Laman

Minggu, 31 Agustus 2014

Putra dwi Candra

rasanya baru kemaren kita bertemu,
kamu berbaju merah dengan topi hitam,
dan saya mahasiswa baru lulus,
yang masih bingung dengan dunia karet.

Putra, nama nya putra
dan ditemani Erik si bujang lapuk,
yang udah pacaran bertahun-tahun,
eh malah pisahan,
plus resign dari perusahaan,
ditambah denger-denger operasi lambung di Bogor,
nasib mu nak,, nak,,
sabar yak.

kita semakin dekat,
kamu yang punya pengalaman,
dan saya yang punya teori.
bersama membagun divisi penelitian di perusahaan ini
meski seringnya, kita diremehkan.
tapi kita kuat,
berjalan terus tak memerdulikan.
"mereka perlu bukti,"
begitu katamu menguatkan.

selain partner kerjaan,
kita pun partner ganda bulutangkis,
juga partner pencari madu hutan,
ah,
bagitu banyak kisah kita,
tentang kebersamaan,
yang walaupun kita juga suka cuek,
kita tetap merasa dekat.

lalu kamu menceritakan keluargamu,
terlahir dari seorang ibu yang tega meninggalkan,
apalagi ayah yang entah lupa bagaimana wajahnya.
bahkan kamu juga tidak tau dimana dan bagaimana kondisi 4 saudara mu.
oya, aku ucapkan selamat.
setelah 25 tahun tidak pernah bertemu.
Allah mempertemukan mu dengan si bungsu.
"dulu dia yang gue gendong, eh, sekarang dia sudah gendong anak"
ucapmu dengan senyum mengembang yang khas

lalu kamu menceritakan Iin,
istri mu itu,
yang membuat saya bertekad untuk cepat menikah.
dan mulai menyisihkan gaji untuk modal.
apa kamu sering bilang,
"gak ada bujangan sukses"
ya ya,
dengan menikah, kita akan cepat sukses.
setuju banget.

lalu ada lagi Raga,
anak mu itu,
yang membuat saya ikut berasa menjadi seorang ayah,
dan ingin cepat-cepat jadi seorang ayah juga.
nanti om berkunjung ya Raga,

makasi untuk semuanya, kawan.
saya belajar banyak dari mu,
tentang karet,
tentang menjadi suami,
tentang menjadi seorang ayah,
tentang investasi di perkebunan,
tentang kerasnya hidup.

bagi saya,
kamu adalah sahabat,
bukan bawahan.
maaf belum bisa jadi bos dan kawan yang baik.
semoga Allah melindungi kita, kawan,
sukses dimana pun kita berada.

foto saat pulang dari hunting madu hutan.

Kantor-31 Agustus 2014

Selasa, 26 Agustus 2014

mencintaimu (biasa) saja

seperti yang ku bilang,
aku belum pernah merasakan yang sekuat ini.
setiap hari,
ia semakin bertunas,
lalu menjulang,
merindangi pohon-pohon dibawahnya.

celakanya, terlalu banyak pupuk yang kuberikan,
membuat ia angkuh,
seakan ia adalah pohon yang paling megah,
mengerdilkan pohon-pohon di sekelilingnya,
sudah tak ingat lagi cahaya matahari yang memberinya hidup.

tapi malam ini,
Tuhan membuat sang pohon mengerti.
ia terlahir bukan dari ego,
ia ada, karena ada tanah, karena ada matahari, karena ada pupuk.
karena Tuhan, memberi ijin ia untuk ada.

baiklah,
aku harus belajar banyak dari mu.
sebesar apapun si pohon tumbuh,
ia harus tetap menyejukkan
tak perlu lagi hati ikut menghitung detik jam.
seperti kata mu, mencintai itu (biasa) saja

mungkin biasa itu,
tak perlu rusuh jika tidak sering bercakap,
tak perlu hawatir jika tidak sering bertulis pesan,
tak perlu jengah dengan jauh yang terasa lama,
karena toh,
aku kamu, punya peran lain yang juga harus dipertanggung jawabkan.
biar waktu mengajari kita, saling memahami satu sama lain.
untuk saling mencintai (biasa) saja.

tapi sayangnya "biasa" kita berbeda.

kamar-25 - 8 - 14

Sabtu, 16 Agustus 2014

Kopi hitam


Aku tahu, kamu suka kopi hitam.
Kopi yang menurutmu, dapat menimbulkan sensasi nikmat yang unik,
Atau sensasi entahlah, aku tidak mengerti.

Aku juga tidak mengerti,
Kenapa harus hitam?
Kenapa tidak dicampur coklat saja seperti yang disukai adikmu?
Kurasa kamu sebelas dua belas dengan Dewi ‘dee’ Lestari.
Kopi yang diberi beragam campuran justru tak lagi memuaskan.

Sayang,
Rinduku semakin membuncah,
Jarak membuat waktu seakan melambat.
Tak bolehkah aku menjadi kopi hitam di pagi hari mu?
Yang setia mengecup bibir tipis mu itu.
Ataukah seperti nikotin dalam pekat kopi mu?
Yang akan membuat mu mencandui ku.

Ah, kesendirian ini,
Sering begitu menyesakkan.
Mungkin segelas kopi hitam malam ini,
Bisa membuat rindu ku menguap.
Bersama harum khas yang menyemangati goresan pena tentang mu,
Si penikmat kopi hitam.



Mess putra LAJ jambi 15 Agustus 2014

Kamis, 14 Agustus 2014

Baru kenal sudah berani bilang meminang?



Entah tanggal berapa, pokoknya yang diingat bahwa hari itu adalah hari minggu. Saya, si anak muda yang mencoba meraih mimpi besar dengan modal nekad, diminta untuk menelpon. Cuman nelpon gan. Tapi ngumpulin keberanian nya itu, ya ampun, butuh waktu berhari-hari. Bahkan ampe menit-menit akhir, saya masih belum berani hanya untuk menekan tombol "call". Keringat dingin bercucuran. Padahal cuma mau nelpon manusia yang ia juga makan nasi sama seperti saya.

"ka, ayah udah siap ditelpon" begitulah kira-kira isi sms kamu yang membuat lutut saya gemetaran setelah membacanya.

Saya yang masih di kantor, bergegas keluar dan berjalan memutar ke arah belakang menuju menara tower pengawas. Tanpa ragu saya menaiki setiap titian tangga tower pengawas setinggi 5 meter itu. Bukan, saya bukan mau bunuh diri. Saya hanya mau menelpon bapak-bapak, yang kalau bapak itu mau, saya bisa jadi menantunya.

"Alamak, kenapa pulak harus di atas menara tower pengawas? Nanti kalau saya ditolak kepiye? Apakah alam bawah sadar saya bakal nyuru loncat dari atas tower karena frustasi?" pikiran jahat mulai mengacau

"ndak lah. Kan nelpon bapak itu sebatas untuk berkenalan doang. Urusan lamar melamar mah nanti aja kalau udah bertatap muka di rumahnya. Ayo mam, Cuma sebatas nelpon, kenalan, udah." pikiran baik menyikut pikiran jahat.

Jadi kenapa harus di atas tower? Karena diduga, diatas tower sinyal akan bagus. Gak seru kan kalau nelpon orang penting tapi hah hoh hah hoh gara-gara sinyal jelek.

Memang beberapa hari yang lalu saya diminta untuk menelpon ayah mu di hari minggu. Tujuannya ya hanya untuk berkenalan. Tapi mengenalkan diri sebagai apa? emm, sebagai teman. Teman? Teman apa? Haduuh, memikirkan kemungkinan-kemungkinan percakapan nya saja sudah bikin saya pengen loncat dari ini tower. Ayo gan, kuatkan! cuma kenalan! Nanya nama, tanggal lahir, alamat, kode pos, berapa IPK, halah, ini melamar gadis apa melamar kerja.

Fiuhh, Bismillah, apapun yang terjadi. Laki-laki gak boleh mundur sebelum berperang. Mari berjuaaaaaaaannggggg!!!! Tekaannn tombol caaaaallllllll nyaaaaa..

"Halo Assalamualaikuuumm," hening, menunggu beberapa saat, tidak ada jawaban.
"Halo assalamualaikum" hening lagi, masih tidak ada suara. Ketika saya liat di layar hape, baru ingat belum mengetik no hape bapak nya. halah.

"Iya pak, saya Imam, temannya Nisa. Emm, gimana kabar bapak? sehat kan pak?"

"Oiya, mas Imam, sehat Alhamdulillah. Mas imam juga gimana kabar nya sehat?"

"alhamdulillah sehat pak, ,,,,," dan obrolan pun mengalir begitu saja. Untung ayah kamu tipe orang yang wellcome an. Sambil diselingi guyonan kita ngomongin pekerjaan, lalu ngomongin keluarga, ngomongin caleg, dan,,,

"Jadi, mas Imam, gimana-gimana, ada apa kok tiba-tiba nelpon?"

"jangan pegangin saya, jangan, saya mau loncat dari tower ini,,aaakkk" ucap saya dalam hati. "ya Allah, kuatkaann, bismillah"

"saya mau meminang putri bapak yang bernama Nisa rizki.....bagaimana menurut bapak?" ucap saya sambil di macho-macho kan semacho mungkin.

"aku sebagai orang tua, ya mendukung apa yang kalian rencanakan. Jadi kapan rencananya mau datang ke rumah?"

ALHAMDULILLAAHHH, gak jadi cuy loncat dari tower nya, sujud syukur.

"insya Allah, tanggal 30 maret saya akan ke rumah bapak sendirian dulu. Lalu kalau berkenan, tanggal 6 April nya saya akan mengajak keluarga saya untuk bertemu dengan bapak sekeluarga"

 ayah Tono

Dan kalian sudah tahu cerita selanjutnya. 14 Juni menjadi hari paling bersejarah bagi kami sekeluarga. Menyatukan tidak hanya dua hati, tapi juga dua keluarga besar yang mungkin berbeda latar dan watak masing-masing.

Saat pertama berjumpa ayah mu, ada satu hal yang patut saya acungi jempol. Dari awal saya menelpon saya sudah respect dengan beliau. Low profile. Ayah mu itu tidak memperlihatkan jabatan di pekerjaannya, tidak juga memperlihatkan ketokohan di lingkungannya. Ayah mu memperlihatkan pada saya sosok seorang Ayah dari gadis satu-satunya yang menaruh hormat pada anak muda yang lantang bersuara "ingin meminang anak bapak". Ayahmu begitu mengagumkan di mata saya.

“ko ayah langsung menerima saya waktu itu?” Pernah saya bertanya saat kita telah satu atap,

“ya karena kamu bilangnya ‘meminang’. Kalau kamu bilangnya ‘ingin jadi pacar Nisa’ sudah pasti tak tolak kamu!” jawaban lugas yang mencerahkan semua calon-calon menantu dimana pun berada.

Ingat tuh wahai kalian calon-calon menantu dimanapun kalian berada. Ayah si gadis, akan sangat menghargai mereka-mereka yang berani datang ke rumah untuk bilang ‘meminang’ bukan untuk memacari si gadis. Terlepas nanti akan diterima atau ditolak, mereka akan sangat menghargai keberanian kalian. Anak muda yang berani menawarkan pergantian pemikulan tanggung jawab dari sang ayah. Jadi segera lah kalian mendatangi rumah para calon-calon mertua, ok?  Kalau memang berjodoh, insya Allah pasti akan Allah mudahkan. Saya buktinya, kawan.

Meskipun sudah sering didengar, melalui tulisan ini saya kembali ingin berucap terima kasih kepada Ayah dan keluarga mu. Karena telah mau menerima anak muda yang masih belajar menjadi manusia baik dengan apa ada nya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Semoga Allah, memberkahi jalan hidup kita semua. Aamiin.

Mess putra LAJ Jambi, 13 Agustus 2014

Selasa, 12 Agustus 2014

Dengan cara yang istimewa untuk orang yang istimewa


Malam ini deras sekali hujan menghunjam tanah Tebo. Mengingatkan saya pada gigi lucu mu saat tersenyum bercerita di suatu malam yang penuh suara gemeretuk hujan di atap kamar kita. Tentang kamu di masa kita belum bersama.

Lidah saya kelu, saat kamu membacakan diari harian mu yang mulai kamu tulis semenjak hari itu. Hari dimana saya memberanikan diri mengajukan pertanyaan 'suci' yang khusus saya persiapkan untuk mu ratusan hari sebelumnya. "maukah kamu menikah dengan saya tahun ini?"

Maaf, saya lupa untuk memulai tulisan ini dengan memuji Allah Subhanahu wataala. Tuhan yang tidak pernah berhenti mendengar. Sekecil apapun suara do'a kita, Allah tetap Maha Mendengar. Kita, adalah buktinya.

Ini tentang keyakinan. Dari masing-masing kita, yang berjuang mati-matian menyimpan perasaaan asing yang seharusnya tetap asing. Bahkan bukan sekali dua kali, kita juga pernah berusaha membunuh rasa itu. Demi kebaikan saya, kamu dan kita. Tapi sepertinya, semakin jarang kita berinteraksi, semakin terasa perasaan asing itu. Laiknya duri dalam daging. Tidak nampak, tapi sakitnya terasa sampai ke ujung kaki.

Ah, sungguh cantik sekali cerita kita. Saya yang entah kenapa begitu yakin semenjak awal kita bertemu di warteg perempatan Yasmin Parung itu, merasa bahwa kamu adalah "the one" untuk saya. Kamu bukan orang lain, yang Allah gariskan hanya bertemu beberapa waktu, lalu pergi seiring berjalannya waktu. Kamu bukan orang yang begitu saja berlalu lalang di kehidupan saya seperti beberapa kawan sekolah di masa lalu. Kamu adalah seseorang yang saya yakini bahkan sebelum kamu sadar ada saya di jadwal ngajar ngaji jumat Rumpin itu, akan menjadi 'best friend forever' saya. hehe. Ya, kita harus berterima kasih kepada warga Rumpin, yang menjadi penghubung awal kita bertemu. Lets say "makasih warga Rumpin".

Kalian mau tahu? Bagaimana kami yang walaupun satu jurusan, tidak pernah terlihat bersama selama 3 tahun berkuliah, lalu tetiba menyebar undangan pernikahan pada kalian? Ah kalian pasti ingin tahu, ya kan?

Jadi memang kita satu jurusan. Saya satu tingkat lebih senior dari kamu. Tapi walaupun kita 3 tahun satu kampus, kita gak pernah benar-benar kenal satu sama lain. Padahal saya teh orang terkenal di angkatan kamu. Ketua ospek jurusan gitu loh (songong dikit). Tapi kenapa justru saat kuliah saya bentar lagi beres, kita baru dekat? ah ya, apa kamu sering bilang. "Opera Tuhan memang paling keren". Bisa saja kalau kita kenal dari dulu-dulu, kisah kita mungkin tidak akan semenarik ini. Karena sering bertemu, kita jadi akan ngerasa biasa aja, kan?

Kita juga harus berterima kasih sama pesbuk. Why? kan waktu itu saya lagi pengen ngajar anak-anak kecil tuh (efek nonton film front of the class), eh kebetulan banget di time line fb nongol aplotan foto kamu yang lagi di Rumpin bareng anak-anak kecil. Langsung lah saya koment untuk minta diajakin ngajar disono (padahal lupa, kamu teh orangnya yang mana). Awalnya kamu menolak. Tapi beberapa hari kemudian kamu berubah pikiran dan mau ngajakin saya ngajar asal bawa kawan laki-laki lain. Daann, mari nge-booking Heru untuk diajakin ngajar juga.

 karena foto aplotan di pesbuk ini. Dunia kita mulai terhubung.

Lalu janjianlah kita di warteg perempatan Parung Yasmin itu, untuk berangkat bareng ke Rumpin. Ada saya, Heru, Anggun, Rima dan kamu. Yeah finally, di hari jumat pagi bersejarah itu, beningnya tatapan matamu, berhasil menumbuhkan bibit perasaan asing di hati saya. Mungkin itu yang namanya cinta pada pandangan pertama? Entah, saat itu rasanya aneh aja.

Akhirnya setiap jumat, kita sering menghabiskan waktu untuk mengajar bersama di Rumpin. Tidak terlalu rutin juga si sebenarnya, kan saya pun harus menyelesaikan tugas akhir kuliah untuk mendapatkan gelar sarjana. Hingga tak terasa, saya harus pergi ke Jambi untuk mempertanggung jawabkan beasiswa kuliah saya. Baru lah jarak mengajarkan saya, tentang berartinya sebuah pertemuan. Ya Allah, lagi-lagi saya hanya bisa mengadu pada Mu. “Jika perasaan ini baik dan benar, sampaikan padanya Ya Rabb”

 Foto bersama di Rumpin, sebelum pergi ke Jambi

Tiga bulan setelah saya di Jambi (Juli 2013), saya harus ke Bogor untuk di wisuda (saya emang sudah kerja sebelum di wisuda). Momen ke Bogor kali ini, tak luput saya pergunakan untuk mengunjungi anak-anak ngaji jumat di Rumpin. Aslina kangen banget saya sama bocah-bocah pencari ilmu di Rumpin ini (pas perpisahan, beberapa anak ada yang nangis malah saat mau saya tinggal ke Jambi) plus ngarep bisa ketemu kamu juga si sebenarnya, hehehe. Alhamdulillah ya, kamu rupanya bisa menyempatkan ngajar di tengah kesibukan penelitian mu. Sekali lagi, Alhamdulillah. Tapi parahnya, kamu teh tidak datang ke wisuda saya. Padahal saya ngarep banget lho kamu ngasih saya bunga. Hadeh.

Lalu dibulan Oktober 2013, saya ngambil cuti tahunan untuk berlibur. Kamu tau kemana tujuan saya berlibur? hehe, benar sekali. Bogor menjadi tujuan saya berlibur. Dan kali ini, saya tidak bisa bohong. Saya bela-belain beli tiket PP Jakarta-Jambi, karena ingin sekali ketemu kamu. Maaf ya, kali ini doang kok niat ngajar di Rumpin jadi terkontaminasi, hehe. Dan ini, kali terakhir kita saling bertatap muka. Saya pun berniat dalam hati “nanti kita akan bertemu lagi di Rumah mu. insya Allah”.

Empat bulan kemudian, di tanggal 31 Januari 2014. Saya memberanikan diri mengajak kamu menikah lewat sms. Lalu 2 bulan kemudian di tanggal 30 Maret nya, Allah takdirkan kita bisa bertemu. Alhamdulillah kita bertemu di rumah mu. Dan tanggal 14 Juni 2014 menjadi tanggal paling bersejarah bagi kita. Kamu benar-benar menjadi "the one" untuk saya. Tidak kah kisah kita ini sungguh istimewa. Seperti kata Fu dalam buku jodoh dunia akhiratnya “Dengan cara yang istimewa untuk orang yang istimewa”. Subhanallah.

Kamu tau, apa yang membuat saya semakin terus bersyukur pada Allah atas semua anugerah yang Ia berikan? Ya, cerita mu saat sebelum saya ajak menikah. Yang katamu, bahwa nama saya juga terselip di setiap do’a 5 waktu mu. Bahwa saya adalah laki-laki asing pertama yang dianggap keberadaannya bahkan sebelum kita pertama bertemu di warteg perempatan Yasmin Parung itu. Bahwa saya adalah tokoh utama dari setiap diari yang kamu tulis. Bahwa dari awal saya mengajak kamu menikah, kamu tidak pernah ragu untuk tidak berkata tidak. Maha suci Engkau Ya Rabb, Tuhan yang tak pernah berhenti mendengar pinta hamba Nya. Begitu Maha baik sekali Engkau pada kami berdua ya Rabb. Sebanyak apapun dosa kami, yang padahal kami juga malas beribadah. Engkau tetap memutuskan ia untuk saya, dan saya untuk nya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.

Mari kita akhiri tulisan ini, dengan mendendangkan lirik lagu Raef – You are the one*.

I thought of this before over a million times
Who would’ve ever thought that it would be our time?
I just know it, ’cause you’re the one
It ain’t a selfish love, when I’m with you
You remind me of Allah, and so I know it’s true
I’ll just say it: you are the one

Won’t you be my BFF (best friend forever) and ever?
Won’t you be my partner after this world?
We’ll see it, when we believe it together
Dreams are meant to be, ’cause you’re the one for me

I never thought that I would ever feel this way
I ask Allah to bless you every single day
I’ll just say it, ’cause you’re the one
And when times are tough, and we’ve got the world to see
Standing right beside you is where I want to be
I just know it: you are the one

Won’t you be my BFF (best friend forever) and ever?
Won’t you be my partner after this world?
We’ll see it, when we believe it together
Dreams are meant to be, ’cause you’re the one for me

I prayed about this just over a million times
Who would ever thought that I could call you mine?
I just know it, ’cause you’re the one
And when there’s gray in our hair and we’ve not much to do
I want to spend the rest of my days with you…
Oh don’t you know it?
You are the one, you are the one
Oh won’t you be the one?

*kalau saya tahu lagu ini lebih cepat, saya akan ngajak kamu nikah dengan mengirimkan lirik lagu ini. (mau dinyanyiin, suara saya cempreng beud, kasian kamu nya, hehe) link mp3 donlot disini

Oya, kalau sempat, saya ingin baca tulisan kamu tentang perasaan-perasaan kamu sebelum kita tinggal satu atap. Pasti akan lebih membuktikan ke Maha Mendengar an Allah Subhanahu Wata’ala pada setiap do’a hamba-hamba Nya. Ditunggu ya. Makasih.


Mess Putra LAJ Jambi, 12 Agustus 2014.