Laman

Selasa, 31 Desember 2013

Day 1 in Medan: buaya, makan enak murah, pemandian belerang


Suara adzan mengudara bersama dinginnya Medan di subuh hari. Gue dan rombongan penghuni asrama plus secret PII mengenyahkan rasa kantuk dan dingin untuk menjawab seruanNya. Adalah masjid As Solihin tepat di sebrang jalan secret PII berdiri menjadi tujuan kami melangkah. Meski pagi, nyebrang jalan tetep harus hati-hati bro. Kata bang Yudi, orang Medan kalau lagi ngebut rada malas berhenti atau melambatkan laju kendaraannya hanya untuk mempersilahkan pejalan kaki menyebrangi jalan.

Ba’da sholat, gue berdiam dulu di pelataran masjid, untuk mengamati dua geng kuburan yang dipisahkan oleh masjid satu-satunya di jalan Brigjen Katamso ini. Disebelah kiri masjid ada kuburan Mandailing yang bersebelahan sama kuburan Arab. Nah disebelah kanannya ada kuburan Minang yang bersebelahan dengan kuburan Jawa. Lalu otak dengkul gue berfantasi. Jadi mungkin dulunya orang Mandailing dibantu orang Arab tauran sama orang Minang yang dibantu orang Jawa. Saking alotnya, ampe kuburan nya aja bergeng-geng gitu. Rasa ku kalau tidak ada masjid ini pasti saat malem mereka bangkit dan pada tauran lagi dah. Hehehe, Astagfirullohaladzim, gue malah ngebecandain orang meninggal. Allohummagfirlahum, warhamhum waafihi wa’fuanhum.

Mie balap

Di secret PII, ba’da mandi, pagi-pagi udah disediain sarapan mie balap. Makanan opo iki le? Kata sekjen PII Sumut, Firman. Yang membuat mie ini disebut mie balap adalah karena kecepatan si mpunya warung yang macam orang lagi balap saking cepetnya ngebuat mie nya. Menurut hasil googling, warung mie balap sebelum menjamur di Medan macam sekarang, awalnya dulu berasal dari warung keluarga cina di jalan darat no 52. Terkenal juga dengan sebutan mie janda. Meski sederhana warungnya, tapi racikan bumbunya belum pernah berubah dari jaman nenek Amak, turun ke anaknya, ibu Popo dan sekarang di urus cucuknya, Mei-mei. Buka dari jam 7 pagi hingga jam 12 siang dengan harga 10ribu per porsi kalau pake telor, dan 6ribu tanpa telor.

Kalau dari segi rasa, emh, akan sangat enak sekali rasanya kalau saja mie balap ini tidak diberi bawang mentah. Banyak pulak bawangnya. Sory, gue kan vampire. Gak boleh gue makan bawang. Jadi terpaksalah sebelum makan, gue bekerja keras untuk memisahkan irisan bawangnya. Tapi rupanya, enak juga mie balap ini. Mie, toge, wortel dan bihun yang segar, dilumuri sambal kacang dan irisan cabe hijau membuat kita ikut juga balap menghabiskannya.

Oya, di secret berlantai tiga ini ada 3 orang yang tinggal. Ada sang ketua bernama Irfan, sang sekretaris bernama Firman, dan Anshor yang entah sebagai apa dia. Mereka yang berbaik hati membelikan kami mie balap ini, sekaligus makan bareng sambil berkenalan. Maacih eaa kakaks!
mie balap, buanyak bawang mentahnya
di sekret, lagi makan mie balap, kanan irfan, kiri firman

Penangkaran buaya terbesar di dunia (katanya)

Okeh gue perkenalkan dulu skuad dolan-dolan kali ini. Sesuai janjinya, bang Yudi bilang, ada dua orang dari temen PII yang akan jadi tour guide kami sekaligus merangkap sebagai supir. Biar lebih murah, kami menyewa mobil harga 250ribu/hari dengan alokasi bensin 400ribu untuk tiga hari. Yang satu bernama Ali rafjani. Mantan ketum PII sumut ini, adalah supir utama kita. Wajahnya yang mengkotak dan stelannya yang gaul menjadi ciri khas lelaki jurusan sastra arab USU ini. Teman segengnya Ali, bernama Ahaddin, sebagai supir dua. Kesan gue, dia mirip orang arab. Badannya tinggi dan perutnya buncit udah cocok lah jadi bapak-bapak. Tapi mereka berdua ini, umurnya satu tahun dibawah gue. Okeh, kalian Panggil gue, abang! Ada dua lagi perempuan temennya bang Yudi juga yang akan ikut. Yang satu bernama Nazwa, jurusan sastra arab USU, dan Ayu jurusan bahasa Indonesia. Hore! punya banyak kawan baru kita.
Ali, Ahaddin, Ayu, Nazwa

Destinasi pertama yang kita kunjungi adalah Penangkaran Buaya Asam Kumbang yang berada di jalan Bunga Raya no 59, kelurahan Asam kumbang, kecamatan Medan selayang, sekitar 10 km dari pusat kota. Begitu sampai, kalau tidak ada coretan cat “pintu masuk taman buaya” di dinding, gak tau gue kalau rumah sederhana ini adalah tempat penangkaran buaya terkenal itu. Suasananya begitu tradisional sekali.

Disambut seorang ibu-ibu cina, yang belakangan gue tau namanya adalah Lim Hui Cu, membeli lah kami tiket masuk seharga 6ribu. Begitu masuk, langsung disodorkan buaya sepanjang 3-4 meter, berumur 40 tahun di dalam bak. Ngeri tapi kagum juga sih. Mungkin ini adalah asshabiqunal awwalun 12 buaya yang dibeli pemuda cina bernama Lo Than Mok dari warga sekitar pada tahun 1959 lalu. Dengan kasih sayang, Lo than Mok merawat dan membiakkan 12 buaya tadi hingga beranak pinak ampe sekarang. Satu betina bisa menghasilkan 30 telur. Kebayang berapa jumlah buayanya sekarang, ribuan. Saat itu memang belum ada aturan tentang perlindungan dan perburuan buaya. Sayangnya Lo Than Mok sudah meniggal beberapa tahun lalu.

Selain ditampung dalam bak-bak yang totalnya sekitar 70an bak, buaya yang katanya berjumlah 2000 lebih ini dibiarkan mengambang di danau tertutup lumut seluas setengah hektar. Sebenarnya cantik melihat danau, di sampingnya terdapat pohon bakau dengan burung bangau putih bertengger anggun. Tapi jangan berani-berani mendekati danau (untungnya dibatasi pagar besi), ada berpasang-pasang mata reptile nan ganas mengintai dari permukaan danau. Lihat saja, saat seekor bebek seharga 30ribu dilemparkan ke tengah danau, dalam sekejap buaya-buaya muara itu langsung mengejar dan memangsanya. Mau lebih gila lagi melihat keganasan buaya, datang nya di jam mereka di beri makan, sekitar jam 5 sore.

Oya, buaya-buaya ini memerlukan satu ton daging untuk kebutuhan makannya per hari. Gue denger Lim Hui Ciu, sang pemilik, pengelola juga istri dari Lo Than Mok, bekerja sama dengan peternak ayam untuk membeli ayam mati mereka. Uangnya dari mana? Ya dari uang tiket, uang pertunjukan atraksi pawang ular, atau atraksi buaya. Dan katanya tidak ada sokongan dana dari manapun untuk perawatan buaya-buaya di lahan 2 hektar ini. Jangankan untuk peremajaan kandang, untuk makan saja sudah kewalahan. Pantas kesan tempatnya terlihat kumuh. Sok atuh mangga kalau mau jadi investor. Bisa tuh dikembangkan penangkaran buaya yang katanya terbesar di dunia ini. Misal dibuat pertunjukan buaya main bola, buaya main gitar, atau buaya nari balet. Pasti tambah terkenal tuh. Di tempat ini, selain ada buaya, juga ada kura-kura, ada ular phiton, juga ada mainan anak-anak TK.
taman apa penangkaran sih?
buaya sepanjang 3-4 meter, umur 40 tahun
satu bak bisa lebih dari 20 buaya
ini tho buaya buntung
danau berlumut plus burung bangau putih bertengger
gue bingung ini pada ngapain?
macam anak TK aja main ayunan, bodo! yang penting seneng

bareng yang punya penangkaran, Lim Hui Cu
BPK dan makanan murah

Pulang dari penangkaran buaya, karena lapar, mencari lah kami warung-warung yang menyediakan makanan non B1, B2 atau lomok-lomok. Gue perhatikan banyak banget warung sepanjang jalan yang menyediakan menu-menu macam gitu. Ada BPK, sangsang B2, sop B2, sate Lomok-lomok. Terus terang gue penasaran banget sama yang namanya BPK, tak pikir itu adalah singkatan dari Backpacker Kualanamu atau Bebek Panggang apa gitu. E dodoe, ternyata BPK itu singkatan dari Babi Panggang Karo. B1 itu awalnya dari bahasa karo ‘Biang’ (anjing), sedang B2 dari kata Babi (B nya ada 2 kan?), lomok-lomok itu B2 muda. Memang orang batak ini demen banget makan daging babi. Katanya yang paling enak adalah daging babi yang dibunuh dengan cara dipukul agar darahnya tidak keluar. Halah, walau agak penasaran juga dengan rasanya, tak mau lah awak nyicip barang seketek pun. Haromun wanajisun until qiyamatun!

Tujuan kami adalah warung masakan Minang Zam-zam milik Pak Heri Guci yang terletak di jalan Dr Mansyur no 5.  Menurut gue, warung nya memang rada cocok untuk ngumpul bareng kawan. Dan denger-denger, warung yang cabangnya udah tiga ini terkenal selain enak menunya, juga murah meriah euy. Dan bener aja cuy. Pesan ayam batokok 5, udang, ayam bakar, sama lele, ditambah jus 4 (pokoknya porsi 8 orang dah) cuma 95 ribu bayarnya. Pantas mahasiswa USU sering kongkow disini. Saking ramenya, perlu pekerja 130 orang untuk mengelola warung yang sudah menghasilkan omzet lebih dari 20 juta per hari. Keren! Tapi lebih keren lagi kalau fasilitas toiletnya dipercantik.
pondok Zam zam jalan Dr Mansyur
Struk bayar kita, murah beud

Jauh-jauh ke Medan, ketemu orang Garut di Sibolangit

Setelah kenyang, jam 1 siang dilanjutkan lah perjalanan menuju destinasi selanjutnya di berastagi. Siapkan jaket dah, berastagi kan terkenal jeruk sama dinginnya. Di Sibolangit kami berhenti untuk solat. Sambil nunggu bedug ashar, gue duduk di satu ayunan sambil mendengarkan teriakan-teriakan anak kecil yang sedang menghafal Quran juz 1. Lima belas menit sebelum adzan, anak-anak itu keluar dan menyerbu permainan anak TK ini. Ada juga yang bercengkrama dengan kakak pengajar mereka. Gue yang langsung tertarik dengan denyut belajar mengajar ngaji ini menghampiri salah satu kakak pengajar, namanya mas Fajar, setahun dibawah gue umurnya tapi udah hafal 30 juz full. Subhanalloh. Logat bicara nya yang medok, langsung membuat gue berkesimpulan kalau dia adalah orang jawa dan belum lama tinggal di Medan. Yup, benar saja, dia orang Jogja, dulu nyantren di pesantren Tahfiz Quran, dan baru seminggu tinggal di Sibolangit. Suka saya ngobrol dengan orang-orang penghafal Quran macam mas Fajar ini. Apa yang keluar dari mulutnya, pasti lah hal baik. Untuk menghafal Quran itu perlu hati yang sangat bersih soalnya. Dari nya, gue tahu kalau masjid Al Kamal ini membuka program bisa baca Quran dalam 3 hari 2 malam untuk ibu/bapak, dari hari jumat sampai minggu dengan penginapan dan makan sudah ditanggung. Selain itu, setiap sore, kakak pengajar disini memberikan materi islam kepada para penghuni panti rehabilitasi narkotika Al Kamal Center, bangunannya tepat di depan masjid Al Kamal.

Ba’da solat ashar, gue masih penasaran dengan lingkungan masjid yang sering dijadikan tempat singgah untuk orang-orang yang akan ke Berastagi ini, karena parkiran luas, ada bungalaunya, juga bisa solat. Gue pun menyapa bapak-bapak imam masjid yang rupanya adalah orang Garut. Sempit kali Indonesia yak. Namanya pak Paturohman. Sama pulak namanya sama nama gue, beda P sama F doang. Bapak ini pun adalah salah satu pemateri di panti rehabilitasi swasta milik haji Kamaluddin. Owh, tau gue kenapa masjid ini dinamai masjid Al Kamal. Dengar-dengar, haji Kamal ini mendirikan panti rehabilitasi narkoba Alkamal Center adalah karena ia ingin mengobati putera puteri bangsa agar tidak mengalami nasib seperti anaknya, gagal jantung akibat banyak mengkonsumsi narkoba.

Kami pun diajak pak Paturohman masuk dan melihat ke dalam panti rehabilitasi. Gue ngerasa kasian saat melihat ada pemuda-pemuda yang kakinya di rantai. Macam jaman penjajahan aja. Tapi kan demi kemaslahan dia sendiri agar tidak kabur. Mau tau lebih jauh tentang al kamal center, cek disini http://beritasore.com/2009/06/20/penghuni-panti-rehabilitasi-narkoba-umumnya-kawula-muda/ . Oya, belakangan gue tau di Sibolangit ada air terjun yang baru-baru ini terkenal, namanya air terjun dwi warna. Sayang gue belum sempat kesini. Ada juga taman bermain, Sibolangit park atau apalah namanya lupa.
mesjid Al Kamal sibolangit
program Al kamal
nazwa bareng anak-anak yang ngaji disini
Al Kamal center, yang panti rehabilitasi narkoba itu, yang kerudung merah penghuni panti juga?
gue, sama pak Paturohman di dalam panti rehabilitasi
penghuni panti rehabilitasi, ada lho yang dirante kakinya

Konflik warga, pertamina geothermal dan balai kawasan lindung Tahura Bukit barisan

Dari Sibolangit, mobil carteran melaju kembali ke arah Berastagi menuju pemandian air panas Sidebuk-debuk. Sekitar satu jam dari Sibolangit. Gerimis turun membuat suhu semakin terasa dingin. Bang Ugie, adalah orang pertama yang nyemplung ke pemandian yang mempunyai strata tingkat kepanasan air belerang ini. Saat gue lihat airnya, butiran-butiran belerang terlihat jelas mengambang dalam air. Jadi jangan coba-coba ketelan kalau berendam.

Sidebuk-debuk terletak di kaki gunung Sibayak dan kawasan lindung Tahura Bukit barisan. Di kaki gunung ini juga terdapat dua perusahaan besar yang mengelola dan memanfaatkan panas bumi. Adalah Pertamina geothermal yang menjadi perusahaan penghasil uap panas bumi, lalu menjualnya ke PT Dizamatra Powerindo untuk dikelola menjadi energy listrik dan menjualnya ke PLN. Kedua perusahaan ini bersebelahan tempatnya. Dari hasil googling gue tahu bahwa terjadi konflik antara Pertamina geothermal, PT Dizamatra Powerindo, Balai kawasan lindung Tahura Bukit barisan dan warga sekitar.

Konfliknya gini, pertamina membuatkan jalan akses dari desa terakhir (desa semangat gunung) ke sumur-sumur mereka. Lalu warga sekitar pun memanfaatkan jalan beraspal ini untuk membuka lahan-lahan sayuran di kiri-kanan jalan yang ternyata itu adalah lahan kawasan lindung Tahura Bukit barisan. Jadi kalau tidak ada jalan yang dibuatkan pertamina ya tidak bakal berani mereka membuka lahan yang bahkan telah mulai dijual beli kan itu. Pun ada beberapa sumur-sumur uap bumi Pertamina geothermal yang tidak tercantum dalam amdal dan masuk ke dalam kawasan Tahura BB. Artinya tidak ada ijin untuk beberapa sumur dan tidak ada uji kelola serta pemantauan lingkungannya. PT Dizamatra powerindo malah pernah di police line gara-gara lahan bagian belakang untuk bangunan turbin sudah masuk ke kawasan Tahura BB. Rumit pokoknya konfliknya. Kalau mau tahu lebih detail, kunjungi dah blog http://erwinsyahjurnalispro.wordpress.com.

Sebenarnya kita pun tak boleh berpangku tangan begitu saja. Jika yang seperti ini tidak diperhatikan oleh pemerintah, lama kelamaan lahan perkebunan milik warga akan semakin luas, yang berarti hutan akan menjadi gundul. Kalian sudah tahu apa yang akan terjadi jika hutan gundul? Yup, kota Medan pun nasibnya akan seperti kota Jakarta, selalu dapat banjir kiriman tiap tahun. Seperti yang terjadi pada desa Doulu yang tepat berada di lereng gunung Sibayak. Pada tahun 2007, terjadi tiga kali banjir besar bahkan salah satunya (pada tanggal 29 Mei 2007) terjadi banijr bandang yang membawa hanyut kayu gelondongan menghantam rumah penduduk dan lahan pertanian. Banjir datang dari sungai petani dekat ekspolarasi panas bumi. Padahal katanya sebelum adanya proyek PLTP Sibayak tidak pernah terjadi banjir bandang seperti itu. Disatu sisi, pemasokan listrik bertambah, disatu sisi banjir pun tidak bisa disepelekan. Lagi-lagi gue ingin tekankan Amdalnya, karena perusahaan tidak bisa meminimalisir kerusakan lingkungan macam tadi. Logika nya pasti ada kegiatan yang tidak dianalisis Amdal nya. Ya kalau dicantumkan di Amdal, ijin proyek pasti tidak turun, gue sih mikir nya kaya gitu.
depan PT Dizamatra Powerindo
depan pertamina geothermal
ini mobil carteran kita
pemandian sidebuk-debuk, view nya bukit barisan
kelihatan kan belerangnya?

Ba’da magrib, masih ditemani gerimis yang tidak tahu kapan akan berhenti, kami memesan mie rebus dan wedang jahe ke pengelola pemandian. Lumayan sambil ngecharge hape. Rencananya, nanti malam sekitar jam 2 dini hari akan menjajal ketinggian gunung Sibayak. Ngtrek malam kita. Itu juga kalau hujan nya berhenti.

Terus tidur dimana kita? Halah yang penting bisa memejamkan mata, tidur dimanapun capcus lah. Yang putri pada tidur di mobil. gue?, beringsut masuk kedalam mushola kecil, menggelar sejadah, tidur! Semoga aja hujannya nanti berhenti yak, biar ada cerita tentang pendakian gunung kedua di pulau Sumatera.
Sip, good nite, simak terus pokoke lanjutan tulisannya. Banyak hal baru di Medan yang mungkin emang bener-bener baru bagi kalian. Tapi plis bangunin gue jam 2 pagi nanti yak! mau naik Sibayak.
Wassalam,

Mess putra, LAJ Jambi 30 des 2013.

5 komentar:

  1. Mas Imam, kenapa fotonya pada berantakan gini?
    wah... zam zam... jadi inget pas kuliah nyaris tiap hari makan siang di situ, hehe :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe, kmaren jaringan ny jelek,
      wah, suka kongkow d zam zam juga, memang mahasiswa

      Hapus
  2. si gadis berkerudung merah nan imut,, itu ketua yayasan pengajar di bogor,,lg studi banding ke sumut,,,hohoho ^^

    BalasHapus
  3. hahaha,, itu ayu dkk yg bilang,, katanya imut sama terlihat awet muda :v walo baru mereka aj c yg bilang -,-'

    BalasHapus