Laman

Selasa, 11 Maret 2014

jangkrik terlanjur berderik

Suatu hari, kita bertemu
Bercengkrama dalam momen biasa
Lusa hari, kita bertemu lagi
Semakin mengakrabi satu sama lain.

Entah bagaimana,
Suatu hari lagi, kita dipertemukan.
Saling membantu di negeri awan dan kerikil
Aku yang di depan, dan kamu yang beringsut jadi pengikut
Lalu semua mengalir begitu saja
Aku senang.

Tapi angsa hitam, tak pernah berani menatap angsa putih lebih lama.
Angsa hitam tahu,
Ia hitam,
Ia buruk rupa,
Ia tidak pantas.
Maka angsa hitam memendam semuanya,
Biar angsa putih bertemu angsa putih lainnya, begitu pikirnya.

Entah bagaimana,
Aku, si angsa hitam, dipertemukan lagi
Si angsa putih kini, semakin menawan
Semakin tak berani lah si angsa hitam, meski hanya berucap 'apa kabar?'
Si angsa hitam pun berlari, karena tak bisa terbang.
Meninggalkan si angsa putih.
Meninggalkan semuanya.

Suatu ketika, si itik memberi tahu si angsa hitam,
Bahwa sebenarnya, si angsa putih pun,,,
Ah, terlambat sudah,
Jangkrik terlanjur berderik,
Kini,
Serahkan saja pada Tuhan
Yang Maha Tahu yang terbaik.

Selasa, 04 Maret 2014

Bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita mulai

Apakah detik hidup kita dimulai sejak kita dilahirkan?
Atau kah, sebelum dilahirkan pun, kehidupan kita sudah dimulai?

Hujan turun malam ini, cukup deras, mengawali banyak agenda di bulan Maret. Seperti penyimpan memori lainnya, hujan bisa tiba-tiba mencungkil satu atau banyak memori yang terpendam jauh di dasar pikiran sekalipun, lalu tanpa bisa dicegah, dalam sepersekian detik, memori itu menyeruak memenuhi ruang ingatan, Memunculkan kembali rasa yang pernah dirasa oleh panca indra di suatu masa yang telah lewat.

Saya ingat rumah. Sudah 7 bulan saya belum pulang ke rumah. Saya rindu adik saya, saya rindu ayah dan ibu, saya rindu berebut lauk saat makan beralas tikar di ruang tengah, saya rindu sawah yang membentang di kiri kanan jalan menuju rumah, saya rindu makan mie ayam di warung samping rumah, saya rindu memancing di kolam depan rumah, bahkan saya rindu menjadi bagian dari pasukan pembersih rumah di hari minggu. Saya rindu rumah dimana saya mulai mengawali kehidupan saya.

Banyak yang telah terjadi dalam kehidupan saya, dan semuanya tidak terlepas dari kata "tanggung jawab".

Tanggung jawab ada meski tidak kita ingini sekalipun. Dan levelnya, tentu disesuaikan dengan lebar pundak kita masing-masing. Jadi tidak ada ceritanya tanggung jawab akan lebih lebar dari pundak kita. itu sudah disetting dari sononya. Yang ada adalah, penyakit ragu yang menyerang akal dan pikiran juga perasaan, sehingga kita tidak pernah berani memanggul tanggung jawab yang lebih besar. Kalah sebelum bertarung istilahnya.

Kenapa harus ada tanggung jawab?
Walaupun kita bisa, bukankah memikul tanggung jawab itu berat dan memayahkan?

Mari kita kembali ke masa dimana kita memulai kehidupan. Ke masa kita dilahirkan? lebih jauh lagi. Ke masa, saat ruh kita baru diciptakan. Menurut FirmanNya, karena tidak ada satu pun manusia yang akan ingat masa ini, adalah bahwa, kita diberikan pilihan oleh Sang Maha Pencipta, Alloh Subhanahu Wata'ala, untuk memikul beban yang gunung, bumi dan langit tidak sanggup memikulnya. Kita, ya kita, manusia dengan agak congkaknya, berani memikul beban itu. Beribadah dengan sebaik-baiknya ibadah kepada Alloh SWT, dan menjauhi laranganNya. Itulah tanggungjawab kita, kontrak kita. Kontrak? Yupp, ini kan sifatnya pilihan, yang akhirnya kita sanggupi, bahwa dengan cara "menandatangani" kontrak yang berisi, jika kami taat, kami masuk syurga, dan jika ingkar, kami rela masuk neraka. 

Dan bukan berarti, jika kita tidak ingat masa 'penandatanganan' kontrak dengan Alloh tadi, kita terlepas dari tanggung jawab. Alloh sudah mengutus RasulNya ke kita, untuk menjelaskan perihal kontrak ini. ndak bisa lari lagi kita.

Memikul tanggung jawab itu memang berat, tapi kan namanya juga perjuangan. Ada sesuatu yang kita kejar, yang layak menjadi akhir manis dari pahit lelah peluh kita berjuang. SyurgaNya. Hanya orang bodoh yang berpikir, lebih baik manis dulu, biar akhir mah urusan belakangan. lha mending kalau akhirnya masuk syurga, nah kalau masuk neraka? ini perkara besar bro, waktu dunia mah cuma seuprit dibanding waktu akhirat yang abadi. Mau kekal di nerakaNya? Naudzubillah. Aku berlindung kepada Alloh dari adzab kubur, dan adzab neraka.

Terlepas dari tanggung jawab utama yang telah saya sebutkan diatas, ada banyak jenis tanggung jawab lain yang telah malang melintang membebani pundak saya.

Mulai dari tanggung jawab sebagai anak pertama dari sebuah keluarga yang insy Alloh terus mencoba taat padaNya, menjadi teladan untuk adik-adiknya, tanggung jawab untuk ikut andil mencontohkan kebaikan di kampungnya, belajar dengan baik di sekolah, di kuliah, di organisasi dan di pekerjaan. Hingga tanggung jawab dari banyak masalah yang saya ciptakan sendiri, yang levelnya, disesuaikan dengan umur saya saat itu.

Saya masih ingat, saat kuliah tingkat tiga di kampus, saya mengusulkan pembuatan jaket, dan berani bertanggung jawab untuk menghendel proses pembuatannya. Sifat saya yang gampang percaya, menjadi bumerang bagi saya, hingga tertipu mentah-mentah oleh konfeksi yang saya ajak kerjasama. Blas, uang beberapa juta bayaran jaket dari kawan-kawan, hilang. Integritas saya di mata kawan-kawan hancur berkeping-keping. Yasudah, mau gimana lagi, saya ganti uangnya, meski pusing banget nyarinya. Saya harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah saya mulai. Ya walaupun saya harus menyusun kepercayaan kawan-kawan dari nol lagi.

Semenjak itu, saya sadar, bahwa bagaimanapun rumitnya masalah, atau pun beratnya amanah, pundak kita tidak akan terlalu kecil untuk menampungnya. Jangan pernah mundur, atau kabur dari tanggung jawab yang sudah berani kita pikul. Setiap pilihan selalu ada resiko dan konsekuensi yang mengintai.

Pun, dalam menyelesaikan tanggung jawab itu, kita tidak boleh sembarangan. Godaan di kiri kanan, jelas akan banyak memelencengkan jalur. Makanya, diperlukan satu kekuatan, dan strategi untuk melaksanakan tanggung jawab menuju finis yang terbaik. Caranya adalah dekatilah Alloh, agar Ia juga mendekat dan membantu kita dengan rahmatNya. Tidak ada tanggung jawab yang tidak bisa diselesaikan selama kita selalu menghadirkan Alloh dari gerak langkah tubuh kita. Lalu laksanakan tanggung jawab sebaik kita melakukan yang terbaik. Insya Alloh, surgaNya, menanti kita kelak.
Semoga dikuatkan,

Mess putra LAJ, Jambi. 3 Maret 2014