Kunjungan kedua dusun
pemberian:
Lagi-lagi Cerita
tentang gajah,
Sore itu sesuai janji pada mbah Nur (pekerja harian Litbang
di Perusahaan), saya akan menginap di rumahnya di dusun pemberian, dan akan
menjadi kunjungan kali kedua saya ke dusun yang dibuka 7 tahun silam ini.
Alasan saya menginap di dusun pemberian jelas, ingin merasakan banyak hal. Membuka
jiwa untuk merasai kedekatan dengan masyarakat, alam dan Tuhan (ajibbb gak boy?).
Setelah mandi, dengan motor pinjaman dari Putra, berangkat
saya sendirian melintasi tanaman karet hingga akasia milik perusahaan tetangga.
Dan momen baru inilah yang ingin saya bagi dengan kawan sekalian. Tak sengaja saya
lihat di pinggir jalan ada rombongan gajah yang sedang asik makan kulit pohon
akasia. Takut?, pasti, wong dia gajah liar, uda dekat jaraknya gak ada
penghalang pulak. Akhirnya saya majukan lagi motornya hingga gajah na tidak
terlihat dan tidak menyadarai keberadaan saya. Hupppp, suara2 lolongan gajah,
(emang srigala melolong?), ringkikan gajah
(bukan kuda juga dah), auman gajah deh klo gitu (buka,,,) iye iye iye,
teriakan gajah wae lah, protes mulu nih, okeh, ulang dah ulang, teriakan gajah
yang kenceng bener, membuat langkah kaki saya berat beud buat dilangkahin
padahal hanya sekedar mau nengok buat foto doang. Ini klo udah komandan
gajahnya yang teriak, cukup dah buat bikin tanah bergetar, sueerrr!. Ya sudahlah,
untuk saat ini cukup dengerin wae suara
teriakan dan suara pepohonan tumbang. Nanti dah klo ketemu lagi diberaniin gera,
“Kresek-kresek”, eh lihat-lihat, rupanya masih ada satu
gajah yang lagi asik makan tuh, agak jauh si, tapi tak apolah bisa di zoom ko,,
cekreekkkk,,, dapet dah foto pohon, hahaha, ya ada si gajahnya dikit.
pohon akasia yang ada gajahnya
Sip, udah liat beruang yang macam panda, suku anak dalam
yang masih primitif, burung yang dilindungi, kumbang langka, dan sekarang liat
rombongan gajah (huuu, padahal gak berani ngedeketin,). Takut manehhh,,, tapi
Alhamdulillah ya, bener2 masih hutan alas dah ini perusahaan.
Okeh, mari lanjutkan perjalanan kita ke dusun pemberian.
Ngelewatin pohon akasia milik PT TMA, belok kiri, ngelewatin jembatan kayu
belok kiri lagi, ngelewatin truk illegal logging belok kiri lagi, nemu sungai
yang gak ada jembatanna, belok kirii lagi, eh bukan bukan, nyemplung sungai
dulu ding, baru belok kiri dah, eh apa belok kanan kayana mah, abis itu baru
dah nyampe di dusun PEMBERIAANNNN,, jreng jreng jreng…… lalu tim drumband
nyambut meriah, karpet merah tergelar indah, perempuan2 muda nan
cantik pada teriak histeris sambil mengeulu-elukan saya, anak-anak pada
ngelempar bunga mawar, semua orang menyambut saya dengan antusiasnya (ok yang
ini ngayal doang).
Adalah rumah pak Turino (kaya judul filmna clift eastwood ya-gran
torino) yang pertama saya kunjungi. Karena memang rumah nya yang paling dekat dari
pada kenalan saya yang lain (mbah Nur, bu Sopiah, pak Charles, pak Nur, pak Irul,
Pak Ampri). Tepat di belakang rumahnya, kami ngobrol ngalor ngidul sebagai
sesama laki-laki, ya beberapa kali nyinggung tentang istri (sensitif saya
urusan kaya ginian), bagaimana menjadi kepala rumah tangga yang baik, sikap
terhadap anak yang umurnya cuma beda setahun, juga tentang mengatur istri (mau sharing, awak sendiri belon nikah, nanti
aja yak).
rumah pa Turino
Minuman merah ber-es batu itu ia tuangkan di gelas bening.
Lalu ia sodorkan pada saya yang memang sedang kehausan dari tadi. Rokok udud
(lintingan tembakau yang dibuat sendiri) ia nyalakan, hisapan pertama begitu ia
nikmati, terlihat dari lamanya hisapan hingga pipinya kempot. Lalu ia pun
bercerita tentang gajah-karena saya mancing dengan cerita pengalaman liat gajah
liar tadi di perjalanan.
“Manusia di perusahaan, di dusun, dimana pun yang tinggal di
hutan ini ya bole di bilang numpang. Inikan awalnya hutan tempat mbah gajah.” Pak
Turino mulai bercerita,
Jadi kalo manggil gajah orang sini manggilnya mbah gajah,
kalo manggil macan mbah kumis. Ada cerita menarik tentang gajah ini yang bagi
saya itu pertama kali saya dengar.
Sebut saja mbah Nur, itu lho yang nanti rumahnya saya inapi
tea. Beliau termasuk asshabiqunal awwalun
yang membuka dusun pemberian ini. lha memang masih 7 tahun umur dusun ini. Dulu
itu ya hutan alas masih buanyakk gak kaya sekarang mulai timbul kebun karet ato
sawit atu-atu, jadi kalo pergi ke ladang agak rawan nyasar nih, apalagi klo
ampe kesorean di hutan, alamat pasti nginep di hutan.
Nah yang terjadi pada mbah Nur ini, perihal sasar mensasar
(jadi ingat pengalaman saya di gunung dah). Karena hari udah sore, mbah Nur gak
berani kalo harus nyari jalan pulang pas gelap. Alhasil ia memutuskan tinggal
semalem di hutan. Ini kalo terjadi sama saya, mikir beribu kali kalo harus
nginep sendirian di hutan tanpa bekal apapun, mbah nur saat itu gak kepikiran
laper, padahal sehari semalem belon makan. Dalam keadaan menahan lapar itulah, Mbah
Nur lalu naik pohon agar saat tidur nanti terlindung dari gangguan binatang
buas. Kain sarung yang dibawanya untuk solat, ia gunakan untuk mengikatkan
dirinya ke pohon, biar gak jatuh maksudnya. Dan yang membuat ia was was adalah
rombongan gajah datang ke tempat itu lalu duduk-duduk di bawah pohon yang ada
mbah Nurnya. Seakan gajah itu tau ada mbah Nur di atas pohon dan berniat
melindunginya dari bawah (wallohu a’lam). Atau bisa jadi kalo saja gajah itu
laper trus numbangin pohon yang ada mbah nurnya, mbah nur udah gak bisa
ngebayangin apa yang terjadi, Semuanya ia serahkan pada yang maha kuasa, dalam
hatinya ia berdoa, “jaga saya ya Alloh.”
Besok pagi nya, gajah mulai berdiri dan berjalan ke satu
arah. Entah kenapa gajah sesaat terdiam sejenak, seakan mengisyaratkan mbah Nur
untuk turun dan ngikutin mereka. Mbah Nur yang berpikir dan berdoa, semoga
jalur gajah ini adalah jalan ia pulang (gambling
juga nih mbah nur, kan bisa aja gajah itu malah pergi ke tengah hutan,makin
kesasar. wong gak tau arah), mbah nur pun terus menelusuri jalur gajah. Dan Alhamdulillah,
gajah berjalan hingga jalan agak lapang yang bisa di kenali, lalu mbah Nur pun akhirnya
bisa pulang.
Cerita kedua masih tentang orang tersesat, dan tentang gajah
juga. Saya lupa namanya, yang jelas orang ini
tidur di bawah pohon, kagak naik
ke atas pohon kaya mbah Nur. Ada satu gajah yang menurut cerita datuk adat, melingkarkan
belalainya ke tubuh si orang tersesat tadi. Niatnya mau ngangkat dia terus di
naikkan ke punggungnya gajah. Memang kematian itu Alloh yang ngatur, saking
ketakutannya diangkat belalai gajah, akhirnya ia meninggal di tempat. Anehnya selama
40 hari gajah itu menunggui kuburan si orang tersesat yang meninggal tersebut -sendirian.
Seakan si gajah begitu menyesal. Ya memang kita hanya bisa menebak gak bisa
nanya langsung ke gajah nya (kalo ada nabi Sulaiman bisa minta tolong tanyain
ke gajahnya kali yak).
Lalu ada cerita aneh lagi tentang gajah di Jambi ini,
sebenernya saya agak kurang tau sifat gajah di belahan dunia lain memang
seperti itu kah?. Mari kita simak dulu ceritanya. Kalo ini ada satu gajah yang
lagi makan buah sawit, si yang mpunya naro racun tikus di buahnya itu.
Sepertinya dosis racun na lumayan banyak, gajah yang makan buah sawit beracun
itu pun perlahan meninggal. Dengan tegas datuk adat langsung mendenda si yang
mpunya sawit akibat kelalaianya, gajah lalu dikuburkan gak jauh dari kebun
sawitnya. Nah ini yang saya bikin aneh en penasaran pengen nanya langsung sama
si gajah (mana Nabi Sulaiman mana?). Jadi setahun sekali rombongan gajah
mendatangi kuburan si gajah itu. Dan tentunya karena dekat kebun sawit, mereka
datang gak Cuma “Ziarah” doang, ya ada acara makan2 sawit nya juga lah.
Kelabakan pula tuan rumah kalo mereka udah pada datang. Kalau mau sawitnya
selamat, Harus cepat2 ngusir kalo acara makan2 nya uda kelar. Baru setelah 7
tahun mereka gak dateng lagi. Hemzz,,
Begitu lah sekelumit cerita tentang gajah di dusun pemberian
ini, kalo boleh saya ngasi kesimpulan, sebenarnya mbah gajah memang ditakdirkan
mengerti manusia, bisa berbagi hutan dengan manusia, hingga bisa menjadi tanda
akan kemarahan tuhan pada manusianya yang berbuat maksiat (baca artikel antara
selingkuh dan serangan gajah). Lalu kenapa gajah ampe merusak atau memakan
pohon akasia perusahaan hingga sawit milik rakyat?. Saya pikir ini semacam pembayaran
pajak manusia pada gajah gitu lah, kan kita manusia merambah hutan tempat
mereka hidup, sudah sewajarnya mereka nagih pajak ke kita berupa membiarkan
mbah gajah makan dan melintas di jalur nya. Entahlah, hanya Tuhan yang tahu. Oya
belum cerita ya, gajah ini punya jalur sendiri, kalo ada rumah dibangun diatas
jalur gajah, sudah pasti akan di hancurkan itu rumah.
Baiklah, sekian cerita tentang gajah, eh, jadi ke dusun
pemberian Cuma mau denger cerita gajah doang nih mam?, tenang-tenang, banyak ko
cerita yang mau di bagi, jadi masih ada artikel lanjutan tentang manusia di
dusun Pemberian tentunya, tunggu lah apdetan nya yak, see u guys,,
Barak LAJ No 12, 26 Mei
2013