Okeh, akhir-akhir ini sepertinya banyak yang aneh terjadi
dalam diri. Dari mulai keanehan karena minum madu tiap hari, sampe pikiran dan
perasaan yang tidak jelas mikirin apa. Tiba-tiba saja menjadi banyak hal yang
dipikirkan. Pun tingkat kesabaran gue stoknya semakin menipis.
Ya ya, gue memang kalau sudah pengin sesuatu, pasti yang
namanya kesabaran selalu menjadi kelemahan (katanya si karakter golongan darah
O kaya gitu, entah). Dan always,
kabayang terus tuh sesuatu yang gue inginkan ntu. Sering kebawa mimpi malah.
Gue sadar kalau ini adalah sesuatu yang salah.
Lalu gue pun menyendiri di sepinya hutan. Merunut satu-satu,
sebenaranya apa yang gue pikirkan ini. sesuatu yang penting kah? Tak lupa gue
juga bertanya pada Tuhan, melalui Alquran dan buku-buku Hadis. Yang intinya,
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan gue itu, bermuara pada satu titik bernama
‘tujuan hidup’.
Jadi apa tujuan hidup lu?
emm, apa ya, right!
Tujuan hidup gue adalah meninggal dalam keadaan disayangi oleh Tuhan gue, Alloh
Ta'ala.
Kenapa harus disayangi oleh Alloh?
Karena kehidupan mempunnyai tahap akhir. Masuk neraka kah? (naudzubillah min dzalik) atau surga kah?
(kabulkan ya Rabb). Kita masuk surga itu karena kasih sayang Alloh, bukan
karena ibadah kita yang mungkin dimata manusia terlihat banyak, juga bukan
karena sedekah kita yang melimpah, bukan. Karena kita melakukan sesuatu dan
Alloh meridhai itu. Jika Alloh sudah ridha, maka ia akan menyayangi kita, dan
jika ia sudah sayang, maka surga adalah balasan kita.
Tapi sebaliknya, kita masuk neraka, itu karena perbuatan
kita. Alloh sudah menggariskan peraturan yang disampaikan lewat Rasulnya untuk
kita patuhi. Selalu ada dua pilihan, patuh atau melanggar. Dan mereka-mereka
yang masuk neraka adalah mereka yang melanggar. Baik sedikit maupun banyak.
Tapi inti tulisan ini, bukan mengenai itu.
Gue sudah punya tujuan hidup. Dan untuk mencapai tujuan
hidup gue itu, diperlukan lah sebuah proses, gak instan seperti mie instan.
Nah, yang salah dari diri gue, adalah gue lupa untuk menikmati seluruh proses
kehidupan itu. Sehingga dalam pencapaian tujuan hidup, prosesnya menjadi terasa
hambar, garing, pokoknya hampa dah.
Kenapa gue bisa seperti itu? karena gue memisahkan tujuan
akhir dengan proses hidup itu sendiri. Tujuan akhir hanya sebatas tujuan doang.
Bukan sesuatu yang menjadi tolak ukur dari seluruh proses hidup. Intinya gue
melakukan proses hidup tanpa melibatkan tujuan akhir. Bingung?
Contoh, gue pengen banget punya hape windows phone. Saking
tidak sabarannya, mimpi pun sampe dibawa-bawa tuh hape. Sehingga proses untuk
punya hape itu pun menjadi tidak menyenangkan. Kenapa? Karena gue terlalu focus
pada keinginan punya hape windows phone itu, lupa bahwa keinginan apapun,
ujungnya harus bermuara pada tujuan akhir.
Sekarang mari kita rubah cara berpikir kita. Okeh, sudah
sifat manusia ingin terhadap sesuatu. Tapi kan ada parameter ukurnya. Apakah punya
hape windows phone tadi menunjang terhadap tujuan hidup gue? kalau misalnya
menunjang (baca: hape gue sebelumnya mati total, gue bisa denger tausiyah atau
murotal di hape, baca quran, mencari ilmu di internet, tidak nyasar saat jalan-jalan
karena ada googlemaps, dll) maka muncul pertanyaan selanjutnya. Urgent kah? atau
bisa santai? lalu setelah itu, apakah proses yang harus dilewati untuk mendapat
hape itu? nabung tentunya kalau uangnya kurang, lalu pasang target kapan
uangnya harus terkumpul. Nah, ternyata mudah kan. Tidak perlu susah tidur
gara-gara terus mikirin hapenya. Kita hanya perlu melewati proses dengan cara nabung
setiap minggu, lalu diakhir bulan bisa kebeli itu hape. Thats easy man!
contoh lain, kepengin cepet-cepet nikah. Ini kenapa gue
bahas tema ini? Bodo ah! sekalian nasehatin diri ceritanya. hehe, baiklah.
Lagi-lagi saking tidak sabarannya, seluruh proses pra maupun
pasca pernikahan sering kebawa mimpi. Banyak ngekhayal yang belum jelas,
tiba-tiba bingung cara ngelamar gimana, ngapalin ijab qabul dari sekarang,
menyiapkan beberapa kombinasi nama untuk anak, bikin rumah akan seperti apa,
jalan-jalan nanti akan kemana sampe kepikiran bagaimana rasanya punya cucu. Halah.
calon aja belum punya. Ini mikirnya udah kejauhan banget. Tapi namanya juga
manusia, penuh dengan keinginan dan kekhilafan.
Makanya gue belajar untuk merubah cara berpikir. Apakah keinginan nikah gue ini menunjang tujuan hidup gue? absolutely yes! lalu apakah sifatnya urgent atau bisa santai? melihat gejolak kemaksiatan dimana-dimana, maka boleh lah gue bilang nikah itu very very urgent, hehe (pembenaran atau kebenaran nih?) lalu apa proses-proses yang harus dilewati untuk masuk ke jenjang pernikahan? emm, banyak. Tapi yang pertama dan yang paling utama, adalah memperbaiki diri dulu. Kalau lu pengen dapat yang baik, ya lu juga harus jadi orang baik. Simpel. Selanjutnya adalah menambah wawasan keislaman, menambah pundi-pundi biaya nikah, memasang target kapan harus nikah, meyakinkan orang tua, dan ya, memilih calonnya. Bisa minta tolong orang tua, murobbi, kenalan ustad, kawan dekat, atau siapa pun yang kira-kira bisa diandalkan. Kalau sudah yakin dengan pilihan, tinggal melamar, tentukan tanggal. dan yeah, finally, separuh agama pun, lengkap sudah. Tapi ingat. Muara dari seluruh keinginan hidup, adalah tujuan hidup.
lalu bagaimana cara menikmati proses-proses itu
Pertama lu ingat
terus tujuan hidup lu apa. Jadikan ia sebagai parameter untuk apapun keinginan
hidup lu. Taro 5 cm depan mata, jadi kebayang terus dah. Kedua jangan banyak mengeluh. Kalaupun mau mengeluh, mengeluhlah
pada Tuhan. Ketiga banyak bersabar. Puasa
dan naik gunung, ampuh tuh menambah stok kesabaran kita. Selanjutnya selalu tersenyum.
Orang gak demen sama orang yang bertampang kusut. Dan yang terpenting, bertawakal
dan perbanyak mengingat Alloh dalam keadaan lapang maupun sempit. Hatipun insy
Alloh akan menjadi tenang. Ceria terus bawaannya nanti.
Inilah yang sedang gue coba kerjakan. Menikmati seluruh
proses kehidupan untuk mencapai tujuan hidup gue. Sepayah apapun ceritanya,
semenyakitkan apapun rasanya. Selama Alloh dan Rasulnya menjadi pegangan. Semua
akan terasa nikmat. Insy Alloh.
semoga bermanfaat,
wassalam,
mess putra LAJ Jambi, 8 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar