Duta
Islam Pertama
Sahabat Rasulullah
SAW yang satu ini, sebelum masuk islam, adalah bunga yang selalu mengharumi jalan-jalan
Quraisy, hadirnya selalu dinanti disetiap perkumpulan karena kecerdasan otak
dan penampilannya yang anggun. Ia pemuda tampan, serba kecukupan, selalu
dimanja serta selalu menjadi buah bibir gadis-gadis Quraisy. Lalu bagaimana
pemuda idaman para gadis ini bisa mengecup indahnya islam. Mari kita lanjutkan
sirahnya.
Berita mengenai datangnya seorang
utusan tuhan dikalangan Quraisy menjadi trending
topic saat itu, dan karena Mush’ab
sering mendengar berita ini lewat perkumpulan yang sering ia datangi, otak
cerdasnya tertarik untuk mengetahui seperti apakah utusan tuhan yang bernama
Muhammad SAW ini.
Ia tahu bahwa pertemuan yang sering
dilakukan oleh Muhammad SAW dan pengikutnya diadakan di tempat yang jauh dari gangguan
Quraisy, yaitu di bukit Shafa di rumah Al-Arqam bin Abul Arqam. Tanpa pikir
panjang, disuatu senja ia mendatangi rumah itu dan duduk melihat apa yang dilakukan
dalam rumah Al-Arqam ini.
Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an
mengalir dari hati Rasulullah SAW dan bergema melalui bibir beliau hingga masuk
meresapi kalbu Mush’ab. Seketika itu, Mush’ab seakan terbang oleh perasaan
gembira. Rasulullah SAW mengerti perasaan pemuda ini dan mengulurkan tangannya
yang penuh kasih sayang kemudian mengurut dadanya hingga perasaan Mush’ab mulai
damai, tentram bagai lautan dalam. Ia pun masuk islam di senja itu juga.
Satu hal yang paling dikhawatirkan
oleh Mush’ab setelah masuk islam adalah ibunya. Seandainya mekkah dengan segala
patung, tokoh2 Quraisy dan padang pasirnya mengepung dan memusuhinya, Ia anggap
tidak seberat apabila ibunya sendiri yang menjadi musuhnya. Ia pun
menyembunyikan keislaman dari ibunya. Rupanya di Mekkah tiada rahasia yang
tersembunyi. Banyak mata dan telinga dimana-mana.
Utsman bin Thalhah melihat Mush’ab
masuk ke rumah Al-arqam secara diam-diam dan sholat seperti Muhammad SAW. Ia
pun dilaporkan oleh Utsman kepada ibunya.
Dihadapan ibunya dan pembesar-pembesar
Quraisy, Mush’ab membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang pernah didengarnya dari
Rasulullah SAW untuk mencuci hati nurani mereka. Ibunya hendak memukul untuk membungkam
mulut Mush’ab, namun malah terkulai karena tidak tega melihat wajah yang
berseri cemerlang itu kian berwibawa dan tenang. Akhirnya Mush’ab dipenjarakan
di rumahnya hingga sekian lama.
Akhirnya datang perintah hijrah dari
Rasulullah SAW ke Habasyah, Mush’ab berhasil mengelabui penjaga dan ibunya
hingga bisa hijrah dengan penuh ketaatan bersama saudaranya kaum Muhajirin.
Suatu hari datang Mush’ab kepada
sahabat yang sedang mengelilingi Rasulullah SAW, para sahabat tertunduk
prihatin dan berlinang air mata karena terharu. Betapa tidak, Mush’ab yang dulu
sebelum masuk islam pakaiannya bagaikan bunga-bunga ditaman hijau yang terawat
dan menyebarkan bau wangi, kini ia hanya memakai jubah usang dengan penuh
tambalan. Rasulullah SAW memandangnya dengan penuh rasa syukur dan kasih
sayang. Beliau menyunggingkan senyum seraya bersabda : “Aku telah mengetahui Mush’ab ini sebelumnya. Tidak ada pemuda Mekkah
yang lebih dimanja oleh orangtuanya seperti dirinya, kemudian ia meninggalkan
itu semua karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.:”
Ketika pulang ke Mekkah, ibunya
hendak mengurungnya kembali. Namun, ia telah mengetahui kebulatan tekad Mush’ab.
Tidak ada cara lain selain harus melepaskan kepergian Mush’ab dengan cucuran
air mata. Dan Mush’ab pun tak kuasa menahan tangis. Ibunya yang gigih luar
biasa dalam kekafiran sedangkan Mush’ab dengan kebulatan tekad yang sangat kuat
dalam mempertahankan keimanan. Ibunya akhirnya mengusir Mush’ab dari rumah
seraya berucap.. “pergilah sesuka hatimu, aku bukan ibumu lagi”
Mush’ab menghampiri ibunya seraya
berkata, “ibunda, ananda ingin menyampaikan nasihat kepada ibunda, ananda
merasa kasihan pada ibunda. saksikanlah bahwa tiada Ilah selain Allah, dan
Muhammad adalah hamba dan utusanNya”.
Ibunya menjawab dengan penuh emosi
dan kesal/ “demi bintang, aku tidak akan masuk agamamu, bisa-bisa otak ku
rusak”.
Mush’ab kini meninggalkan kemewahan
dan kesenangan yang ia nikmati selama ini. Ia kini lebih memilih hidup miskin
dengan pakaian kasar dan usang. Adakala ia makan, adakala beberapa hari ia
lapar. Namun jiwanya yang telah diisi dengan akidah yang suci dan memancarkan
cahaya Ilahi, telah mengubah dirinya menjadi manusia yang dihormati, penuh
wibawa dan disegani.
Suatu saat, Mush’ab dipilih oleh Rasulullah
SAW untuk mengajarkan agama di Madinah kepada sahabat Anshar yang telah berbaiat
kepada Rasulullah SAW, mengajak yang lain agar menganut agama Allah dan
mempersiapkan Madinah untuk hijrah yang agung. Sebenarnya saat itu banyak
sahabat-sahabat yang lebih tua dibanding Mush’ab, namun Rasulullah SAW menyerahkan
tugas agung ini dipundak “Mush’ab yang baik”.
Dengan bekal kearifan pikir dan
kemuliaan akhlak yang dikaruniakan Allah pada nya, serta kezuhudan, kejujuran
dan kesungguhan hatinya telah berhasil melunakan dan menawan hati penduduk Madinah
hingga mereka berduyun-duyun masuk islam. Pada musim haji berikutnya, sebanyak
70 mukmin laki-laki dan perempuan berngkat ke Mekkah dengan dipimpin sendiri
oleh guru mereka. “Mush’ab yang baik”.
Mush’ab sebenarnya ketika tinggal
di Madinah banyak sekali menemui rintangan. Ia pernah ditodong belati oleh
pimpinan kabilah Abdul Asyhal, yaitu Usaid Al Hudhair. Usaid sangat murka dan
sakit hati menyaksikan Mush’ab menyelewengkan kaumnya dari agama mereka.
Tuhan-tuhan yang selama ini mereka sembah bisa dilihat dan diketahui
keberadaanya, sehingga jika ada kesulitan dengan mudah bisa tau kemana harus
mengeluh. Sedangkan tuhan Mush’ab ini, tiada seorangpun yang mengetahui
keberadaaNya atau melihatNya.
Walaupun ditodong belati, Mush’ab
tetap tenang dan dalam; laksana cahaya fajar yang ceria dan damai. Ketulusan
hatinya telah menggerakan lidahnya untuk mengeluarkan ucapan yang lembut/ “
mengapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu?, seandainya anda menyukai, anda
dapat menerimanya. Sebaliknya, jika tidak, kami akan menghentikan yang anda
benci.”
Usaid adalah orang yang cerdas. Ia
mengetahui Mush’ab ingin mengajaknya berdialog dan meminta pertimabangan kepada
hati nuraninya. Ia tahu, Mush’ab hanya memintanya untuk mendengarkan, tidak
lebih, jika ia setuju, akan membiarkan Mush’ab, jika tidak, Mush’ab telah
berjanji akan meninggalkan kampungnya. Ia pun insaf dan melemparkan belatinya
serta duduk mendengarkan Mush’ab.
Ketika Mush’ab membacakan ayat-ayat
Al-Qur’an, dada usaid bergemuruh mulai terbuka dan bercahaya. Belum selesain Mush’ab
menyampaikan uraiannya. Usaid sudah berseru, “alangkah indah dan benarnya
ucapan itu, apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk agama
ini?”
Dengan disertai gemuruh tahlil, Mush’ab
menjawab, “hendaklah ia menyucikan badan dan pakaiannya, serta bersaksi bahwa
tiada yang berhak disembah selain Allah”.
Berita keislaman usaid menyebar
cepat diseluruh Madinah, diikuti dengan keislaman Sa’ad bin Mu’adz, serta Sa’ad
bin Ubaidah. Persoalan dengan berbagai suku pun selesai. Dan warga Madinah saling
berdatangan kepada Mush’ab dan beriman
bersamanya. Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah gigi Mush’ab.
Demikianlah duta Rasulullah SAW
pertama telah mencapai hasil yang gemilang. Hari berganti hari dan tahun demi
tahun berjalan hingga tiba waktu Rasulullah SAW bersama para sahabat hijrah ke Madinah.
Kaum Quraisy pun terbakar dendam,
kezaliman terus berkobar hingga meletuslah perang badar. Perang pertama kaum
muslimin yang berhasil dimenangkan.
Kemudian perang uhud pun menjelang
dan kaum muslimin pun bersiap mengatur barisan. Rasulullah SAW berdiri di
tengah barisan dan menatap wajah orang beriman, untuk memilih siapa yang berhak
membawa bendera perang. Beliau pun memanggil “Mush’ab yang baik”. Dan Mush’ab
menjadi pembawa panji perang kaum muslimin.
Rupanya berkecamuknya perang uhud
tidak sesuai dengan strategi yang dicanangkan. Pasukan pemanah melanggar
perntah Rasulullah SAW dan turun dari bukit. Sementara pasukan Quraisy yang
awalnya mundur ternyata hanya tipuan, berhasil naik keatas bukit yang awalnya
ditempati oleh pemanah muslim. Kaum muslimin yang tengah lengah kaget dengan
serangan balik dan dadakan dari pasukan Quraisy hingga menjadi sasaran dari
pedang-pedang yang haus darah. Begitu melihat pasukan muslim porak poranda,
mereka mengalihkan serangan menuju Rasulullah SAW, saat itu Mush’ab menyadari
ancaman yang berbahaya itu. Diapun mengangkat panji perang setinggi-tingginya
dan bertakbir bagai singa yang meraung. Ia memfokuskan semua upaya untuk
menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW.
Sungguh, walau seoarang diri, Mush’ab
bertempur laksana pasukan besar. Sebelah tangan memegang bendera bagaikan
tameng kesaktian, sebelah lagi menghunuskan pedang dengan matanya yang tajam.
Namun, musuh datang semakin banyak. Ibnu Qamiah datang dan menebas tangan
kanannya hingga putus. Mush’ab mengucapkan,” Muhammad itu tiada lain hanyalah
seorang utusan, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa utusan”. Kini ia
memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh
pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula.
Mush’ab membungkuk kearah bendera,
lalu dengan kedua pangkal lengan, ia mendekap bendera ke dada sambil mengucap.
” Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang utusan, yang sebelumnya telah
didahului oleh beberapa utusan”. Musuh menyerangnya kembali dengan tombak dan
menusuknya hingga patah. Mush’ab akhirnya gugur dan bendera perangpun jatuh.
Mush’ab gugur sebagai bintang dan
mahkota para syuhada. Saat itu mushab, yakin bahwa sekiranya ia gugur, tentu
jalan musuh akan terbuka lebar menyerang Rasulullah SAW. Karena cintanya yang
tiada terbatas kepada Rasulullah SAW, dan cemas memikirkan nasib beliau
seandainya ia gugur, maka setiap sabetan pedang menbas tangannya ia
mengucapkan, ” Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang utusan, yang sebelumnya
telah didahului oleh beberapa utusan”.kalimat yang kemudian dikukuhkan menjadi
ini ini selalu diulang dan dibaca sampai selesai, hingga akhirnya menjadi ayat Al-Qur’an
yang selalu dibaca orang.
Rasulluah bersama para sahabat
meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan kata perpisahan kepada para
syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad mush’ab, air mata beliau
mengucur deras. Beliau membacakan ayat dihadapan nya :
Dan diantara orang-orang mukmin itu
ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al Ahzab:23)
Kemudian dengan penuh rasa iba
beliau memandangi kain yang digunakan untuk menutupi jasadnya. Jika kami
menutup kepalanya, kedua kakinya tersingkap dan jika menutup kakinya, kepalanya
tersingkap, rasululluah pun menyuruh menutup kepalanya dengan kain dan menutup
kakinya dengan idzkhir (rumput berbau harum yang biasa digunakan dalam
penguburan).
Setelah itu pandangan beliau
tertuju ke medan pertempuran dengan pemadangan jasad rekan2 Mush’ab yang
tergelatak diatasnya. Rasulullah SAW bersabada. “sungguh, Rasulullah SAW akan
menjadi saksi pada hari kiamat ananti bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi
Allah”.
Kemudian beliau berpaling kearah
sahabat yang masih hidup, dan bersabda, “wahai manusia, berziarahlah dan
berkunjunglah kepada mereka. Ucapkanlah salam untuk mereka. Demi dzat yang
jiwaku berada ditanganNya, tiada seorang muslim pun yang mengucap salam kepada
mereka sampai hari kiamat, kecuali mereka pasti membalas salamnya”
Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu, wahai Mush’ab
Semoga
keselamatan dilimpahkan kepada kalian, wahai para syuhada,
Semoga
keselamtan, kerahmatan,dan keberkahan dilimpahkan kepada kalian semua..
Sumber : buku karya Khalid Muhammad Khalid. : Biografi 60 Sahabat
Nabi versi Tahqiq” penerbit ummul qura’. 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar