Begini
tho rasanya patah hati. Begitu
menyesakkan padahal asma sedang tidak kambuh. Seperti kebahagian direnggut
dalam satu tarikan, dan tidak akan pernah kembali lagi. Ah kalian para pujangga
lebih pintar mendeskripsikannya.
Aku
ingin bercerita mengenai cinta yang layak diperjuangkan. Entah sejak kapan, aku
meyakini bahwa menunggu juga bisa dikatakan mencinta. Menunggu dalam diam
tentunya. Menunggu kita benar-benar matang untuk bersiap mengarungi kehidupan
bersama. Maksud dalam diam adalah kau tidak pernah sekalipun menyatakan
perasaanmu padanya. Bukan karena tidak berani menyatakan, tapi lebih karena
sebuah pemahaman, jika belum siap tidak boleh kita mengutarakan isi perasaan
kita. Maka itulah yang aku lakukan, menunggu dan mempersiapkan selama hampir
dua tahun untuk mengutarakan perasaan ini.
Selama
hampir dua tahun itulah rasa dalam dada perlahan tapi pasti terpupuk harapan
setiap hari. Harapan dari sejuta kebahagiaan yang akan kita rasa bersama.
Harapan akan saling melengkapi dan menyempurnakan. Aku ingat, pada tanggal 29 Agustus
2008 lalu, aku membuat sebuah target. Insya Alloh dengan atau tanpa dia, aku
akan menikah dua tahun lagi. Jannah, namanya Jannah. Dengan atau tanpa Jannah,
Insya Alloh aku akan menikah di umur 25. Kenapa harus Jannah? Ya banyak alasan.
Tapi aku tidak mau menyampaikannya di sini, yang jelas kita memang sudah dekat,
dan aku merasa Jannah mempunyai kriteria yang aku cari. Seperti yang aku
katakan sebelumnya, aku menunggu Jannah dalam diam, tidak pernah sekalipun aku
mengatakan perasaanku, dan aku pun tidak tahu bagaimana perasaan dia padaku.
Hanya Alloh saja sumber keyakinanku. Jadi aku minta saja sama Alloh semoga Jannah
adalah pendampingku dua tahun lagi (dua bulan lagi dari sekarang). Kalaupun nanti
bukan Jannah, tetap ya Alloh, ijinkan hamba bisa menyempurnakan agamaku juga
dua tahun lagi. Versi singkatnya begitulah isi doaku tiap hari.
Tapi
Alloh sepertinya lebih senang menjawab doaku yang kedua. Siang tadi, saat
istirahat dari pekerjaan, aku menyengajakan berselancar di pesbuk. Mataku
tertuju pada postingan sebuah undangan, yang di posting Jannah. Nafasku
tiba-tiba berhenti, tercekat di ujung tenggorokan. Langit seakan runtuh begitu
saja, menimpa hatiku yang meremuk. Berulang kali aku mencubit pipi, berharap
ini hanya sebuah mimpi, ‘Adaww, sakit rupanya’. Dan berulang kali aku merefresh halaman pesbuknya, berharap
bukan nama kau yang tertera dalam undangan pernikahan ini. Ya Alloh, beginikah
akhirnya kisah seorang pecinta yang menunggu dalam diam. Apakah cinta yang aku
perjuangkan hampir dua tahun ini tidak ada artinya? Tidak layak? Kalau saja……….
Ah, kerinduan tidak akan menyakitkan seperti ini.
Aku
tidak punya hak sama sekali untuk menggugat takdir Tuhan, apalagi merajuk
seperti anak kecil. Meski bayangan tentang dia begitu sulit dienyahkan. Cerita
cinta memang tak selalu seperti novel, berliku tapi endingnya selalu bahagia. Move
on bro, move on. Tidak bisa,
bayangannya terlalu kuat. Aku belum siap menghadapi esok lusa. Aku ingin makan
sate. Eh.
Sekarang
mari kita tata hati lagi kawan, bukankah kau menulis target, dengan atau tanpa Jannah,
tetap kau akan menikah dua tahun lagi (dua bulan lagi dari sekarang), ingat
itu. Kau pun sebenarnya sudah tahu akan kemungkinan ini. Kau sudah benar memperjuangkan
kemurnian cintamu selama ini, meski salahnya kau terlalu sering memupuk harapan
hanya pada satu nama, jannah. Alloh tahu mana yang terbaik. Lakukan penglepasan.
Seperti Kinanthi, yang melakukan penglepasan galaksi cintanya pada Ajuj di
novel Tasaro GK yang kau baca kemarin.
Aku
pun mengirimi ia surat elektronik tanda sebuah penglepasan. Terkesan bodoh
memang, tapi dari pada kerinduan ini semakin menyesakkan. Semoga waktu dan
orang yang tepat bisa mengobatinya.
Assalamualaikum,
Bagaimana kabarnya Jannah? Semoga Alloh selalu
melindungi kita dari godaan setan.
Sebelumnya saya ingin menyampaikan selamat. Minggu
depan kau akan menikah kan yak? Maaf aku mungkin tidak datang, kau akan
mengerti alasannya.
Kau tahu, semenjak intensnya kebersamaan kita
dikepanitiaan acara kampus, di kegiatan sosial, di pelatihan-pelatihan
kepenulisan. Tak bisa dipungkiri namamu mulai sering terbersit di pikiran. Lama-lama
menjadi semacam virus yang susah dicari obatnya, terus berkembang bereplikasi. Lalu
saya targetkan, dua tahun yang akan datang, yaitu satu bulan dari sekarang,
insya Alloh akan menikahimu. Tentu kau tidak pernah saya beri tahu. Kalau belum
siap, saya tidak berani.
Tapi ya gitu, Tuhan berkehendak lain. Kau akan
menikah, dan saya juga sebenarnya juga menargetkan, dengan atan tanpamu, tetap
akan menikah di umur saya yang ke-25. Awalnya, sebulan ini saya terus mencoba
melupakanmu. Menganggap saya tidak layak denganmu. Kau berhak mendapat yang
lebih baik. Tapi ya gitu, semakin kuat mencoba melupakan, semakin menghunjam
rasa sakitnya. Saya bingung, malam-malam terasa semakin panjang. Dunia terasa
sempit, kesehatan saya memburuk, pekerjaan saya terbengkalai.
Kau pernah baca buku Kinanthi karya Tasaro GK? Kalau
belum, bacalah! Saya ingin seperti Kinanthi, melepaskan galaksi cintanya pada Ajuj.
Merelakan Ajuj menikah dengan perempuan lain, meski itu sulit. Ya, dengan surat
ini, saya melakukan penglepasan. Saya tidak bermaksud menambah beban pikiranmu,
apalagi kau akan berbahagia sebentar lagi. Hanya, saya perlu melakukan ini.
Agar kerinduan ini tidak semakin menyesakkan.
Terima kasih Jannah. Tanpa kau sadari, kau sudah
banyak membuat perubahan dalam hidup saya.
Semoga kau berbahagia, dan maaf mengirimimu
email yang mungkin gak penting. Tapi bagi saya, sungguh ini sangat berarti.
Oya, setelah ini, saya akan pergi, menghilang dari duniamu. Menurut saya ini
cara terbaik. Tolong jangan anggap saya egois.
Doakan saya juga, mungkin seminggu lagi akan mencoba melamar orang lain.
Wassalamu’alaikum.
Email,
send.
Alhamdulillah,
beberapa hari setelah aku kirim email itu, meski masih terbayang, aku mulai
terbiasa. Baiklah, aku sudah memutuskan. Dengan teliti, aku menggeser layar
telepon genggam, mencari nama kontak perempuan yang akan aku lamar hari ini.
Aku gak tau akan diterima atau tidak, tapi setidaknya aku berusaha.
‘Tuuuuttttt…
Tuuuutttttttt… Tuuuuuuuuttttt’ sepertinya dia lagi sibuk, telponnya tidak diangkat,
‘Tuuuuutttt…
Tuuuuuuttttt… Nomor yang Anda tuju sedang sibuk’. Ya sudahlah, nanti agak siang
kutelpon lagi.
Saat
siang, begitu aku akan menelpon dia lagi. Dua pesan singkat masuk.
“Kak Teguh, ada apa? Maaf Kak, lagi ada acara
tadi”.
Dengan
cepat, langsung aku balas.
“Zahra
gimana kabarnya? Saya mau melamar Zahra… Boleh saya datang ke rumah minggu
depan?” Cepat-cepat saya hapus. Mosok
ngelamar lewat SMS. Gak gentle.
Telpon dong, telpon.
“Zahra
gimana kabarnya?, saya mau telpon, boleh?”, send.
Pesan
kedua, ………………………………………………………, Dada saya bergemuruh. Ngapain Jannah ngirim pesan
singkat? Apa dia baru baca emailnya? Ah paling isi pesan singkatnya, cuma bilang
“makasih”, atau “maaf”, atau jangan-jangan isi nya nyuru buka email, dia curhat
di email balasan, lalu memutuskan membatalkan pernikahan, lalu meminta aku
melamarnya. Lalu kita menikah, punya anak, bahagia dah. Ah kayanya aku kena
sindrom romantisme konflik pernovelan. Lebih baik aku hapus saja isi pesannya.
Tidak penting juga tahu bagaimana reaksi dia. Baik buat ku, dan juga dirinya.
Tapi
sisi yang lain mengatakan, buka saja. Apapun reaksi dia, lu laki-laki, lu harus
kuat, lu bakalan penasaran seumur
hidup kalo lu gak buka pesan singkatnya. Okelah, keringat dingin mengucur, tangan
gemetaran. Blebb, muncul satu pesan
singkat, yang membuat aku melongo seketika.
"Yang nikah sepupu gw, baca yang bener
undangannya!"
Ini
gw harus seneng atau malu?
‘……………………………………….’
Saung Inspira, Laladon Bogor 27 September 2013.