Laman

Rabu, 13 Maret 2013

Ayahku memang pengamen kek


Gerbong kereta bergoyang lembut seakan mengikuti alunan dangdut dari sound tape yang dibawa seorang bapak umur 30 tahunan. Setelah didengar lagi, rupanya bapak itu sedang berkaraoke alias suara dangdut yang terdengar lumayan itu memang asli suara nya. Oh lihat, ada pemandangan menarik disini. Seorang anak kecil berpotongan rambut macam Ronaldo, mungkin umur 5 tahun, sempoyongan menahan kantuk, memegang tangan kanan bapak pelantun “lebih baik sakit gigi” itu. Tangan kanan anak itu malu-malu terangkat menyodorkan bekas kemasan permen yang disulap menjadi penampung uang “apresiasi”. Tapi malah penumpang kereta yang susah payah memasukan serakan uang receh yang terjatuh karena si anak terus menggerak-gerakan tangannya tanpa peduli uang sudah masuk atau belum.

Sebenarnya si bapak tak tega mengajak anaknya ikut mengamen malam-malam. Tapi lebih tak tega lagi ia meninggalkan anak semata wayang nya sendirian di kamar kontrakan di Jakarta. Tak pernah kah kalian dengar berita tentang penculikan anak-anak?, atau anak2 dijadikan media pemuas nafsu si Babe?. Lebih ngeri lagi hanya karena dendam pada si bapak, anak kecil tega dibunuh dan disemen serupa patung. kayaknya si bapak ini korban pembentukan opini berita dah. Baiklah-baiklah, singkatnya si bapak akan lebih tenang jika anaknya ikut.

Biasanya bapak itu “berkaraokean” di kereta ekonomi jabodetabek hingga pukul 11 malem, pulang ke kontrakan dibilangan pasar minggu lalu langsung beristirahat untuk kegiatan esoknya. Pagi-pagi sekali ia menitipkan anaknya yang bernama toni ini ke toko kelontongan milik temannya, sekalian bantu-bantu maksudnya, sukur-sukur dapat upah. Setelah itu ia menjadi kuli angkut di pasar hingga sore hari. Semua kerjakeras ini ia lalui dengan satu pengharapan, apalagi kalau bukan demi pendidikan anaknya. Dalam benak bapak bernama Arif ini rencana-rencana besar sudah terancang, nanti akan sekolah disini, trus SMP disitu, SMA disana lalu kuliah di Bogor. Ah, memikirkanya saja sudah bisa membuat karung beras 50 kg yang ia pikul terasa ringan, padahal ia hanya menggunakan satu tangan.

Ringkikan gerbong kereta berhenti diikuti suara decit rem saat memasuki stasiun cawang, terlihat seorang kakek menghampiri si bapak yang masih bernyanyi sendu. Dari tatapan tajam si kakek, sepertinya ia tahu benar siapa bapak pengamen itu,

“toni, ayo pulang dengan kakek” teriak si kakek, lalu dengan sigap memegang tangan anak kecil disamping bapak itu. Yang dipegang tidak sadar karena kantuk dan melangkah ikut bersama si kakek. Si bapak yang kaget, menjatuhkan mix yang dipegangnya dan langsung melangkah menangkap tangan toni.

“bapak, ngapain disini ?”ucap si bapak ragu, lalu mereka saling bersitatap.

“ARIF, kamu tega-teganya ya malem2 gini ngajak anakmu ngamen, GAK LIAT TONI UDAH KELELAHAN?” teriak si kakek dengan tatapan galak, penumpang lain mulai bertatap-tatap ingin tahu.

“pak, ini untuk keselamatan toni pak, saya gak tega ninggalin toni sendirian“ bela si bapak tak terima.

“KALO KAMU GAK BECUS NGURUS ANAK, UDAH BAPAK SAJA YANG NGURUS,” genggamannya semakin kuat, si anak yang mulai terganggu mulai bangun.

“kakek, kenapa ada disini?, gimana kabarnya kek?, nenek sehat?” Tanya si anak lembut, lalu mencium tangan si kakek seperti tidak terjadi apa-apa.

Si kakek seperti tersiram air embun begitu melihat wajah polos cucunya yang sedang mencium tangannya. 
“kakek baik-baik saja nak, nenek juga baik-baik saja, toni ikut pulang sama kakek sekarang ya?”ia berjongkok menyejajari si anak.

“bareng ayah tapi kan kek?”Tanya si anak lagi,

“toni aja sendiri, biarkan ayahmu tetap tinggal semaunya di Jakarta” jawab si kakek sambil melirik pada si bapak.

“kalau begitu toni gak bisa ikut kakek, toni harus bantu ayah kek”ucap si anak yakin

“toniii, kamu gak akan punya masa depan cerah jika bareng pengamen yang lumpuh tangannya, mending ikut bareng kakek, nanti kakek belikan mainan apapun kesukaan toni” bujuk si kakek disertai uhuk batuk

Si anak menghela nafas seakan ia sudah mengerti apa yang terjadi. Ia lalu memegang kedua tangan kakek didepannya itu,

“Ayah memang tangannya lumpuh kek, nanti toni disebut anak durhaka kalo malah ninggalin ayah yang sangat sayang banget sama toni, selalu memeluk toni, menyiapkan sarapan pagi buat toni, mengajak jalan-jalan hari minggu.” Ucapnya riang, membuat penumpang lain ikut tersenyum. Si anak menghela nafas lalu melanjutkan” oya tentang masa depan, toni dan ayah sudah jauh-jauh hari merencanakan masa depan untuk kami berdua, selalu menabung, hidup hemat, bekerja keras. Itu semua untuk masa depan kami lho kek, dan tahun depan toni akan masuk sekolah” ucapnya sambil memeluk ayahnya lalu tersenyum memamerkan gigi nya yang rajin di sikat,

Kakek mana yang tidak terenyuh mendengar celoteh cucunya barusan. Pastilah orangtua si anak adalah orang hebat. Bisa mengajari anaknya bermimpi besar dan lebih cepat dewasa di umurnya yang belia.
Si kakek ikut-ikutan menghela nafas,” baiklah nak, mungkin kakek memang salah menduga, ayahmu memang orang hebat. Sekali lagi lagi kakek minta, maukah kalian berdua pulang bersama kakek ke kampung?, sepertinya kakek mu ini sudah pegal mengurus kebun teh sendirian. “

“serius pak?, bukannya bapak dulu bersumpah tak akan sekalipun menerima saya menginjakan rumah bapak,” Tanya si bapak penasaran

“ayolah rif, itu sudah 5 tahun yang lalu, terkadang rencana tuhan begitu ajaib menguapkan sumpah orang tua ini,  dan bukankah sudah 4 tahun kau belum berjiarah ke makam istrimu?,”

Ending nya sudah jelas, akhirnya mereka pulang dan tinggal di rumah si kakek, bahagia?, so pasti…
eits, tapi malam ini, ya mereka tidur di kontrakan si bapak dulu lah, wong mau pindahan muzti bawa barang2 dulu to ya, hehehe,

Kamis, 07 Maret 2013

jika perasaan ini baik dan benar, sampaikan padanya ya Allah


Aku ingat sekali pertemuan pertama kita, duduk di angkot yang sama, naik bus yang sama, lalu naik angkot lagi, putih dan orange yang sama, tapi sayangnya kamu turun di perumahan tanpa plang itu, aku turun tepat 10 menit setelah kamu turun. Dan bodohnya, aku malah nyasar, setelah Tanya sana-sini, harusnya aku  turun di tempat kamu tadi turun. Yasudahlah, berbuat baik itu kadang perlu perjuangan.

Sesuai dugaan, aku datang telat dan tidak sempat briefing untuk kenalan. Setelah menyapa kakak Koordinator pengajar sekolah alam ini, aku langsung di suruh ikut mengajar di kelas mendongeng. Waw,, wajahmu menyembul disela anak-anak yang duduk manis disekelilingmu. Aku perhatikan, kamu begitu ceria, ekspresif, dan nada mendongeng mu berhasil menyihir anak-anak itu. Ya ya ya, aku juga sempat terbawa kedalam ceritamu hingga tidak sadar beberapa kali kamu menyapa dan memintaku untuk mengenalkan diri. Jika dipikir-pikir, lucu ya, sepasang manusia dewasa, mendongeng pada anak-anak, seperti,,,,,,,hehehe,,, eh, hush,hush, jangan mikir yang aneh-aneh.

Percakapan kita pun masih biasa aja, nanya nama lagi, asal, kampus, tapi anehnya begitu ngomongin anak-anak di kelas dongeng tadi, percakapan mulai sedikit mencair, tidak lama memang, tapi aku senang.

“eh, minggu depan ngajar lagi kan?”, Tanyamu sebelum turun dari angkot,,
“iya, kenapa?” jawabku
“minggu depan hana yang dongeng yak, hehehe” senyum mu berhasil membuat aku menggangguk mengiyakan. Lalu kau pun pergi.

Kamu gak tau kan, hampir setiap sebelum tidur aku berlatih ngedongeng, yah walaupun ujung2 nya sering ketiduran, tidaakk, nanti anak2 malah tidur juga ngedenger ceritaku, makanya aku tiba-tiba jadi senewen nyari di youtube tentang teknik mendongeng, hingga hari minggu pun datang. rupanya kamu minta aku mendongeng karena kamu gak bisa datang ya, baiklah, 

Disaat aku mendongeng, aku baru tau kalau kamu ternyata hari itu juga datang, lalu ikut mendengarkan ceritaku, aaakkk, kenapa aku gak nyadar, yowislah, aku ngedongeng bukan karena dia ko, karena aku emang suka anak-anak.

Minggu berikutnya, aku tidak mendongeng, kamu juga tidak mendongeng, karena kami sekarang ngajar ngegambar. Kami?, oya, jadi malu, aku dan dia tetap dipasangkan untuk mengajar bersama. Dan jahatnya kamu bareng anak-anak malah nertawain aku, “hihihiihi, pipi kamu cemong”,ucap mu jahat, tanpa aba-aba, langsung aja ku colek juga pipimu pake cat item, anak-anak malah terpingkal nertawain kami, gaduhlah kelas menggambar hari itu. tapi aku suka seperti ini. Kami pun sudah semakin akrab, berangkat janjian bareng, diangkot maupun di bis mulai ngobrol ngalor ngidul, nertawain tingkah anak kecil lah, cerita petualangan naik gunung lah, atau nertawain kejadian konyol masing2 selama seminggu gak ketemu. Tentunya bareng-bareng dengan pengajar lain lah. Gak berani kami berangkat cuma berdua, ingat, nenek bilang itu berbahaya, heyyyyyyy, heyyyyyy,,

O yahh,, sudah dua bulan , tiap minggu kita bersama, bercengkrama bersama alam dan anak-anak, memberikan kedewasaan pada mereka dengan ilmu yang kita punya, bertanam di kebun, bercerita tentang nabi-nabi, menggambar imajinasi, membaca, menulis, menyanyi, tertawa, dan semua hal yang bisa kita berikan pada mereka. Dan minggu itu kamu hilang, juga minggu-minggu selanjutnya, baiklah, bohong jika aku katakan aku tidak rindu padamu, secepat itukah kamu datang dan pergi, tanpa salam perpisahan misalnya, atau sekedar ucapan, “hana, terimakasih atas hari-hari indah bersama, semoga kita bisa berjumpa lagi”, yah, sebenarnya aku tau kamu dimana, di negeri antah berantah sana, dan sebenarnya kamu juga sudah cerita, bahwa suatu saat jika dipanggil, kamu langsung akan pergi. tapi tetap saja terlalu cepat bagiku, tak tau kah kamu bahwa hati wanita begitu sulit dalam mencerna perubahan keadaan. Apalagi dari keadaan bahagia menjadi hambar seperti hari ini. Tidak, tawa anak-anak selalu berhasil menggarami rasa di hatiku, atau mungkin karena tawa anak2 lah rindu akan tawa renyahmu terobati?. Ah yang jelas, aku masih suka datang mengajar di sekolah alam ini, berharap suatu hari kau akan datang dan kita mendongeng bersama lagi.

Ya Allah, jika perasaan ini baik dan benar, sampaikan padanya ya Allah, 

owh, ada pesan singkat dari kakak koordinator sekolah alam, 
"mengundang teman-teman pengajar pada nikahan Deri dan Sinta,,, bla bla bla"

Ya Allah, jika perasaan ini baik dan benar, hapus perasaan ini Ya Allah, pleasseeeee,,"