Kenapa harus Ujung
Genteng.?
Jarum jam menunjuk pukul 7, sunset dipantai barat Cibuaya
perlahan mulai ditelan gelapnya malam. Vila2 kosong berderet indah menungu
untuk diisi. Engsel tulang serasa kendor ketika kami turun dari mobil elf
jurusan terminal lembur situ(sukabumi)-cikangkung ini. Bagaimana tidak, jalanan
seperti habis terkena bom hirosima acapkali memaksa penumpang melakukan tarian perut
selama 4 jam lebih. Belum lagi aura pembalap supir mulai tersalurkan sejak
injakan gas pertama. Mereka yang tidak kuat, siap2 dapat “jackpot” seperti
kawan seperjalanan gw. Padahal kalo saja mobil elf tidak istirahat sejenak
ditengah perjalanan dan antimo tidak masuk ke perut gw, sudah dipastikan gw
juga bakal dapat “jackpot” berkresek itu.
pertama nyampe di pantai cibuaya
Rasa lelah sebenarnya masih menemani kami saat berjalan kaki
digelapnya malam menuju pantai Pangumbahan, tempat penyu bertelur. Setelah satu
jam terus menyusuri pantai, sampailah kami dibelokan menuju kawasan konservasi
penyu. Dari sini masih harus berjalan selama 15 menit hingga sampai ke gerbang “Selamat
Datang di Kawasan Konservasi Penyu”. Petugas menanyai kami dan mengajak kami
masuk untuk mengobrol tentang kawasan ini.
menuju kawasan konservasi penyu
Menurut bapak yang gw lupa namanya, penyu banyak bertelur
pada bulan agustus, sedangkan akhir-akhir tidak setiap malam ada penyu yang
bertelur dipantai yang mempunyai 6 pos pengamatan ini. bahkan, sampai jarum jam
menunjuk angka 9 ditangan gw pun, masih belum ada laporan penyu yang naik ke
pantai. “Tapi tenang “ kata bapak itu sedikit menghibur, “masih ada waktu
hingga jam 4 pagi jika masih mau menunngu penyu”, lanjutnya tenang. Gile aja
harus nunggu ampe jam 4, “kalian mau nginep di aula atau di perumahan aja”,
otak itung2an gw langsung nyala, “di aula aja pak,” ucapan gw diamini ke 3
temen yang udah mulai ngantuk. “yasudah, nanti kalo ada penyu, bapak kabari
nanti”,
Satu jam berlalu, tiba-tiba ada kontak dari pos 3
pengamatan, ada penyu yang naik buat bertelur, kami yang mendengar sudah
kegirangan karena tidak perlu nunggu hingga jam 4 pagi hanya untuk melihat
penyu. Hujan mulai turun rintik2 dari sejak kami sampai di kawasan ini. Berbalut
raincoat, kami dikawal petugas menyusuri pantai hingga menemukan penyu yang
sudah selesai bertelur. Disana sudah ada 3 mahasiswa yang lagi magang.
penyu nya, sebelum si mba mahasiswa bilang gak boleh pake flash ya ini
Dari mahasiswa2 inilah gw baru tau, kalo penyu malem2 gak
boleh difoto pake flash soalnya peka terhadap cahaya pas mau betelur mah,(wah,
gak bisa foto jelas dong gw), trus umur penyu bsa nyampe 150 tahun, disini ada
6 pos, yang boleh dilihat pengunjung hanya pos 1 dan 2, karena kita melabeli
diri mahasiswa juga, jadi kita dibolehin masuk pos 3 untuk melihat penyu dari
dekat. Waktu penyu bertelur hingga kembali ke laut adalah 2 jam. Penyu bertelur
hingga 200 butir. Telur2 ini dipindahin ke tempat penetasan oleh petugas guna
menghindari ancaman predator. Jenis penyu disini adalah penyu hijau. Biasanya tukik
atau anak penyu yang baru menetas, dilepaskan ke laut pada waktu sore hari. Tapi
sayang banget, pas kita kesana gak ada telur yang menetas euy. Puas lihat
penyu, kami tidur di aula beralaskan matras.
Pagi yang cerah, semilir angin menyegarkan, dan cahaya matahari
menaungi kami yang sedang melakukan “jumsih” tau jumat bersih. Keren memang
para petugas disini. Setiap hari jum’at, wilayah pantai konservasi harus bersih
dari berbagai sampah. Dan kami berkesempatan membantu tugas mereka sambil
sesekali berfoto ria. DSLR bang Salmun sangat berfungsi mengabadikan wajah kami
menjadi selembar kenangan.
agenda jumsih
foto bareng di pos 1 pas jumsih
dibawah gedung utama yang ada penyu nye
gerbang selamat datang
belokan menuju kawasan konservasi
Perjalanan harus berlanjut, setelah memberi “donasi” pada
petugas atas kebaikan mereka, ujung genteng menjadi tujuan kami selanjutnya. Dan
dengan senang nya, petugas mengatakan, “kalo ke pangumbahan belum ke pasir
putihnya, belum sempurna rasanya”, berbekal info jarak perjalanan dari kwasan
konservasi sepanjang 2 km, kami menyusuri jalan kearah pantai yang dituju. Kebun
kelapa menjulang di kanan jalan, sedangkan dikiri jalan terpasang tembok
pembatas kawasan konservasi. Dan benar sesuai yang dikatakan petugas kepada
kami. Bibir pantai putih terbentang sejauh mata memandang hingga dibatasi
tebing dan muara. Pasir yang bertekstur sejenak menyihir pikiran seakan berada
di padang pasir nan tandus. Di hutan yang bertebing melayang2 kalong2 hitam
menunggu kami memotret mereka. Ingin sekali berenang jika saja ombak hari itu
tidak besar. Tapi mari kita nikmati sejenak secret
paradise ini dengan mengisi perut dulu. Masak mie gannn,,,
menuju secret paradise pasir putih pantai pangumbahan
nih pantai nya, yang kanan itu muara ya
kesan nya kaya di padang pasir ini teh
pasir lembutnya
Setelah ini baru perjalanan dilanjutkan ke Ujung genteng,
nyampe di pantai Cibuaya kembali pukul 12 siang, beruntung ada ibu2 penjual
karedok disini, (yang nemu bang Salmun nih), sip lah, makan siang with karedok
yang super enyak enyak,,, (Bang Salmun ampe nambah setengah saking enyaknya). Jam
2 siang mulai lanjut perjalanan lagi. Tetep jalan kaki menyusuri pantai. Terik nya
matahari langsung merespon kacamata item gw untuk dikeluarkan. Bodo amat
terliaht kaya tukang pijit, nyang penting, mata gw aman.
dari pantai pangumbahan jalan kaki ke pantai cibuaya lagi
nyari kerang, umang dan ikan,
tempat makan karedok edun
kaca mata item buat plindung mata, gak hanya buat gaya2 an
cantik ya botol hasil jerih payah heru
Sepanjang perjalanan,
telrihat penduduk setempat yang lagi mancing, turis2 yang lagi renang (gile
panas2 gini renang), hingga air laut yang bergradasi putih hijau biru terlihat
indah untuk kami foto. Tidak lupa Heru mulai rajin mengambil kerang dan umang
untuk dimasukan kedalam botol. Cantik banget dah hasilnya, (buat oleh2
katanya). Nyampe di Ujung genteng pukul 4 sore, istirahat sejenak di mushola
terdekat, dan menjelang senja , gw kenalin, SUNSET UJUNG GENTENG.
Keren banget setelah puas renang, ngajarin dan maksa heru nyemplung,
bareng ka rokhmani naik ke bekas dramaga, dan puas di foto bang salmun, ini dia
yang gw tunggu2, SUNSET booyyy,,,tak terlukiskan lah,(makanya lu liat
foto2nya), dari mulai kuning keputihan, berubah jadi kuning keemasan, kuning
kecoklatan, lalu mega merah berharmoni dengan gelap dan kuningnya langit d ibatas
horizon…. Kapal2 nelayan juga terlihat cantik disenja Ujung genteng ini.
ngajarin heru nyemplung
sunset X
romantic sunset
bersama
semakin keren
kapal nelayan senja
Jika maen ke pantai, kurang afdol jika tidak bakar ikan
dipinggir pantai. Setalah bersiin diri, kami maen ke TPI Ujung genteng. Dari sekian
banyak ikan, Lobster lah yang berhasil memengaruhi dompet gw untuk dikocek
lebih dalam. Bersama ikan kue, menemani malam kami dengan tenda di pinggir
pantai berlangit bulan hampir purnama ini. dingin?, jelas, malam hamper purnama.
Enak?, banget, apalagi lobster bakarnya, berisik?, amat, (wong depan tenda ada café
full dangdut)
kecil sih, tapi wenak
bakar lobster, uenak ree
tenda pinggir pantai, depannya cafe full dangdut
Menjelang malam merangkak ke pertengahan, gw, Heru dan bang
Salmun sudah “merengkol” dalam tenda, bang Rokhman belum masuk, “mau nyari
inspirasi dulu” katanya, pas bang Rokhman mau masuk ini lah, samar2 gw denger,
ada laki2 yang ngaku tentara AU dari Atang Sendjaja (karena memang diujung
genteng ini ada tempat latihan TNI AU ATANG SENDJAJA). Awalnya nanya asal dari
mana ke bang Rokhman,, jelasin kewajiban lapor, dan kesono2 nya, dia manggil
dua temen cewenya, wah, pirasat gw bakalan nawarin nih, dan bener aja, si bang Rokhman
digodain ama tuh cewe, seksi beud katanya, dan gw masi di dunia antara tidur
sama sadar (kenapa gak sadar aja ya waktu itu,,hahaha), tanpa pikir panjang, bang Rokhman langsung
nolak mereka,wah kalo gw masih sadar ngobrol dulu bentar, asal mereka dari mana
lah, mengapa nawarin malem2 kaya gitu lah, ampe mungkin gw nanya harga mereka berapa kali
ya. (hahaha, eits, buat memperkaya tulisan tuh wajib tau yang kaya2 gtu, kali
aja nemu hal menarik dari kehidupan mereka), kami pun tidur nyaman dalam tenda
hingga pagi2 buta, angin dan hujan mulai mengusik ketanangan tenda kami. Jam 4
pagi, Alhamdulillah hujan reda, beres2 dan langsung caw ke mesjid untuk melanjutkan tidur yang tertunda, hahaha,
setelah solat subuh tapi.
Pagi2, rupanya kami sudah diperhatikan atau malah dicari
kemana semalam tidak tidur di mesjid. Pengelola masjid ujung genteng ini baik
sekali membolehkan kami memasak mie untuk sarapan dirumahnya. Ngobrol lagi
ngalor ngidul, ditemani istri dan anaknya, dirumah ber isi kamar tidur, kamar
mandi, dan ruang tamu 2x2 meter ini, kami dijamu oleh keluarga berprofesi guru
ngaji dan nelayan ini.
Ke ujung genteng, perjalanan belum komplit kalo belum
mengunjungi air terjun Cikaso, sekitar 30 km dari Ujung genteng, atau 8 km dari
Surade. Untuk sampai kesana, kami mencarter angkot hingga nantinya diantar ke
surade langsung. Perjalanan dari tempat parkir menuju curug cikaso bisa
ditempuh lewat darat atau sungai. Biaya sewa sampan lewat sungai sekitar 60
rebu untuk 12 penumpang dengan waktu tempuh 15 menit. sedangkan buat sewa guide
lewat jalur darat, cukup seikhlasnya. Kami pun lewat jalur darat dan harus
melewati pesawahan warga. Suara air terjun mulai terdengar keras begitu guide
bilang “bentar lagi kita sampai”, dari suaranya, dipastikan air terjun nya
cukup besar. Dan benar saja, air terjun Cikaso begitu menjulang mengalirkan air
diantara tebing-tebing. Ada tiga air terjun disini. Yang kiri bernama curug
asepan, yang tengah bernama curug meong, dan kanan bernama curug aki. Tinggi curug
sekitar 80 meter dengan lebar tebingnya sekitar 100 m. tinggi benerrr gannn,,,
menuju ke curug cikaso lewat darat
ada 3 curug, curug asepan, curug meong, curug aki
Fose dulu lah
Setelah puas foto ria, tak enak rasanya kalo perut belum
terisi sebelum perjalanan pulang. Maka sebelum berangkat ke air terjun cikaso,
kami menyempatkan diri beli udang di TPI Ujung genteng. Aroma udang bakar serta
gaduhnya suara air terjun menyegarkan acara makan2 dipinggir curug ini. bodo
amat tatapan aneh dari pengunjung lain. Sory, kita kelaperan gannn….
Puas banget perjalanan 3 hari ini, so, kenapa harus ujung
genteng?, karena kita bisa liat penyu, pasir putih bertekstur, karedok edun, renang,
sunset, lobster bakar, ngecamp pinggir pantai, curug cikaso dan udang bakar,. Kami
pulang menuju bogor, naik bis dari surade pukul 8 malam,(emang bis Cuma ada jam
segitu), nyampe kampus lagi jam 3 pagi. Dalam bis, kelelahan dibayar tuntas
dengan tidur. Dalam mimpi kami, perjalanan selanjutnya sudah mulai terencana..
sippp, next perjalanan,,, merbabu………
Ujung genteng- Sukabumi 24-26 Jan 2013
lain kali ke Curug Cikaso lewat jalur sungai kak. bagus banget pemandangannya kayak di film-film!
BalasHapusgak sekeren ke green canyon paling,
BalasHapusUjung Genteng itu memorizing banget... Terlalu banyak kenangan mendalam,sampai2 ga mau ke sana lagi
BalasHapusyakin gak mau kesana lagi,, gak trauma air laut kan?
BalasHapusga lah, bukan trauma. Hanya ada something can't easily forget...
BalasHapuskaya nya dapat jackpot nih ichigo
BalasHapusWah kisahku malam belum aku selesai. Aku belum sempat digodain kalee mam, Eh nti aku minta potonya yah
BalasHapuscepatlah selesaikan
BalasHapusujung genteng kampung halamnku
BalasHapusdimana nya?
Hapus