Saya masih ingat, eh, diingetin ding, tanggal 31 Januari 2014. Ada lah hari dimana saya menentukan pilihan. Tentang seseorang yang insy Alloh akan menjadi the one partner sepanjang hidup saya.
Terus terang, saat itu, saya mikirnya simpel banget. Tahun ini, sesuai target, saya harus nikah. Siapa pun perempuannya, bodo amat.
Dan jebret, ntah bagaimana, saya punya keberanian berlebih untuk bertanya satu kalimat, yang mungkin bagi sebagian laki-laki sulit diungkapkan.
"mau nikah sama saya tahun ini?"
Udah. Tanpa ragu, tanpa basa basi, tanpa bumbu-bumbu, tanpa mikir panjang dan tanpa persiapan.
Karena saat itu saya ngirim lewat sms (payah banget nanya sepenting ini lewat sms). Dia gak pernah mau ditelpon soalnya. Baru setelah sms terkirim. Saya jadi mikir,
"APA YANG TELAH GUE LAKUKAN? Emang gue udah siap nikah? Bagaimana dengan biaya nikah? Mahar? Ketemu calon mertua? Dan yang terpenting, lu siap gak untuk ditolak? Aaakkkk"
Hampir aja saya mau maki-maki diri sendiri, mau matikan hape, trus tidur, menganggap tidak pernah terjadi apa-apa.
Tapi ora iso cuy, saya penasaran dengan apa yang akan dia balas. Detik pun berjalan terasa sangat lambat sekali. Hadeh. Yasudahlah. Ditolak berarti emang bukan jodoh, diterima ya paling jingkrak-jingkrak, teriak-teriak kaya orang gila. Eh mau sujud syukur aja ding.
Daaan, apa yang dia balas?
"dateng aja ke rumah, ka"
Terus saya bingung. Ini jawaban diterima apa ditolak yak?
Belakangan barulah saya tahu. Ini adalah jawaban "diterima".
Hore! prok prok prok.
Oy diem lu diem. Setelah ini berarti lu harus ketemu sama bapaknya. Yang elu kagak tau kaya apa dia.
Oiya yak? *tepok jidat
Suatu ketika saya sempatkan bertanya.
"suami seperti apakah yang kamu harapkan"
Terus dia jawab, "like my father, ^_^"
Saya menghela napas, kemudian berpikir, menembus batas waktu dan logika.
Jika aku jadi seorang ayah, alangkah bahagianya jika anak perempuan kita saat ditanya "kaka kalau punya suami, pengen kaya apa". Lalu dengan tersenyum bangga, memamerkan geligi yang rapih tertata, ia menjawab, "kaya ayah". Maha suci Engkau ya Rabb.
Ayah seperti apa rupanya yang telah membesarkan seorang anak menjadi perempuan macam dia ini. Pasti, ayahnya adalah sosok yang paling ia hormati, paling bisa jadi teladan pemimpin keluarga, paling bisa mengerti anak-anaknya, dan paling-paling lainnya.
Saya pun, beberapa hari sempat ciut nyali. Sayah mah cuman apa atuh. Kalau harus seperti ayahnya, apa saya bisa?
Saya kemudian mulai berpikir keras. Bagaimanapun caranya, saya harus tau, tentang karakter ayahnya. Emm, bagaimana ya caranya?
Ye tanya aja dia langsung, ribet amat.
Hehehe, iye deh gue tanye die.
Dan bla bla bla. Ayahnya, rupanya punya karakter begini-begini, suka begitu begitu dan kadang begini begitu.
Saya jadi garuk-garuk jenggot dan masih bertanya hal yang sama. Apa saya bisa jadi seperti ayahnya?
Hasil perenungan saya berkata begini.
Kamu, kalau mau memperbaiki diri. Jangan pernah punya niat karena orang lain. Titik. Niat itu harus murni karena Alloh. Ingat hadis arbain yang pertama? Jika hijrahnya karena perempuan, ya dia hanya dapat itu perempuan, gak dapet Alloh.
So, bro, sist. Jika ditanya lagi apakah saya bisa jadi seperti ayahnya?
Saya lantang menjawab. Tidak! Saya tidak akan pernah bisa menjadi seperti ayahnya. Kenapa? Karena dia tuh sudah hidup 22 tahun dengan ayahnya. Lha saya, sehari pun belum pernah serumah dengan dia. Jadi saya tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan ketulusan ayahmu menyayangi kamu, kesabaran ayahmu membesarkanmu, kepayahan ayahmu menemani kamu bermain. Tidak akan bisa. Saya adalah saya. Ayahmu adalah ayahmu. (kata ganti nya berubah ya, haha, maaf maaf)
Dan saat tanggal 30 Maret kemaren pertama kali ketemu ayahnya. Yang sumpah, itu deg deg an nya ampe kedengeran ke rw sebelah. Ok yg ini lebay. Saya semakin sadar, saya tidak akan bisa menjadi seperti ayahnya.
But, thats not the problem. Selama acuan kita sama-sama Alquran dan Assunnah. Mau bagaimanapun karakter kita, mau bagaimana pun kebiasaan kita, kesukaan, ketidaksukaan, dan semua hal yang tidak kita ketahui dari masing-masing kita. Akan menjadi kejutan-kejutan yang insya Alloh semakin menguatkan kita. Insya Alloh.
Semoga Alloh memberkahi niat baik kita. Aamiin.
Mess putra LAJ Jambi. 25 Mei 2014
yeeey!! Lama ga blogwalking ke blog imam euy.. Baru baca yang ini... Barakallah masberoh! Finally! Kegundahan dan kegalauan tentang pendamping hidup akan segera sirna juga... Cemingiiit mempersiapkan cita dan cinta mengarungi bahtera hidup berumah tangga #tsaaah :D
BalasHapusalhamdulillah, amiin, makasi ya ichigo wannabe fighter.
Hapuscemingitt nyookkk,,,
semoga ichigo juga cepat nyusul atuh ya,