engkau mempertemukan aku dengan Leni, malah Engkau mudahkan?, apakah itu artinya aku boleh mendapatkan berkah ramadhan?, ya Tuhan,,, kenapa aku malah rindu ayah ibu, meski aku tidak tahu kabar mereka, mudah-mudahan mereka baik-baik saja ya Rabb, aku sudah memaafkan mereka. Amiin.

Dan memang BERKAH RAMADHAN itu adalah nyata, dibelahan Indonesia sana, seorang ibu menghembuskan nafas terakhirnya, setelah berjibaku dengan kanker yang sebelumnya tak pernah berhenti menggerogoti dadanya.
Mess putra LAJ no 4, 11 juli 2013