Long time no see,
sudah lama tidak ke laut.
Teringat status profil whatsapp kawan yang membuat saya
sedikit menyunggingkan senyum, “see” yang ketika diucapkan akan mirip bunyinya
dengan kata “sea”. Hehehe. Mungkin sudah ada dalam darah orang sunda kali ya.
Apa yang di dengar, itulah yang ditulis. Nu
penting mah ngucap na sarua kan?
Jadi karena status kawan tadi, tetiba ingatan saya berlanjut
ke kegiatan menulis saya yang sudah long
time no see, alias sudah lama tidak terlihat. Saking tidak terlihatnya,
blog saya pun sudah penuh dengan jaring laba-laba, jika saja blog itu bentuknya
seperti lemari.
Beberapa lama kemudian, dan juga hasil diskusi dengan istri,
barulah saya sadar, bahwa ternyata ada sesuatu yang hilang yang menyebabkan
saya malas untuk menyimpan tulisan saya lagi di lemari blog saya. Ya, adalah
karena kita, aku dan kamu, Imam dan Nisa, suami dan istri, yang alhamdulillah
sudah satu atap di perantauan. Lho kok? Apa hubungan nya malas nulis dengan satu
atap?
Jadi nih ya bu ibu, pak bapak, dahulu kala, saat negara api
masih menyerang, tidak dapat dipungkiri bahwa sebelum menikah, kamu, adalah
salahbanyak motivasi saya sering menulis. Bahasa lain na mah caper lah, atau curhat terselubung lah, ngasih kode
lah dan what ever you think namanya. Coba
lihat tulisan saya dari awal tahun 2013 sampai saya menikah di juni 2014. Buanyak
tulisan saya yang berisi sandi morse khusus untuk si “dia” yang mudah-mudahan
si “dia” nya paham (pas nikah saya tanya ke si “dia” rupanya paham juga dia,
hwehehehe, jadi malu).
Setelah nikah pun, tulisan-tulisan yang saya buat di
perantauan masih selalu ditujukan untuk kamu baca di Garut atau saat di Bogor. Intinya,
hampir semua tulisan saya, dibuat khusus untuk kamu baca di belahan dunia
lainnya. Kita tidak bersama, dan saya butuh tulisan untuk menyampaikan apa yang
saya pikirkan, dan apa yang saya inginkan ke kamu. Sekarang, semenjak november
2014, kita sudah tinggal satu atap. Kita bersama di perantauan, di Jambi. Tidak
perlu lah lagi rasanya berlelah-lelah menunggu sinyal internet bagus di hutan untuk
sekedar posting tulisan kalau untuk menyampaikan apa yang kamu pikirkan cukup
dengan belaian lembut saat hendak tidur, cukup dengan tatapan manja saat aku hendak
berangkat kerja, kecupan di tangan saat aku pulang dari kebun. Kita sudah tidak
bersekat.
Lalu saya pun mulai berpikir kembali. Tulisan, ternyata tidak
melulu tentang kamu. Ada kenangan lain yang tetiba menyeruak saat saya membaca
tulisan-tulisan lama saya. Kenangan-kenangan lain tersebut saling menjalin
membentuk rantai kenangan utuh. Ada kenangan keluarga kamu, keluarga saya, teman-teman
kita, adik-adik kecil rumpin, dan semuanya. Dengan adanya tulisan, mereka
menjadi tidak terlupakan. Saya ingin, anak kita kelak, pun mengetahui lingkungan
kita, keluarga kita, teman-teman kita. Bukan kah seorang anak sunnah untuk
menyambung tali silaturahmi teman dan keluarga orang tuanya? Yup, anak kita,
dedek bayi dalam kandungan kamu, berhak untuk tahu proses kehidupan kita beserta
orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Menulis (lagi)
Jadi, mari kita simpan kenangan-kenangan melalui sebuah
tulisan (lagi). Tidak hanyak untuk kamu istriku, tetapi juga untuk anak-anak
kita, atau pun saudara, teman atau sesiapapun yang merasa dapat manfaat dari
tulisan kita. Benarkan? Sudah lama saya tidak merasakan rasa senang saat sedang
menulis. Semoga, aku dan kamu istriku, bisa istiqomah menulis lagi, untuk kita
bersama. Sipp. Sudah banyak bermunculan ide tulisan-tulisan baru. Simak terus
blog ini ya.
Salam.
Rimbo Bujang, 9 Agustus 2015