Laman

Jumat, 24 Januari 2014

solat dulu yuk?

"lu gak dijemput Heru, yu?” Tanya Sarah, rekan sepekerjaan ku yang baru saja keluar dari gedung kantor. Pakaiannya yang modis, dengan lekuk tubuh menggoda laki-laki yang memandang, berjalan santai ke arahku. Ia kemudian mengapit tas kulitnya dan duduk di bangku halte bis-di sampig ku. Wanita yang betinggi 180 cm ini sebenarnya tidak sedang menunggu bis seperti ku. Dia menunggu jemputan dari suaminya. Mungkin sebentar lagi akan datang. Ya, sebentar lagi hati ku akan kembali menjerit iri.

“halah, benci gue sama si Heru. Payah. Penipu. Kemaren tau gak lo, Katanya udah pisah sama istrinya, eh kepergok lagi makan di restoran” ucapku ketus sambil menatap laju mobil yang terus berseliweran.

“serius lu? Si Heru yang tampangnya kalem, agak alim, sering ngasi lu hadiah itu, nipu elu?” sarah kini focus menatapku. Keningnya berkerut penasaran.

“hooh” aku hanya bisa mengangguk nanar.

“bener-bener tuh anak, terus lu labrak dia?” ucap sarah yang kini sedang mendempul pipinya dengan sekotak produk kecantikan kebanggannya. Ini kelebihan sarah yang tidak aku punya. Ia sangat memerhatikan penampilan kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun kondisinya. Aura diri, selalu nomor wahid.

“Gak lah, ntar gue disangka cewe gak bener lagi ngerebut suami orang. Udah ah, jangan bahas si Heru. Ilfiil gue”

“oke lah, santai aja. Terus rencana lu sekarang mau sendiri dulu?”

“entah nih, umur gue udah kepala tiga. Gak kuat sebenernya terus hidup sendiri kaya gini. Apalagi anak gue udah sering nangis gara-gara iri sama temennya yang punya ayah. Gue butuh sosok suami yang baik. Doain gue yak, rah”

“sip, gue doain dah, semoga cepet dapet, eh, suami gue udah datang tuh, capcus dulu gue nih, dagh”

Kalau bukan karena teman, aku sangat benci melihat keromantisan Sarah dengan Andi, suaminya. Saat bertemu, cipika cipiki, saling senyum manja, ah, Ya Allah. Aku pasrah. Aku serahkan semuanya pada Mu.

Di dalam bis, pikiran ku terus menerawang, memikirkan sosok laki-laki yang sangat aku harapkan menjadi imam untuk aku dan anakku. Tidak perlu ganteng, kaya, atau berkuasa. Cukup ia yang mau berkomitmen membangun keluarga yang baik. Ia yang selalu mencium ku saat hendak berpisah atau saat pulang ke rumah. Ya Allah, aku sama sekali tidak meragukan kasih sayang mu. Aku tidak kuat lagi menjalani hidup tanpa imam seperti ini. Beri aku petunjuk Ya Allah. Beri aku jawaban.
**

Jam 8 pagi, aku sudah duduk di kantor. Memeriksa kembali laporan keuangan yang aku buat untuk aku serahkan nanti siang ke atasan. Masalah keuangan adalah hal paling sensitif di perusahaan manapun. Salah sedikit bikin laporan, siap-siap kena damprat dari atasan dan bawahan.

Sebenarnya bukan bidangku mengurusi keuangan seperti ini, tapi karena memang aku dari semenjak kuliah senang menganalis hal berbau uang dan tabel, apalagi kondisi saat itu sudah berpisah dengan suami. Jadilah aku berada disini mengurusi laporan keuangan, merancang kebutuhan keuangan perusahaan di lapangan, memeriksa budget Rencana kerja tahunan, dan banyak pekerjaan lainnya yang sangat membutuhkan kecermatan. Intinya bagian keuangan adalah bagaimana membuat uang perusahaan termanfaatkan semanfaat-manfaatnya.

Jam 10 pagi, atasan ku memperkenalkan satu karyawan baru di bagian lingkungan. Katanya baru lulus kuliah. Tidak banyak kesan yang aku tangkap dari dia selain janggut tipis dan badannya yang agak kurus. Selebihnya yang aku ingat, karyawan baru yang bernama Zeid itu, ruangannya tepat disebelah ruanganku. Okelah, Selamat bergabung tetangga baru.

Jam 12.30, saat aku hendak pergi untuk makan siang, Zeid berjalan melewati ruanganku. Wajahnya yang tidak bisa kupungkiri mulai nyaman untuk ditatap, tiba-tiba berhenti di depan ruanganku. Ia mematung sejenak, sebelum akhirnya memberanikan diri menyapaku.

“udah solat belum bu?”Dari bibir tipisnya, keluar kata tanya yang membuat aku tertegun sejenak. Tidak pernah ada yang bertanya tentang solat sebelumnya. Karena memang rata-rata karyawan di lantai 6 gedung ini adalah nonis. Ya, mungkin karena jilbab ku ini dia memberanikan bertanya. Aku tebak, dia tidak tahu dimana letak mushola perusahaan berada.

“belum,” jawab ku sesingkat mungkin.

“solat dulu yuk, bu! sekalian boleh minta tolong tunjukan dimana musholanya, hehehe“ aku sama sekali tidak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulutnya. Kata-kata yang sangat aku rindukan dari dulu. Bahkan mantan suamiku pun tidak pernah berkata seperti itu. Bibir ku terkatup beku, hanya mata yang tidak bisa berhenti untuk berlama menatap mata teduhnya. “ya sudah, saya duluan yak bu,”ucapnya lagi, memecah lamunanku.

“eh, iya, musholanya di lantai 4, lihat aja beberapa orang yang menuju satu koridor, mereka pasti menuju mushola. Oya, maaf hari ini aku sedang berhalangan” kenapa ada getar grogi dari suaraku.

“terima kasih bu” ucapnya sambil lalu, selintas terlihat ia tersenyum tipis.

Tiba-tiba saja aku menjadi tidak berselera untuk makan siang. Aku kembali duduk, menghidupkan komputer, lalu bingung mau mengetik apa. Ada apa dengan wajah karyawan baru tadi? Dan kenapa aku merasa senang tanpa alasan seperti ini? ntahlah.
**

Di hari berikutnya, dan berikutnya lagi, Zeid mulai sering mengajak aku untuk solat. Bukan, rupanya bukan hanya aku yang ia ajak solat. Beberapa karyawan lain, yang aku tahu juga beragama islam, tak luput setiap masuk waktu dzuhur, ia menyempatkan sejenak menyapa mereka, dan mengajaknya solat.

Walaupun menurutku ajakan solat ini adalah hal biasa, tapi diriku yang lain mengatakan ada yang salah dengan ucapan persuasive lembutnya itu. Terbukti saat dia turun lapang selama dua minggu, terasa seperti ada titik yang hilang. Dan aku sadar sesadar-sadarnya, bahwa Zeid adalah pelengkap titik yang hilang itu.

Ya Allah, apakah ini jawabanMu? Tapi hey, pandanglah wajahmu di cermin. Bukankah beberapa guratan di sudut mata mulai semakin jelas terlihat? Ya, aku paham. Aku tidak boleh egois. Tidak layak aku meminta Zeid menjadi pendamping hidupku. Baiklah, mungkin aku bisa jadi senior yang baik.

Saat ia kembali, aku sekarang yang berinisiatif menyambangi ruangannya, dan berkata, "udah solat?" kulihat mulutnya terbuka sedikit sambil mematung menatapku, “belum” pelan sekali kata itu terucap, tapi masih bisa aku dengar.

"Solat dulu yuk?" ucap ku menirukan suara khasnya, lalu tersenyum semerekah yang aku bisa. Dia hanya mengangguk lembut sambil ikut tersenyum. Aku tahu dia sekarang yang mengekor mengikuti aku menuju mushola kantor.

Dan anehnya, cerita kami berikutnya menjadi terasa menggelikan. Tidak sadar, kami seakan sedang berlomba siapa yang duluan mengajak solat. Tidak jarang, saat aku, dan dia keluar meja secara bersamaan, kami mendapati masing-masing sudah berdiri diluar ruangan. Selanjutnya mata kami pasti saling bersitatap beberapa detik. Dan yeah, kami akan terkekeh menertawakan sikap kami yang mungkin kekanakan.

Ya Allah, kenapa perasaan ini tidak juga hilang. Apakah memang dia yang terbaik untuk ku. Beri aku petunjuk Mu ya Allah, beri aku jawaban. Jika memang iya, tolong cepatkan ya Rabb, kalau pun bukan, tolong hilangkan perasaan ini. Tolong ya Allah.
**

Entah kenapa aku ingin berangkat pagi hari ini, menyapa satpam, tersenyum ke resepsionis gedung, lalu menekan tombol lift menuju lantai tempat kantor ku berada. Di lantai dua, pintu terbuka, dan wajah Zeid menyembul dari luar pintu lift –hendak masuk, tapi tertahan saat melihatku. Pipinya kentara sekali terlihat memerah. Dia kemudian menghela nafas sebentar, lalu terdengar pelan ucapan ‘bismillah’ dan mantap melangkah kan kaki memasuki lift.

"kamu lucu hari ini Zeid, naik lift, muka merah, melangkah bak mau maju ke medan perang saja, hehe" kucoba untuk menyapanya dengan guyonan. Seiring tertutupnya pintu lift, lantaipun mulai bergerak ke atas. Tak lama, Ku dengar Zeid berdeham sebentar.

"bagi saya, ini memang sebuah medan perang, bu” tidak ada nada balasan guyonan seperti biasanya. Sedang seriuskah dia?

"hah? gak ngerti saya, eh, itu kertas apa?" mataku tertuju pada kertas A4 yang dibawa Zeid. Ia menoleh sebentar, menghela nafas lagi. Dan menyerahkan lembar kertas A4 terlipat itu.

Tulisan ini, ya tulisan di kertas ini. Lebih tajam dari seribu pedang tajam manapun. Merobek pita suara ku hingga tercekat tak bisa bersuara, padahal sejuta tanya meledak dalam dada. Tapi, ah,

"tadinya aku mau menyimpannya dalam amplop, terus tak taruh nanti di meja ibu” ia terdiam sejenak, memasukan tangannya ke dalam saku celana bahannya, lalu berkata lagi. “ah, ibu malah datang kepagian, gak jadi deh.” Senyumnya terlihat semakin merekah. “Tapi saya sudah siap dengan jawaban apapun. Iya atau tidak, bu?"

Lift sudah sampai di lantai 6. Pintu kemudian terbuka. Ia dan aku melangkah keluar dan berdiam diri di depan pintu kantor. Aku belum berkata apapun dari tadi. Masih bingung dengan semua keserba-mendadak-an dan tak terduga ini.

"kenapa kau mau menikahiku?" akhirnya kupaksa suaraku bergetar. Tapi mataku hanya tertuju pada kertas yang aku pegang, tak berani menatap sejuk matanya.

"karena adik saya banyak dan masih kecil-kecil. Orang tua saya pun sudah meninggal, bu. Saya butuh sekali seseorang seperti ibu yang selain bisa jadi partner hidup, bisa juga jadi teladan untuk adik-adik saya” sejenak ia tersenyum kepada satpam yang hendak mempersilahkan kami masuk. “oya, maaf, saya beberapa minggu kemarin melihat ibu mengajar anak-anak jalanan di hari minggu, itu semakin membuat saya mantap memilih ibu” Sekarang ia menghadap kan wajahnya padaku. Tapi tetap tidak pernah berani menatap mataku langsung “aku juga punya banyak alasan lain yang kalau aku sebutkan sekarang, ibu pasti pegal mendengar sambil berdiri di depan kantor seperti ini. Jadi maukah ibu menjadikan aku seorang pria paling berbahagia di dunia ini?"

Ya Allah, inikah balasan kesabaran ku? Engkau begitu baik sekali ya Rabb, sangat baik.

"ibu kenapa menangis? apa perkataan ku menyinggung ibu, saya minta maaf kalau begitu" kali ini kami sempurna saling bersitatap. Aku menyeka tetesan air mata yang terlanjur sudah melewati pipi. Menghela nafas dan berkata pelan.

"tidak, tidak, ibu menangis karena,,” aku ragu harus melanjutkan kata berikutnya. Ah, tapi aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan baik ini ”,,, tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia" ucapku semakin pelan, tapi mungkin masih terdengar olehnya.

"jadi ibu mau menerima saya"nada suaranya terdengar tegas sekarang. Seperti bukan Zeid.

"tapi kan umur kita berbeda? kamu tidak apa?"

"hehehe, Rasul aja menikahi khadijah umurnya terpaut jauh. Mau ya, bu?"

Seperti wanita lainnya, dalam situasi seperti ini, kami tidak pernah berani untuk berkata “iya” lidah kami mendadak kelu, beku, atau seperti ditancap paku. Hanya anggukan kecil saja yang bisa kami berikan. Dan tahukah kalian? aku tidak pernah melihat wajah seberseri itu selama hidupku. Semoga saja wajah berseri itu juga yang akan terus ku lihat sepanjang sisa hidup ku.
**

Dalam balutan kesederhanaan, di temani sorak sorai kawan sekantor juga handai taulan. Resmi sudah label janda ku hilang. Ku tatap wajah bercahaya di samping ku. Ia semakin melebarkan senyumnya, membuat aku mencubit pipi sendiri. Ia lalu menertawai ku "ini bukan mimpi sayang, ini nyata" Aduh kapan ini tamu habisnya, tak sabar ingin di kecup oleh pelipur lara ku, keluhku dalam hati.

"ibu! Ibu! ayah datang ibu" ujar anakku sambil menarik-narik kebayaku. Aku langsung tersentak begitu melihat sosok itu mendekat. Sosok yang menghancurkan hidup ku. Bagaimana bisa dia keluar penjara secepat itu?

"aku tidak ingat pernah mengundang mu" kataku ketus, sementara laki-laki berewokan tak terurus yang menempelkan label janda padaku, tersenyum sinis. Tangannya seperti biasa, selalu dimasukan ke dalam saku jaket. 5 tahun aku dibuatnya sengsara, tak akan kubiarkan ia menghancurkan hidup ku lagi.

"gue memang gak diundang. 6 bulan gue nyariin lu, ketemu juga lu disini. Gue mau bayar hutang lu, plus bonusnya, nih"

Seketika mata ku berkunang-kunang, semua tiba-tiba menjadi berjalan lambat. Ku rasakan nyeri tak terperi di bagian perut. Saat kuraba, ada bercak darah di telapak tangan. Ada apa dengan perutku, ya Rabb? Meski pelan, sejenak aku mendengar Zeid memanggil namaku. Lalu semua menjadi gelap. Segelap-gelapnya gelap.
**

Saat kesadaran ku kembali, tiba-tiba banyak alat seperti selang masuk ke dalam mulutku. Susah sekali aku bernafas. Aku berbaring, dimana? ah, pasti di rumah sakit. Tangan ini, ini tangan siapa, yang menggenggam erat tangan ku. Aku paksa otakku untuk mengingat. Zeid, Ya ini pasti tangannya Zeid. Aku coba untuk menggerakan tangan Zeid. Ia kemudian terbangun, matanya sembap, di tangan yang lain ia pegang Al quran. Peci putih yang biasa ia kenakan saat solat, melingkar di kepalanya.

Banyak yang ingin aku tanyakan, tapi selang ini menghalangi ku. Akhirnya, aku hanya bisa memegang erat tangannya, sambil terus menatapnya. ya Allah, kenapa seperti ini. Kenapa aku harus melihat wajah orang yang baru saja aku putuskan untuk aku sayangi sepenuh jiwaku, terlihat murung seperti itu. Meski susah, aku coba menganggkat tanganku. Zeid mengerti. Ia dekatkan tanganku ke wajahnya. Maaf kan aku sayang, maaf kan aku.

Suara adzan pun terdengar, entah ini sudah masuk waktu sholat apa.

"udah solat belum?" meski menitikkan air mata, ia tetap bertanya dan tetap tersenyum padaku. Aku yang mengerti, menggeleng lemah. “Solat dulu yuk?”

ya Allah, kata-kata itu, kata-kata yang selalu aku rindukan, kini benar-benar keluar dari mulut sosok sandaran hidupku. Terima kasih ya Allah, Engkau Maha baik sekali.

Aku pun mengangguk pelan. Ia menggelar sejadah di samping kiri ku. Berucap takbir, sementara aku hanya bisa menggerakkan mata sebagai isyarat takbiratul ihram. Saat solat selasai, Zeid melipat sejadah, dan kembali duduk di sampingku. Ia mengecup tanganku, lalu mengecup mesra keningku. Membuat air mataku meleleh seketika.

Zeid kembali membaca Alquran sambil tangan kirinya memegang erat tanganku. Suaranya yang mengalun indah, membuat ku larut dalam bacaan tartilnya. Dan tiba-tiba di belakang suamiku, ada seseorang berserban putih. Ia memandang ku teduh dan tersenyum tulus. Ia menyentuh kepala ku, dan seketika dunia terasa menyempit, tapi aku masih sempat melihat Zeid disampingku.
Sampai jumpa Zeid.

Mess putra LAJ JAMBI 23 jan 2014

Rabu, 15 Januari 2014

Berubah

Aku, seperti manusia pada umumnya,
Punya segudang kekhilafan di masa lalu.
Tapi bukankah kehidupan akan terus berputar?
selalu akan ada masa depan,
yang layak diperjuangkan.

Aku terus belajar untuk memperbaiki diri.
Meski terkadang kealfaan kembali menelikung hati.

Tapi aku akan terus berusaha,
Walau dimata orang melihat aku berubah,
Seperti melihat unta masuk lubang jarum.
Tetap,
Seinchi pun itu tidak akan menyurutkan langkahku

Setidaknya,
Saat aku mati nanti,
Aku bisa tersenyum bangga dan berkata,
Ya Alloh,
Aku sudah berjuang keras untuk berubah.

Tak apa dunia menjauhiku,
Tak apa manusia jijik terhadapku,
Tak apa harta tak aku punyai
Asal Engkau selalu menyayangi ku,
Itu seperti melihat oase dikala berjalan di padang pasir.

Ijinkan Ya Alloh,
Tolong ijinkan,
Dalam sujud rapuh ku,
Ijinkan aku meninggal dalam keadaan baik.
Amiin,

Mess putra Laj Jambi, 15 jan 14

Selasa, 14 Januari 2014

Zen bolos sekolah

Namanya Zen, kelas 3 SD, umurnya ya umur kelas 3 SD. Zen itu suka banget makan mie, slogan nya adalah "tanpa mie, hariku hampa". Dan kalau Zen di masak mie. eh, mie nya Zen di masakin, itu wajib mie nya ganda campuran, alias mie yang dimasak harus dua dan berbeda rasa. Aneh. Saking sukanya makan mie, saat ramadhan, buka puasanya aja pake mie ganda campuran. Trus abis magrib dilanjut makan nasi sama lauk. Sahurnya? juga sama, makan nasi lauk, yang dilanjut makan mie ganda campuran. Alhasil di umurnya yang masih kelas 3 SD, celana ayahnya Zen yang berukuran 35, muat di pake Zen. Gembroottt.

Pagi-pagi Zen seperti biasa, setelah sarapan mie ganda campuran kesukaannya, Zen bersalaman sama ayah juga sama ibu nya untuk pergi sekolah. Sekolahnya Zen tidak jauh, kalau jalan kaki 2 kilo an lah. Tiba-tiba Zen dibisiki oleh setan.


Setan: Zen, ngapain sekolah, anggota Dewan aja sering pada bolos, apalagi Zen anak SD, bolos aja!
Zen : age dimarahin ayah kalau Zen bolos. Zen kan anak baik, rajin menabung, di warung.
Setan : yeelah, jangan di rumah atuh bolosnya, ngumpet di dapur aja ampe nanti siang. Sekalian makan mie
Zen : ah payah nih setan, kata ibu guru, dapur itu bagian dari rumah. Makanya kalau ikut Zen ke sekolah, sekali-kali dengerin ibu guru ngomong. Biar gak bodoh.
Setan : ini kenapa gue jadi dinasehatin, *ngomong dalam hati. Jadi mau bolos gak nih?
Zen : gak ah, Zen gak mau bolos, Zen mau main ke tempat paman aja
Setan : Zen koplaakk
Zen pun beneran bolos hari itu. Zen pergi dari rumah, berjalan ke arah sekolahnya. Tapi berbelok ke kanan saat bertemu tikungan. Ke arah wc umum. Zen lagi sakit perut soalnya.

Barulah kala hajatnya tersalurkan, Zen keluar dari WC. Tapi Zen bingung. Ko’ tiba-tiba banyak orang pingsan di depan pintu WC umum. Zen juga melihat kabut kuning keluar dari pintu WC tempat Zen berak. Zen gak peduli. Zen melanjutkan perjalanan ke rumah paman, sambil sesekali mengelap ingus yang keluar dari dua lubang hidungnya. Zen lagi pilek.

Zen sampai di rumah paman. Kebetulan rumahnya paman lagi di perbaiki. Perbaikan kecil sih, cuma ada lubang sebesar Ivan gunawan di atap. halah.

"Zen gak sekolah?" paman nanya saat melihat Zen datang ke rumahnya.
"gak paman, bu guru nya lagi kampanye calon legislatif, jadi gak ngajar hari ini" jawab Zen ngasal.

Mata Zen tiba-tiba berkilat penuh semangat. Dipandangnya lekat-lekat satu piring berisi pisang goreng tidak jauh dari tempat paman naik tangga untuk benerin atapnya. Zen langsung mengambil posisi ancang-ancang, kaki kanannya menoreh-noreh tanah. Saat peluit dibunyikan, Zen langsung tancap gas menyerbu pisang goreng di piring. Hupt, dengan kecepatan dua kunyahan per detik. Pisang goreng dalam piring ludes. Pamannya Zen hanya bisa menatap miris sambil geleng-geleng kepala. "padahal belum dicicip satu pun itu pisang gorengnya, Zen, Zen" Zen hanya asik saja menjilati tangannya dengan muka polos. euuuuurg!

Zen menemani paman benerin atapnya hingga jam 12 siang. Zen memutuskan untuk pulang. Jam segini memang jamnya anak sekolah pulang. Biar orang rumah gak curiga pikirnya.

Saat Zen hendak pulang, paman ngomong,
Paman : mau kemana Zen? mau pulang?
Zen : iya mang, age ayah nyari kalau Zen pulang telat.
Paman : mamang nitip surat ya Zen, buat ayah. Tunggu dulu bentar
si paman masuk ke dalam kamar, tidak berapa keluar lagi menyerahkan surat dalam amplop.
Paman : age jangan dibuka suratnya, ini kan amanah.
Zen : iyo, Zen ngerti. wani piro?
Paman : piro sableng aja lah
Zen : itu wiro mang! Zen pulang dulu lah mang, makasi pisang gorengnya
Paman : yo, hati-hati. jangan dibuka suratnya yo
Zen : iyo mang

Zen pun pulang ke rumahnya. Membuka pintu, dan saat bertemu ayahnya, Zen ngomong
Zen : ayah, ini ada surat dari paman
ayah : oh, tadi mampir ke rumah paman dulu sepulang sekolah?
Zen : iya yah,

Zen pun melengos pergi masuk ke dalam kamar. Mengganti baju, lalu terdengar teriakan dari ruang tamu.

"ZEEEENNNNNNN" teriak ayah lantang.
Zen yang mendengar, menghampiri ayahnya bingung.
"ada apa yah? dapet undian berhadiah ya?"
"bukan, kamu gak sekolah hari ini ya?" si ayah mulai menjewer telinga nya Zen. Zen meringis kesakitan. "ko ayah bisa tahu" ucap Zen dalam hati. Tak sengaja Zen melihat isi surat yang tergeletak di meja. Zen pun menepok jidat seketika. "alah, tau gitu, gak akan dikasi suratnya" ucap Zen agak berbisik. Tapi terdengar sama ayahnya, membuat jeweran di telinganya Zen bertambah. "Ampuunnnn yahhhh"

isi suratnya "pak muji, Zen gak sekolah hari ini. Seharian di rumah mamang"

mess putra LAJ JAMBI 14 Januari 2014

Senin, 13 Januari 2014

Day 3 in Medan: bertualang di Toba Samosir

Danau Toba dan Samosir
Meskipun tidur beralas karpet di masjid, mungkin karena capek kali yak seharian kemarin naik gunung, terus berkeliling di Alam lumbini, nekad turun naik hampir 1000 anak tangga di Sipiso-piso, tetap terasa nyenyak tidurnya. Dan Alhamdulillah nya, Alloh masih berkenan membangunkan gue sehingga tidak kebablasan tidurnya. Masih bisa lah solat magrib sama isya sekalian qiyamulail di sepertiga malam.

Saat mentari menyapa bumi dengan sinarnya, sebentar sekali sebelum akhirnya mendung bergantung menutupi langit. Tapi itu tidak mengurangi rasa kagum gue sama Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan danau yang katanya terbesar seAsia tenggara ini. Air nya jernih, memantulkan wajah-wajah penikmat pemandangan keren yang sedang berjejer di pinggiran danau. Jadi ini tho danau yang gue tau pertama kali saat kelas 4 SD itu. Okeh kawan, mari kita abadikan momen bersejarah ini.

danau toba pagi-pagi, dari pangururan

entah ini bangunan apa

paling suka kalo difoto lagi kaya gini, 

masjid al hasanah, mesjid kita nginap semalam.

Danau Toba, terletak di ketinggian 1995 mdpl dengan panjang 100 km dan lebar 30 km. Menurut tim peneliti dari Michigan Technological university, yaitu Bill Rose dan Craig Chesner, menyampaikan bahwa sekitar 74.000 tahun lalu di daerah Sumatera utara ini terjadi letusan supervolcano (gunung berapi super) yang memuntahkan ribuan kubik bebatuan dan abu vulcanik hingga bekas letusannya membentuk kaldera atau lubang kawah menganga. Kaldera itu kemudian terisi air dan menyisakan satu daratan tepat di tengahnya akibat tekanan ke atas oleh magma. Kaldera berisi air itu adalah danau Toba, sedangkan daratan di tengah danau disebut pulau Samosir. Diperkirakan, abu vulkanik yang termuntahkan terbawa angin selama 2 minggu hingga sampai ke daratan Afrika bahkan terekam sampai ke wilayah Kutub utara (http://blog-Samosir.blogspot.com/2011/08/sejarah-terbentuknya-Samosir.html)

Terlepas dari penelitian ilmiah mengenai terbentuknya danau Toba dan pulau Samosir, berkembang juga cerita rakyat mengenai danau kebanggaan orang Sumatera Utara ini. Berawal dari laki-laki bernama Toba, yang menikahi perempuan jelmaan dari ikan. Mereka melahirkan anak bernama Samosir. Sebelum menikah, si Toba bersumpah tidak akan mencaci anak nya kelak dengan sebutan anak ikan. Lalu saat anaknya lahir, karena Samosir sangat bandel, tak sengaja si Toba memaki Samosir dengan sebutan anak ikan. Sang perempuan jelmaan ikan tadi marah dan memanggil hujan badai petir hingga terisi lah perkampungan si Toba oleh air. lama kelamaan genangan air terus meluas yang membentuk danau. Sementara Samosir berlindung disebuah bukit. Dinamakan lah danau tersebut sebagai danau Toba, dan bukit tempat Samosir berlindung ditengahnya dinamakan juga Samosir.

Berbicara mengenai danau Toba dan Samosir, erat kaitannya dengan orang-orang batak. Ada juga penelitian menarik yang dilakukan oleh Dr Bungaran Antonius simanjuntak, guru besar sosio-antropologi Unimed. Dalam makalahnya ia mengatakan bahwa nenek moyang orang batak berasal dari ras Mongolia, suku mansyuria (Manchuria) yang hidup di daerah utara Tibet. Sekitar 7000 tahun lalu, mereka diusir oleh kaum Barbar Tarta, hingga bermigrasi ke pegenungan Tibet melalui Cina. Mereka kemudian turun ke utara Burma yang berbatasan dengan Thailand, lalu berjalan ke Kamboja. Karena masih terus di kejar, perjalanan dilanjutkan ke Indocina, Philiphina, lalu ke Sulawesi utara, atau Toraja. Dari sini, mereka berlayar ke arah Lampung, dan akhirnya ke Pusuk buhit, danau Toba. Lengkapnya bisa di lihat di http://m.kompasiana.com/post/read/550531/3/nenek-moyang-bangso-batak-dari-suku-mansyuria-manchuria

Jembatan Tano ponggol
Ba’da bermeditasi sejenak tadi di pinggiran danau Toba, kami siap berpetualang di pulau Samosir ini, meski sekarang gerimis mulai turun. Di sekitar masjid, kehidupan pagi warga pulau Samosir mulai menggeliat. Karena kecamatan Pangururan adalah kotanya pulau Samosir, banyak Betor-betor berpenumpang orang batak berlalu lalang di jalan-jalan. Gue perhatikan, kalau wajah orang batak asli, sepertinya punya dasar cetakan yang sama. Mudah banget dikenali dan hampir sama wajahnya. Lu juga kalau udah sering lihat wajah orang batak, tiba-tiba saja bisa ahli menebak kalau dia itu orang batak, dimanapun mereka berada. Karena sangat khas sekali wajah mereka. Bingung gue bagaimana cara mendeskripsikan wajah mereka. Pokoknya gitu lah. haha

Baiklah, setelah sarapan nasi uduk (ada pula di Samosir nasi uduk) tujuan pertama kita adalah jembatan Tano ponggol. Kesan pertama saat gue berdiri di Jembatan yang dibangun secara kerja paksa ketika nenek-nenek kita masih di jajah Belanda, sekitar tahun 1900, rasanya biasa aja. Nothing special. Hanya ada jembatan beraspal sepanjang 20an meter dengan pagar besi bercat kuning dipinggirannya. Pun tidak ada plang atau papan penunjuk yang bertuliskan bahwa ini adalah jembatan bersejarah itu.

Tahukan kalian bahwa dahulu, pulau Samosir dan pulau Sumatera masih menyambung. Dan oleh perintah ratu Willhelmina, digali lah tanah yang menyambung kan kedua pulau tadi sepanjang 1,5 km dari ujung lokasi tahur sampai sitanggang bau. Pada tahun 1913, diresmikanlah jembatan Tano ponggol oleh ratu Willhelmina. Resmi pula pulau Samosir di talak tiga oleh pulau sumatera.
di jembatan tano ponggol

tunggu saya ibu, di kanal jembatan tano ponggol. 

Dari jembatan Tano ponggol, kami melaju memasuki perbukitan kapur di pulau Sumatera untuk melihat danau Toba dari ketinggian. Jadi sebenarnya, untuk masuk ke pulau Samosir ada tiga jalur. Bisa melewati Parapat dan menyeberang menggunakan kapal ferry besar dari dermaga Ajibata ke Tomok. Atau juga dari Tigaras Parapat menggunakan kapal ferri kecil ke dermaga Simanindo. Tapi kalau ndak mau menyeberangi danau Toba menggunakan kapal ferry, bisa memutari danau Toba dari Parapat ke Sidikalang, lalu ke Hariantoho dan menyebrangi jembatan Tano ponggol.

perbukitan kapur, ini fotonya lagi pada musuhan yak? jauh-jauh gitu

danau toba dan tambak ikan nelayan

perbukitan mirip di semeru dulu

Kemewahan makam batak dan mata pencahariannya
Ada satu kekontrasan yang gue lihat dari sepanjang berkendara dari Tano ponggol ke arah Simanindo. Yaitu kemewahan makam-makam batak dan sawah yang terhampar di sekelilingnya. Biasanya, makam orang batak dibuat ada yang berbentuk persegi panjang setinggi lebih dari 3 meter, dengan salib besar berdiri diatasnya. Atau juga dibuat membentuk tugu menjulang lebih dari 10 meter. Semakin mewah suatu makam, semakin bangga orang yang bermarga sama dengan orang yang meninggal dalam makam tersebut. Karena biasanya orang yang dibuatkan makam atau tugu tinggi-tinggi seperti itu, adalah orang yang dikenal sukses dan berwatak baik.

Seperti tugu yang kami lihat di kanan jalan menuju Simanindo milik keluarga bermarga Manihuruk. Orang yang dimakamkan disitu adalah letjen (pur) Arsinius Elias Manihuruk. Ia adalah seorang batak rantau yang tinggal di Jakarta dan terkenal bersosok pekerja keras tanpa pamrih, suka menolong dalam batas kemampuannya dan menguasai bidang administrasi dan perencanaan strategi. Meski meninggal di Jakarta, orang batak juga terkenal tidak pernah melupakan kampung halaman. Argado bona ni pinasa, betapa pentingnya kampung halaman. Orang sukses tidak pernah melupakan bona pasogit atau kampung halamannya.
makam batak

tugu plus makam AE Manihuruk

Makam Hutabolon di depan museum Simanindo

Kalau biasanya yang membangun makam atau tugu mewah adalah batak rantau yang sukses, lalu bagaimana dengan batak yang tinggal di bona pasogit? Yang gue amati, rata-rata di pulau Samosir ini adalah para petani mata pencaharian penduduknya. Seperti di daerah lain, disini juga para pemudanya lebih tertarik merantau dan memperbaiki nasib ke tanah orang daripada melanjutkan pekerjaan orang tua sebagai petani.
Jadi memang, potensi pertanian, maupun wisata di pulau Samosir ini belum terlalu maksimal di manfaatkan. 

persawahan milik petani samosir

Contoh, kalau kalian lihat ada bukit di sebelah kanan jalan dari Simanindo ke Tomok, ada satu air terjun tinggi yang mengalir diantara tebing-tebing bukit itu. Nah, tepat dibelakang bukit itu, ada perkampungan yang jarang terjamah dan belum ada listrik bernama desa Partungkoan (tidak ada listrik adalah bukti belum ada perhatian pemerintah). Katanya Samosir yang benar-benar Samosir ya di desa itulah. View disana banyak yang keren-keren. Treknya jelas pasti susah dan harus jalan kaki. Kapan ya gue bisa kesini?

diantara tebing perbukitan itu, ada air terjun dan belakangnya ada desa Partungkoan

Di sepanjang perjalanan juga, banyak rumah-rumah Bolon atau rumah adat orang batak Toba. Kalau di Karo, ada namanya rumah batak Si Waluh Jabu, yang artinya rumah untuk delapan keluarga. Gue perhatikan sih atapnya mirip bagonjong rumah adat Minangkabau. Tapi kalau rumah adat Minangkabau, di ujung bagonjongnya lebih runcing dan dipasangi besi. Sedangkan atap rumah Bolon lebih lebar.  

Okelah, terlepas dari semua kekontrasan yang ada, mari kita menikmati desir angin danau Toba di dermaga Simanindo. Kamera keluarkan cuy!

rumah bolon yang masih di huni warga, di sepanjang perjalanan banyak


kafal ferrry di dermaga Simanindo,

we are! di dermaga Simanindo

bang yudi sama Ahaddin lagi main loncat-loncatan

sarung men!

Boneka Sigale-gale dan makam raja Sidabutar
50 meter sebelum masuk ke dermaga Simanindo, ada museum Hutabolon. Terdapat di dusun Hutabolon kecamatan Simanindo. Katanya ada bermacam-macam benda kuno, rumah adat batak bolon serta makam Hutabolon di areal musem ini. Tapi sayangnya, kita tidak jadi masuk ke museum yang ini. Entah kemaren alasannya apa, lupa. Jadi kemana kita selanjutnya? Ke objek wisata makam raja Sidabutar di Tomok, sekitar 20 km dari Simanindo.

Terlebih dahulu, kita harus memasuki pusat souvenir di kiri kanan jalan sebelum akhirnya masuk ke areal objek wisata makam Sidabutar Tomok. Mau nyari oleh-oleh, tapi nanti ajalah pas pulangnya. Eh, si bang Ugie udah belanja aja ngeborong pulpen murah dari bambu. Si abang ini memang doyan banget belanja, apalagi kalau berbau souvenir, murah dan berdiskon. So pasti kaya anak hilang dah keluyuran sendirian. Minta gue pulpennya satu bang. Deuh!

pusat souvenir di Tomok

Plang objek wisata Tomok

Makam, seharusnya berkonotasi dengan sesuatu yang menyeramkan. Tapi makam disini kan beda sama makam dijawa sana. Gundukan Tanah merah dengan nisan kayu menyembul diatasnya. Lha makam yang sudah berusia 200 tahun ini mah terbuat dari batu utuh tanpa persambungan yang kemudian di pahat membentuk persegi panjang. Malah bikin gue pengen numpak di atas batunya. Hehe. Oya Sidabutar, adalah orang pertama yang menginjakan pulau Samosir. Hemz!

Di areal ini juga ada 1 rumah Bolon beratap ijuk milik T. Sidabutar, dan 3 rumah bolon beratap seng milik Drs Sidjabat. Baru tahu saya kalau yang mengelola objek budaya di Samosir bukan lah Pemda, tapi keturunan keluarga marga yang menjadi warisan turun temurun.

Di depan rumah bolon ijuk milik T. Sidabutar, terdapat satu boneka dari kayu nangka berpakaian hitam lengkap dengan ikat kepala dan selembar ulos terpasang di pundaknya. Saat gondang (gendang batak) bertabuh mengalun dari kaset tape, saat itu pula si boneka bergerak sendiri menari tor-tor. Terkenal lah nama boneka itu dengan sebutan boneka Sigale-gale atau dalam bahasa batak berarti “silemas-lemas”.

 rumah bolon

Ayu dan sigale-gale, semoga jadi keluarga Samara yak? eh

 we are, di depan rumah bolon objek wisata Tomok

depan losung (lesung) bukan ini sih?

ujan boo! dipakein dulu jas ujannya yak sigale-galenya

Banyak cerita misits mengiringi boneka yang katanya sudah 350 tahun kisahnya berkembang di benak masyarakat ini. Sama kaya lama waktu kita di jajah Belanda yak. Dulu, hidup raja bernama Si Raja Rahat, punya anak tunggal bernama Si Raja Manggale. Ada yang bilang, Si Raja Manggale ikut berperang bersama ayahnya dan tewas dibunuh musuh. Ada juga yang bilang Si Raja Manggale tiba-tiba sakit keras hingga menyebabkan kematian. Si Raja Rahat sedih akibat kematian anak semata wayangnya hingga menyebabkan sang raja jatuh sakit. 

Untuk mengobati sang raja, dibuat lah satu boneka yang menyerupai wajah Si Raja Manggale, terbuat dari kayu nangka dan ingul hutan. Dipanggil juga dukun yang dapat memanggil arwah Si Raja Manggale dan memasukannya ke dalam boneka. Saat gondang bertabuh, dengan mantra-mantra dan sesaji ritual yang dipimpin oleh dukun tadi, tiba-tiba saja si boneka bergerak menari-nari sendiri. Sang raja yang melihat senang bukan kepalang. Kesehatannya berangsur pulih. Lengkapnya cek disini aja http://www.lenteratimur.com/teka-teki-sigale-gale/

Tapi sayangnya, kita tidak bisa melihat pertunjukan sang boneka menari-nari. Selain hujan yang menderas, agak malas kami bayar 80 ribu hanya untuk menonton boneka kayu bergerak sendiri, hemat, liat di youtube aja dah. Hehe. Sip, time to hunting souvenir. Gue Cuma beli baju kemeja kaos bertuliskan danau Toba seharga 35ribu, yang lain entah beli apa aja.

nonstop belanja ya bang Ugie, mumpung masih di Samosir

Lagu Fatin, lagu pengiring pulang, penyimpan kenangan
selalu kupikir bahwa aku tegar
aku tak pernah menyangka kan begini
dan saat engkau tak di sisiku lagi
baru kurasakan arti kehilangan

ingin kubicara, hasrat mengungkapkan
masih pantaskah ku bersamamu
tuk lalui hitam putih hidup ini

saat engkau pergi, tak kau bawa hati
dan tak ada lagi yang tersisa …
dia … dia … dia … tlah mencuri hatiku …

Dari awal kunci mobil dicolokin di kota Medan kemarin, sampai sekarang di hari ketiga, lagu nya Fatin yang judulnya “dia dia dia” selalu mengalir deras dari audionya mobil carteran kita. Kadang silih berganti juga dengan yang judulnya “jangan kau bohong”. Saking seringnya gue denger itu dua lagu, gue ampe hapal beberapa potongan liriknya. Gara-gara Ali sama Ahaddin nih. Tapi yang jelas, saat gue kembali mendengar dua lagu itu, secara otomatis rasa suasana bareng bocah-bocah dalam mobil langsung meledak memenuhi ruang pikiran, bahkan bisa kembali dirasa oleh panca indra. Halah ini kenapa jadi Kangen kalian.

Jam 1 siang, kapal ferry mulai menyebrangi danau Toba dari Tomok ke Ajibata Parapat. Ditemani anak-anak yang demi uang seribuan rela bertelanjang dan loncat ke danau dari dek kapal ferry, kami lalu melajukan mobil ke arah Pematang siantar untuk pulang kembali ke kota Medan. Belum cukup sebenarnya sehari menjelajahi pulau Samosir kalau mau sampai ke pedalaman-pedalamannya. Tapi apa daya waktu membatasi. Mari kita pulang kawan.

sambil dengerin lagunya Fatin di dalam mobil.

suasana kapal ferry, lantai nya terbuat dari kayu, mungkin udah lama belum diganti, banyak bolong-bolongnya.

demi uang ribuan, loncaaat!

Nyampe di secret PII malem-malem. Lupa jam berapa nyampenya. Setelah solat, makan, istirahat, nyok kembali mencharge semangat dan tenaga untuk menjelajah kota Medan esok lusa. Masih ada 3 hari lagi jatah jalan-jalan gue.

Fiuuhh, mau tau wajah kota Medan yang sebenarnya kaya gimana? simak terus cerita perjalanannya yak kakaks.
Wassalam,

Mess putra LAJ JAMBI 12 Januari 2014

Kamis, 09 Januari 2014

Menikmati proses


Okeh, akhir-akhir ini sepertinya banyak yang aneh terjadi dalam diri. Dari mulai keanehan karena minum madu tiap hari, sampe pikiran dan perasaan yang tidak jelas mikirin apa. Tiba-tiba saja menjadi banyak hal yang dipikirkan. Pun tingkat kesabaran gue stoknya semakin menipis.

Ya ya, gue memang kalau sudah pengin sesuatu, pasti yang namanya kesabaran selalu menjadi kelemahan (katanya si karakter golongan darah O kaya gitu, entah). Dan always, kabayang terus tuh sesuatu yang gue inginkan ntu. Sering kebawa mimpi malah. Gue sadar kalau ini adalah sesuatu yang salah.

Lalu gue pun menyendiri di sepinya hutan. Merunut satu-satu, sebenaranya apa yang gue pikirkan ini. sesuatu yang penting kah? Tak lupa gue juga bertanya pada Tuhan, melalui Alquran dan buku-buku Hadis. Yang intinya, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan gue itu, bermuara pada satu titik bernama ‘tujuan hidup’.

Jadi apa tujuan hidup lu?

emm, apa ya, right! Tujuan hidup gue adalah meninggal dalam keadaan disayangi oleh Tuhan gue, Alloh Ta'ala.

Kenapa harus disayangi oleh Alloh?

Karena kehidupan mempunnyai tahap akhir. Masuk neraka kah? (naudzubillah min dzalik) atau surga kah? (kabulkan ya Rabb). Kita masuk surga itu karena kasih sayang Alloh, bukan karena ibadah kita yang mungkin dimata manusia terlihat banyak, juga bukan karena sedekah kita yang melimpah, bukan. Karena kita melakukan sesuatu dan Alloh meridhai itu. Jika Alloh sudah ridha, maka ia akan menyayangi kita, dan jika ia sudah sayang, maka surga adalah balasan kita.

Tapi sebaliknya, kita masuk neraka, itu karena perbuatan kita. Alloh sudah menggariskan peraturan yang disampaikan lewat Rasulnya untuk kita patuhi. Selalu ada dua pilihan, patuh atau melanggar. Dan mereka-mereka yang masuk neraka adalah mereka yang melanggar. Baik sedikit maupun banyak. Tapi inti tulisan ini, bukan mengenai itu.

Gue sudah punya tujuan hidup. Dan untuk mencapai tujuan hidup gue itu, diperlukan lah sebuah proses, gak instan seperti mie instan. Nah, yang salah dari diri gue, adalah gue lupa untuk menikmati seluruh proses kehidupan itu. Sehingga dalam pencapaian tujuan hidup, prosesnya menjadi terasa hambar, garing, pokoknya hampa dah.

Kenapa gue bisa seperti itu? karena gue memisahkan tujuan akhir dengan proses hidup itu sendiri. Tujuan akhir hanya sebatas tujuan doang. Bukan sesuatu yang menjadi tolak ukur dari seluruh proses hidup. Intinya gue melakukan proses hidup tanpa melibatkan tujuan akhir. Bingung?

Contoh, gue pengen banget punya hape windows phone. Saking tidak sabarannya, mimpi pun sampe dibawa-bawa tuh hape. Sehingga proses untuk punya hape itu pun menjadi tidak menyenangkan. Kenapa? Karena gue terlalu focus pada keinginan punya hape windows phone itu, lupa bahwa keinginan apapun, ujungnya harus bermuara pada tujuan akhir.

Sekarang mari kita rubah cara berpikir kita. Okeh, sudah sifat manusia ingin terhadap sesuatu. Tapi kan ada parameter ukurnya. Apakah punya hape windows phone tadi menunjang terhadap tujuan hidup gue? kalau misalnya menunjang (baca: hape gue sebelumnya mati total, gue bisa denger tausiyah atau murotal di hape, baca quran, mencari ilmu di internet, tidak nyasar saat jalan-jalan karena ada googlemaps, dll) maka muncul pertanyaan selanjutnya. Urgent kah? atau bisa santai? lalu setelah itu, apakah proses yang harus dilewati untuk mendapat hape itu? nabung tentunya kalau uangnya kurang, lalu pasang target kapan uangnya harus terkumpul. Nah, ternyata mudah kan. Tidak perlu susah tidur gara-gara terus mikirin hapenya. Kita hanya perlu melewati proses dengan cara nabung setiap minggu, lalu diakhir bulan bisa kebeli itu hape. Thats easy man!

contoh lain, kepengin cepet-cepet nikah. Ini kenapa gue bahas tema ini? Bodo ah! sekalian nasehatin diri ceritanya. hehe, baiklah.
Lagi-lagi saking tidak sabarannya, seluruh proses pra maupun pasca pernikahan sering kebawa mimpi. Banyak ngekhayal yang belum jelas, tiba-tiba bingung cara ngelamar gimana, ngapalin ijab qabul dari sekarang, menyiapkan beberapa kombinasi nama untuk anak, bikin rumah akan seperti apa, jalan-jalan nanti akan kemana sampe kepikiran bagaimana rasanya punya cucu. Halah. calon aja belum punya. Ini mikirnya udah kejauhan banget. Tapi namanya juga manusia, penuh dengan keinginan dan kekhilafan.

Makanya gue belajar untuk merubah cara berpikir. Apakah keinginan nikah gue ini menunjang tujuan hidup gue? absolutely yes! lalu apakah sifatnya urgent atau bisa santai? melihat gejolak kemaksiatan dimana-dimana, maka boleh lah gue bilang nikah itu very very urgent, hehe (pembenaran atau kebenaran nih?) lalu apa proses-proses yang harus dilewati untuk masuk ke jenjang pernikahan? emm, banyak. Tapi yang pertama dan yang paling utama, adalah memperbaiki diri dulu. Kalau lu pengen dapat yang baik, ya lu juga harus jadi orang baik. Simpel. Selanjutnya adalah menambah wawasan keislaman, menambah pundi-pundi biaya nikah, memasang target kapan harus nikah, meyakinkan orang tua, dan ya, memilih calonnya. Bisa minta tolong orang tua, murobbi, kenalan ustad, kawan dekat, atau siapa pun yang kira-kira bisa diandalkan. Kalau sudah yakin dengan pilihan, tinggal melamar, tentukan tanggal. dan yeah, finally, separuh agama pun, lengkap sudah. Tapi ingat. Muara dari seluruh keinginan hidup, adalah tujuan hidup.

lalu bagaimana cara menikmati proses-proses itu

Pertama lu ingat terus tujuan hidup lu apa. Jadikan ia sebagai parameter untuk apapun keinginan hidup lu. Taro 5 cm depan mata, jadi kebayang terus dah. Kedua jangan banyak mengeluh. Kalaupun mau mengeluh, mengeluhlah pada Tuhan. Ketiga banyak bersabar. Puasa dan naik gunung, ampuh tuh menambah stok kesabaran kita. Selanjutnya selalu tersenyum. Orang gak demen sama orang yang bertampang kusut. Dan yang terpenting, bertawakal dan perbanyak mengingat Alloh dalam keadaan lapang maupun sempit. Hatipun insy Alloh akan menjadi tenang. Ceria terus bawaannya nanti.

Inilah yang sedang gue coba kerjakan. Menikmati seluruh proses kehidupan untuk mencapai tujuan hidup gue. Sepayah apapun ceritanya, semenyakitkan apapun rasanya. Selama Alloh dan Rasulnya menjadi pegangan. Semua akan terasa nikmat. Insy Alloh.

semoga bermanfaat,
wassalam,
mess putra LAJ Jambi, 8 Januari 2014

Minggu, 05 Januari 2014

Day 2 in Medan: 2094 mdpl, pagoda terbesar seIndonesia, air terjun macam di Film ‘UP’

Gunung Sibayak 2094 mdpl
Yeah, Alhamdulillah Alloh berbaik hati menghentikan hujannya di pagi hari ini. Seperti rencana semula, jam 2 dini hari, yaitu sekarang, kita akan mendaki gunung Sibayak yang berketinggian 2094 meter di atas permukaan laut. Sebelumnya, mari kita cek personil, cek peralatan, dan cek apakah gue tidak sedang bermimpi kan? Setelah absen berbulan-bulan, gak nyangka gue bakal menghirup bau tanah dari sebuah puncak penaklukan, menikmati pesona matahari terbit yang selalu menjadi motivasi penguat ayunan langkah, menggenggam lengan kawan yang membersamai setiap desah nafas pendakian, dan yang terpenting gue akan menempa kembali perisai kesabaran gue. Tsahhh.

Gunung Sibayak terletak di dataran tinggi Karo, kabupaten Karo Sumatera Utara. Termasuk juga ke dalam kawasan lindung Bukit Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Sibayak, menurut bahasa Karo berarti raja. Jadi biasa dipanggil gunung Raja. Dulu, katanya ada 5 sibayak disini. Ada sibayak Lingga (asal marga karo-karo sinulingga), sibayak Sarinembah (asal mula marga sembiring milala), sibayak Suka (asal marga ginting suka), sibayak Barus jahe (asal marga karo-karo barus) dan sibayak Kutabuluh (asal marga prangin angin)

Kenapa dilakukan pendakian malam? Karena menurut Ahaddin, kawan yang sudah berkali-kali mendaki gunung tetangganya gunung Sinabung ini, hanya memerlukan waktu tempuh 3-4 jam. Trek yang akan kami tempuh adalah trek dari desa Semangat gunung atau desa Raja berneh. Yang ada pemandian air panas belerang Sidebuk-debuk itu lho. Ada juga trek lain sebenarnya dari kota Berastagi. Yaitu jalur 54 di kawasan Tongkoh atau bakaran Jagung (gak ngerti gue kenapa disebut jalur 54 dan ada daerah bakaran jagung?). Biasa juga dikenal dengan jalur aqua karena ada pabrik air minum kemasan aqua disana. Katanya trek jalur ini lebih curam dan terjal, biasa digunakan diklatsar mapala Sumut. Satu lagi jalur Jaranguda, sekitar 1.5 km dari kota berastagi. Naiknya dari belakang bukit Gundaling. 

Tepat jam 2 dini hari, kami bertujuh, berbalut jaket dan sarung tangan, melangkahkan kaki melewati gerbang Pertamina geothermal. Lalu ditemani suara uap gas yang terus berembus dari dalam sumur panas bumi, kami terus berjalan sekitar 100 meter ke arah PT Dizamatra powerindo. Oya, Ali tidak ikut mendaki. Supir utama dia broh, harus terjaga selalu kesehatannya.
we are! depan plang pemandian sibayak sebelum nanjak

Gerbang awal kita, adalah kuburan cina tepat di samping bangunan PT Dizamatra itu. Sempat terlintas imaginasi dalam benak saat melewati kuburan kotak dengan aksara cina memenuhi nisannya ini. Bakal muncul tidak ya vampire macam di film-film cina yang waktu SD sering gue tonton sepulang sekolah. Itu lho yang loncat-loncat memakai gamis hitam, peci merah biasanya, terus kalau ditempelin kertas mantra di jidatnya pasti langsung berhenti bergerak. Tapi untungnya gue kan vampire juga. Seguru seilmu tidak boleh saling mengganggu. Oke pir? Apa sih.

Dari kuburan cina, melewati hutan bambu yang sangat rimbun. Payahnya udah tau trek malam, yang bawa senter cuma dua orang. Pie iki? Untungnya treknya tidak terlalu susah, dan seperti ada bekas rangka tangga beton dijalurnya, lumayan memudahkan cari pijakan. Tapi tetap harus hati, di samping hutan bambu ada jurang.

Gerimis mulai turun, membuat trek tanah plus akar juga tangga rusak ini semakin licin. Terkilirlah kaki nya Nazwa akibat salah mencari pijakan. Pake sepatu balet sih dia. Perjalanan pun lebih banyak istirahat.

Dari hutan bambu, melewati rimbunnya pepohonan yang entah gue gak tau jenisnya. Disini posisi mulai diperhatikan. Biasanya rasa lelah rawan disini. Jadi kalau ada yang jatuh misalnya, bisa langsung ketahuan. Paling depan ada Ahaddin (si pencari jalan, juga yang bawa tas berisi makanan), terus Ayu (pernah naik sinabung mbak ini, jadi wanita kuat juga rupanya), bang Ugie (pertama kali naik gunung rupanya), Nazwa (kasian kakinya masih terkilir), bang Yudi (tapi tenang ada bang yudi yang siap membantu), ipeh (tukang naik gunung, aman lah dia. Kayaknya) dan gue (kalau gak didepan, gue biasa di belakang). Dan bagusnya, setelah dipijit-pijit, kaki Nazwa tidak terlalu sakit lagi katanya. Jadi jam 3.30 sudah bisa sampai di batas vegetasi.

Dari sini, treknya mulai terlihat gila sepertinya. Bebatuan besar dan jalan terjal dengan kemiringan lebih dari 45 derajat langsung tersodor di depan mata. Ini mah alamat bakal rangkak merangkak. Tapi saat gue membalikan badan, hamparan kerlip lampu kota Medan, sejenak melupakan gue dari rasa mules perut. 10 detik kemudian, semilir angin yang makin kencang berhembus membuat rasa ini harus dituntaskan. Tissue basah mana tissue basah?
trek nya berbatu, licin, terjal

Setengah jam kemudian trek berganti dengan jalan terjal berkerikil sekarang. Alhamdulillahnya tidak seperti gunung selamet dan Guntur yang treknya lebih banyak berpasir. Jadi pijakan tidak terlalu susah lah. Tapi tetap harus hati-hati. Udara dingin terus menghantam mengingatkan gue pengalaman di Semeru dulu. Dan benar saja, sama kaya di Semeru, Ipeh kembali menggigil kedinginan. Untung gue pake jaket dobel dan treknya tinggal belasan meter lagi.

Sekitar jam 5 pagi, sampailah kami di puncak pertama gunung Sibayak. Saat gue cek altimeter di hape, ketinggiannya hanya 2022 meter. Puncak kedua atau puncak tertinggi yang disebut puncak ‘takal kuda’ masih harus mendaki beberapa ratus meter lagi ke arah timur. Tapi melihat gerimis yang belum juga mereda, kondisi kawan yang sudah basah dan kedinginan, cukup sampai disini saja pendakian gunung Sibayak. Oke keluarkan peralatan, din!

Aih, koplaknya Ahaddin lupa masukin panci dan kaleng buat masak ke dalam tas. Jadi yang ada cuma minyak tanah sebotol 600 ml, 2 kaleng bekas pocari sweat, kapas dan pop mie. Mikir gue bagaimana caranya bisa dapat air panas untuk menyeduh popmie nya, juga bikin perapian untuk menghangatkan badan.
Lalu gue ingat pengalaman waktu SMA saat ngecamp bareng kawan di danau Citiis Garut dulu. Gue ambil botol aqua 600 ml yang penuh dengan air. Harus penuh ampe tutup botol ya, tidak boleh kurang. Si Ahaddin tak suruh bikin perapian dari kapas yang disimpan di kaleng pocari yang sudah di bagi dua dan dilumeri minyak tanah. Dibakarlah botol aqua tadi diatas perapian dadakan yang dibuat ahaddin. Tapi karena api kurang besar, gak panas-panas nanti airnya. Ditambahlah jumlah kapas yang dilumeri minyak tanah di sekeliling kaleng perapian. Blub, semua kapas terbakar, membakar botol aqua berisi air, dan tenengg! Air pun menjadi panas tanpa sedikitpun botol meleleh. Mari kita seduh pop mie nya!
panasin air dengan cara bakar botolnya

sambil manasin air, ngehangatin badan juga bisa

Jam setengah enam, walau dingin terus menusuk kulit, gerimis tiada berhenti membasahkan wajah dan pakaian, kewajiban tetap adalah kewajiban. Beralas tanah puncak Sibayak, kami pun menghambakan diri menuntaskan satu tugas yang menjadi tiang agama kami. Kerdil sekali kami ini dihadapan Mu ya Rabb.

Langit mulai terlihat terang, tapi mendung masih menggelayut menutupi matahari terbit yang gagal kami lihat. Tidak gagal, masih ada kawah seluas 4 ha dengan asap putih membubung dari salah satu lubang kawah menjadi pesona tersendiri dari puncak gunung Sibayak ini. Apalagi suara asap nya terdengar seperti suara pesawat lepas landas.
solat dulu atuh

puncak takal kuda

kawah sibayak

bang yudi, bendera PII, Ahaddin

saking dinginnya, nazwa pun berlindung di balik bebatuan


Jam 6 pagi, kami pun memutuskan untuk turun, dengan jalur yang berbeda tertunya. Pertama kita harus menuruni kawah terlebih dahulu, hingga sampai ke batas vegetasi. Jalannya lebih landai dari awal kita naik. Setelah melewati kawah yang menurut gue mirip banget sama kawah papandayan di Garut, bertemu lah kami dengan jalan yang sudah diberi tangga beton. Lebih gampang ini jalannya tho. Satu jam setengah kemudian, kami sampai di bekas sumur pertamina geothermal yang sudah ada jalan beraspal. Tak pikir dari jalan aspal ke sidebuk-sidebuk dekat. Rupanya masih harus jalan kaki 2 jam lagi. Dengan ditemani hutan kawasan lindung Tahuran bukit barisan serta perkebunan sayuran milik warga di kiri kanan jalan, barulah kami bisa merasakan nikmatnya berendam di pemandian air panas belerang sidebuk-debuk. Kaki pegal pun tidak terasa lagi. Fiuhhh!
mirip di papandayan treknya

corak lumpurnya bagus

trek pulang udah ada tangganya, gampang

di batas vegetasi

bekas sumur pertamina geothermal dan jalan aspal

kalo nemu ini belok kiri yak, jangan lurus

capek tidak menyurutkan untuk bernarsis ria

jalan berpipa milik pertamina geothermal

Ba’da berendam, mandi, ganti baju, bayar biaya pemandian sidebuk-debuk (Rp 3000 kalau mandi di tempat umum. Untuk kolam vip, bayar 50ribu/ kolam seluas 4x4meter, sewa celana pendek 5000 untuk dua celana) perjalanan pun dilanjutkan menuju destinasi selanjutnya. Untungnya, sang supir always onfire, bisa lah kami tidur sejenak dalam mobil ya pak Ali.
berendem nyok!
Replika pagoda Shwedagon Myanmar
Tujuan kami selanjutnya, adalah pagoda yang terbesar kedua se Asia yang berada di desa Tongkoh, kecamatan Dolatrayat, kabupaten Karo Sumut. Kalau dari sidebuk-debuk mungkin sekitar 1 jam kurang.

Kesan pertama saat kami datang, parkiran nya luas, wadah sampahnya rapih, udaranya sejuk, plus terlihat kekontrasan antara kemegahan sebuah bangunan berwarna kuning mencolok dan kebun sayur di sekelilingnya. Okeh sejauh ini pagodanya orang Budha ini mulai menarik mata untuk menengok lebih jauh. Saat kami masuk ke areal wisata religi Taman Alam Lumbini ini, bapak satpam menyapa kami dan menyodorkan buku tamu yang harus kami isi. “baik, silahkan masuk” ucap nya santai. So? Gretong nih? Okeh, semakin menarik rasaku.
makan siang di parkiran Taman Alam Lumbini pun jadi

mencolok banget kan pagodanya

 Bicara mengenai pagoda agama Budha atau disebut juga Taman alam Lumbini, menurut Wikipedia, kata ‘lumbini’ berasal dari bahasa sansakerta yang artinya ‘yang indah’. Taman lumbini pertama kali ada di Negara asal Budha pertama berdiri, Negara Nepal. Adalah ratu Mayadevi yang membangun taman Lumbini dan menjadikan nya sebagai tempat kelahiran sang pendiri ajaran Budha, Siddharta Gautama, yang pada akhirnya disebut Buddha Gautama. Di taman lumbini ini jugalah Siddharta Gautama mencapai pencerahan dan melepaskan semua bentuk keduniawian.

Di Myanmar, juga terdapat pagoda setinggi 98 meter yang terkenal dengan sebutan pagoda shwedagon atau sering disebut pagoda emas karena memang bangunannya berlapis 60 ton emas. Dan kita tidak perlu datang jauh-jauh ke Myanmar. Taman alam lumbini di tanah Karo Indonesia, punya replika pagoda shwedagon setinggi 46,8 meter. Sekilas sih memang tidak berbeda jauh kelihatannya. Kan gue belum pernah liat yang aslinya di Myanmar. Dan saat gue masuk, mungkin rasanya seperti ini kalau gue lagi di Myanmar. Biasa aja, haha.
noh replika pagoda Shwedagon yang ada di Myanmar

suka bajunya, unik

rupha patung budha, ada banyak lho

bingung gimana cara baca jam ini

gitu amat liat patungnya

yang nulis pasti orang muslim, amin aja lah. Kertas di pohon harapan

Foto dulu kita

 Anyway, pagoda yang berhasil memecahkan 2 rekor muri ini, yaitu stupa tertinggi seIndonesia, dan ritual keberkahan dengan sangha dan bhikkhu terbanyak sepanjang sejarah Indonesia, mencapai ribuan yang datang dari 20 negara. Ritual keberkahan katanya bertujuan untuk mensakralkan sekaligus meresmikan pagoda yang dibuka untuk umum mulai oktober 2010 lalu.

Selain pagoda yang didalamnya berisi 2.958 rupang Buddha, 30 rupang Arahat dan 108 relik suci serta hampir seluruhnya dibawa langsung dari Myanmar, di areal Taman alam Lumbini juga terdapat taman bunga yang menurut gue sedap dipandang mata. Tapi semegah apapun pagoda ini, tidak sedikitpun mengurangi kekaguman gue pada kemegahan ka’bah di Mekkah sana. Gue datang kesini, hanya ingin tahu, bagaimana sih rupa patung-patung yang sering disembah oleh orang-orang jahiliyyah jaman dulu. Dan yaa, seperti itulah.

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Al baqarah 132.

tamannya keren

Air terjun sipiso-piso, macam di film nya ‘UP’
Dari Taman alam lumbini, roda ban terus melaju ke arah Parapat Simalungun, tapi jangan bablas ke parapat, belok ke jalan berplang tulisan Sitongging di sebelah kiri. Satu setengah jam kemudian sampailah kami di desa Tongging, kecamatan Merek, kabupaten Karo. Sekitar 24 km dari Kabanjahe, ibukotanya kabupaten Karo.

Dengan tiket retribusi seharga 5ribu/orang, bayar parkir mobil 5ribu juga, bisalah kami berucap mahasuci Alloh yang menciptakan keindahan air terjun berketinggian 140 m di sebelah utara danau Toba ini. Namanya air terjun Sipiso-piso. Dalam bahasa Karo, piso artinya pisau. Jadi saking tingginya, air yang jatuh diibaratkan berbilah pisau tajam yang menghunjam ke bawah. Dan ya, kesan pertama saat melihat air terjun ini adalah, gue kaya melihat air terjun di film nya Pixar yang judulnya ‘UP’. Mari berucap Subhanalloh sekali lagi.
sipiso-piso terlihat dari parkiran

danau toba, juga dari parkiran lihatnya

Mencobalah kami untuk menuruni tangga yang katanya ada 1000an anak tangga ini. Tapi di anak tangga yang ke 200an, kawan-kawan memutuskan berhenti dan cukup menikmati Sipiso-piso dan view danau toba dari ketinggian. Gue mah ngerasa belum mengunjungi sipiso-piso kalau belum nyampe turun ke anak tangga terakhir. Berbekal tekad yang kuat, berjalan lah gue sendirian menuruni anak tangga. Chayo mam chayo!

Saat menuruni tangga, kita harus berhati-hati bro. Selain tangga nya lagi diperbaiki, pembatas antara tangga dan jurang masih berbentuk rangka, belum di beri kawat pegangan. Dan yang terpenting lu harus punya tekad yang kuat untuk menuruni tangga. Buanyak beud anak tangga nya. Pas gue hitung ampe bawah sih sekitar 900an. Dihitung? Niat amat.
halah ipeh pake nengok segala. Padahal udah keren2 pose nya

euuuuuuuu!

hati-hati nuruni tangganya yak

yang lagi perbaikin tangga

Tapi rasa ngos-ngosan lu terbayar sudah dengan kemegahan air terjun sipiso-piso ini. Jarak 50 meter aja sudah cukup ngebasahin baju gue. Bagaimana kalau tepat dibawah jatuhnya air ya, entah berapa kecepatan jatuhnya air. Yang pasti gak bakal selamat dah gue. Okeh mari kita abadikan dulu moment ini.

Ternyata bro, naik tangga nya lebih gila dari pada turunnya. Tadi aja turun udah ngos-ngosan, apalagi ini naiknya. Insting gue malah nyuruh nerobos lewatin bebatuan yang curam untuk mempercepat waktu tempuh. Kan kalau naik tangga muter-muter tuh. Gue Tarik saja garis lurus, itung-itung lagi panjat tebing. So pasti tangan juga harus main. Saat nyampe parkiran lagi, rasa capeknya sama kaya gue lari keliling gym IPB 8 kali. Bodo! Yang penting niat udah kesampaian. Tukang pijit mana tukang pijit!

Di kawasan ini juga banyak tempat makan sama tempat beli souvenir. Bang Ugie malah berhasil nawar sweater hangat bertuliskan berastagi dengan lumayan murah. Just 65ribu. Katanya sih bisa lebih murah lagi.
sipiso-piso terlihat dari bawah

goa yang mengalirkan air terjunnya

saking deresnya, jarak 50 meter masih kena cipratan airnya. Orang aja terlihat kecil yak

Makanan mahal dan kapal ferry
Dari Sitongging, Jam 5 sore, Ali kembali menancap gas mobil untuk mengejar kapal ferry di Parapat. Melewati daerah yang saking tebal kabutnya, jarak pandang nya hanya 3 meter. Memutari danau Toba hingga sampailah kami di daerah Parapat. Dan inilah pemandangan danau Toba di malam hari. Gelap. Haha. Okeh, mari kita cari tempat makan dulu sebelum menyebrang ke Samosir.

Adalah warung padang Gumarang yang menjadi tempat kami menjinakkan perut. Karena ini daerah Karo, jadi kita juga harus hati-hati dalam memilih warung makan. Jangan sampe kita makan di tempat yang menyediakan menu B2. Nenek bilang itu berbahaya.

Lauk dan nasi pun dihidangkan. Karena ada udang goreng, gue pesan lah tu udang dua porsi, yang lain makan seperti biasa. Pas giliran bayar, dengan porsi sama, harganya hampir 3 kali lipat dari pada makan di warung Zam-zam kemaren. 350ribu untuk berdelapan. Menurut gue sih rasa masakannya lebih enak di warung Zam-zam. Tak apolah, sing penting bisa makan kita.

Kata si penjaga warung, terakhir kapal ferry menyebrang dari ajibata ke tomok samosir sekitar jam 9 malam, dan itu 30 menit lagi dari sekarang. “tenang aja, bisa ke kejar” ucap Ali meyakinkan. Ternyata memang masih ke kejar, walaupun harus mengantri, dan harap-harap cemas, takut tidak muat lagi kapal ferry nya.

Tapi setelah membayar biaya tiket 95 ribu per mobil, si penjaga tiket bilang masih muat katanya. Alhamdulillah. Sekitar 30 menit menyebrangi danau Toba, sampailah kami di dermaga tomok Samosir.  Dan karena kita adalah hemat traveler. Kalian tau tujuan menginap kami dimana? mesjid mana mesjid. Setelah ketemu, colokan power bank, pejamkan mata, tiduuurr. Solat isya magrib, menjelang subuh aja dah, sekalian tahajud ya.
liatin danau toba, di kapal ferry

Hari yang hebat ya kawan. Dari puncak Sibayak turun ke danau Toba. Semoga besok pagi pulau Samosir bisa memberikan cerita yang lebih hebat lagi. Simak terus ceritanya ya kakaks. Dan bangunin gue jam 3 pagi, belum solat isya magrib euy.
Wassalam.

Mess putra LAJ JAMBI 4 jan 2014.