Laman

Rabu, 02 Januari 2013

Aku kembalikan Saputangan putih milikmu.


Aku kembalikan Saputangan putih milikmu

“Abi, beliin eskrim!, yang vanilla ya?”

“iya dibeliin, eh, tapi adanya eskrim rasa jengkol, abis yang vanillanya”

“aaaaaaaakk, mana ada eskrim rasa jengkol, ada juga rasa pete, ckckckck, eskrim vanilla nya dua ya, satu buat Abi satu buat,,       Umii,”

“tau dari mana Abi suka es krim vanilla,?“

“yee, kan Abi dulu pernah cerita ke Umi, Abi sukanya es krim vanilla”

“nih, es krim nya!”tanganku menyodorkan eskrim yang baru saja dibeli kemudian duduk disampingnya

“makasi Abi, asik ya, makan eskrim sambil duduk berduaan, di senja pinggir pantai lagi, toss dulu dong Abi”tangannya mengangkat eskrim mengisyaratkan aku untuk melakukan hal yang sama

“ tos pake eskrim? Gak ada kalii”

“emmhhhh, adaaa,,toss dulu Abi”suaranya manja dengan tangan mengangkat kembali eskrimnya

“ya uda, tringg,”berdua mengangkat eskrim menirukan suara gelas yang beradu

“yeeeee, Abi pinter”bibirnya beleporan eskrim, lucu dilihat,,

                Suasana ini begitu indah, tuhan sekali lagi berbaik hati menitipkan cintanya pada kedua insan di bumi. Menyirami tanaman yang haram dengan air pernikahan. Dan tuhan menakdirkan kami berdua duduk menikmati senja dengan pesona alam yang begitu luar biasa. Terima kasih tuhan, terima kasih telah membuat kami berdua bisa mengarungi hidup bersama. Ridhai kami untuk saling mencintai, saling menjaga, saling menasihati, saling berbagi dikala duka maupun suka. Hamba bersyukur padamu tuhan.

“Abi, tau gak hari ini hari apa?”tanyanya menatap manja kearahku

“emh, hari rabu, kenapa gitu”jawabku polos

“bukan hari rabu, eh, iya ya sekarang hari rabu, tapi bukan itu Abi, masa Abi lupa,”

“bentar, ta pikir dulu, emmhh,, hari apa ya, hari,,,,,,,,,,,,,ya, abi ingat,,  sekarang adalahh hari,,,, setelah selasa,hehehe”ucapku sambil menggaruk-garuk kepala

“Abi jahat” wajahnya sengaja dipalingkan dengan posisi tangan melipat ke dada, bibir juga sengaja dimanyunkan. ia memang ekspresif.

“yeee,, ko jadi cemberut gitu, Umi jelek ih kaya badut, ayo kasi tau Abi hari ini hari apa“

“ENGGA” manyunnya semakin kedepan, malah terlihat semakin lucu.

“walaaaah, marah ya, yauda, Abi cari istri lain ah yang gak gampang marah”

“yauda sana pergi, huh”matanya melirik lalu berpaling lagi,

“hehehe, beneran ni pergi ya, net netnet net net pergi ni,,”pura-pura beranjak pergi

“jangan,”matanya manja menatap sambil mendekap tanganku

“tenang, Abi inget ko hari ini hari apa,”

“iya?,,hari apa coba?”matanya berbinar dan tangan kanan nya memegang erat tanganku

“iya tau, sebelum Abi katakan hari ini hari apa, Abi mau cerita dulu tentang seseorang yang sangat berjasa dalam hidup Abi selain ibu,”

“ayah ya?”

“selain ayah”

“paman,?, atau pasti Umi ya?”

“yeee, orang nya berjasa waktu Abi masi kecil,,dan Abi gak kenal orang itu, “

“oohhh, ya udah Abi cerita deh”kepalanya mulai menyender ke bahuku,dan tanggannya memainkan tanganku,

“jadi gini ceritanya,,,”

“waktu Abi kecil, kehidupan Abi gak seperti sekarang, begitu sulit, untuk makan pun susah apalagi untuk pendidikan, tapi Abi kecil bertekad ingin sekali sekolah,seperti anak-anak sebaya Abi. ibu bapak Abi akhirnya bisa mensekolahkan Abi ke sebuah sekolah dasar di dekat rumah, ya walaupun dengan uang pinjaman dari tetangga.” aku memulai bercerita sembari menatap senja di ujung laut sana, deburan ombak mewarnai suasana melankoli ini, dan tangannya tetap erat memegang tanganku.

“emh, Abi dulu waktu kecil ganteng gak ya?”celoteh nya sembari mulai menggeserkan kepala ke pangkuanku

“ganteng lah, uda gede nya aja ganteng, apalagi waktu kecil”

“iye deh ganteng, kan Uminya juga cantik, jadi Abinya juga harus ganteng, hihihihi”

“Umi bisa aja,”tanganku gemas mencubit lembut pipinya, “lanjut ya ceritanya Umi”, kutatap sejenak wajahnya yang sejenak mengangguk, senyumnya berhasil memunculkan sejuta keindahan memalingkan aku dari menatap keindahan panorama alam senja, matanya teduh bersinergi dengan lesung pipinya yang merona merah jika aku kecup. Bidadari surga ini tak akan pernah aku sakiti, janjiku

“Abi ingat sekali waktu itu Abi kelas tiga. Dikelas ada pelajaran menggambar, dan Abi senang banget menggambar, bagi Abi menggambar adalah seni meluapkan imaginasi, tapi bapak tidak bisa membelikan Abi pensil warna padahal temen sekelas Abi semuanya punya pensil warna. Abi merengek seharian minta dibelikan pensil warna, bukannya dibelikan, Abi malah dimarahin, ya uda, Abi kecil pun lari dari rumah entah kemana, pokonya harus dapet pensil warna bagaimanapun caranya”

“wuihh, Abi tukang ngambek ya waktu kecil”sela nya dengan ekspresi kepala geleng-geleng.

“entahlah, mungkin kalo Abi perempuan, Abi sudah nangis trus ngurung diri di kamar, perempuan kan kaya gitu”

“gak semua kaya gitu juga si Abi, Umi waktu kecil gak pernah nangis hanya karena ingin sesuatu, apalagi ngurung diri di kamar, gak banget deh, Umi tuh ya kalau uda ada yang dimau, ya sebisa Umi kejar itu, kaya nabung, atau berpikir realistis lah,keren kan Umi ? hehehe”

Beruntung sekali aku menikah dengannya, pikirannya sebenarnya lebih dewasa daripada aku, tapi ia selalu tahu kapan harus jadi dewasa, kapan harus manja, atau kapan harus serius. Ia istri yang berbakti pada suami, Ia juga bisa jadi seorang sahabat yang selalu mengingatkan dan menghibur dengan kepolosannya, “ia deh Umi keren, jempol buat umi,”

 “yeee, akhirnya dipuji Abi juga, hehehe”ia selalu tertawa renyah diakhir ucapannya, tertawa yang enak didengar, memberi energy positif disekelilingnya untuk ikut tersenyum.

“trus Abi kemana aja pas kabur dari rumah,, ups,, lari dari rumah maksudnya, hehe”

“waktu itu masih siang, Abi kecil pergi ke kota untuk mencari pensil warna, entah bagaimana caranya. Abi pergi melihat-lihat ke toko alat tulis, gak ada uang, dan gak mungkin juga Abi mencuri dari toko itu, akhirnya Abi putuskan untuk menjadi kuli, gak seperti  kuli yang uda dewasa, Abi hanya bisa bantu-bantu mengambilkan barang di toko kelontongan saat ada pembeli. Karena sering salah ngambil barang, Abi di marahin sama pemilik toko dan diusir keluar dari toko”

“wah, Abi kasian ya, trus trus Abis itu?”ia bangun dari pangkuan ku dan kembali bersandar di bahuku.

“Abi ya pergi dari toko itu, keadaan Abi saat itu sangat labil, gak bisa lagi berpikir jernih, Abi duduk di pinggir jalan berpikir apa yang akan Abi lakukan, saat itu, seorang anak kecil berkepang dua, berjalan sendirian dengan membawa satu pack pensil gambar. Entah setan dari mana yang merasuki Abi hingga Abi tanpa pikir panjang langsung mendekati anak kecil berkepang dua tadi untuk merebut pensil warna di tangannya, harus punya, bagaimanapun caranya pikir abi saat itu. Abi kecil perlahan-lahan mendekati anak kecil tadi dari belakang, ia asik mengayun-ayunkan pensil warnanya. Dalam sekejap Abi rebut pensil warna dari tangannya, ternyata pegangan anak kecil itu kuat, kemudian Abi dorong ia hingga terjatuh, dan pegangannya pun terlepas, ia mengaduh kesakitan, tapi dia tidak menangis, belum sempat Abi lari, sebuah pukulan cukup keras menghantam wajah Abi, Abi dengar anak kecil itu berkata ‘hentikan ayah’,namun suara anak kecil itu sepertinya tidak terdengar oleh orang yang ia panggil ayah, pukulan kedua mengahantam wajah Abi hingga darah keluar sedikit dari hidung. Kalau saja seorang ibu-ibu tidak menghentikan laki-laki itu, pasti abi sudah di pukul lagi, umi kenapa jadi diam?”

“engga ko, ayo lanjut lagi ceritanya Abi”terlihat matanya sedikit berair, aku teringat pesan seseorang, jika wanita tiba-tiba berubah pikiran, dan ia bilang engga apa-apa, maka yang terjadi adalah pasti ada apa-apanya.

“beneran Umi gak apa-apa?”

“iya gak apa-apa, trus yang berjasa siapa nya?, anak kecil tadi, ayahnya atau ibu-ibu yang menghentikan ayah anak kecil itu?” suaranya coba ia normalkan, orang yang ekspresif memang biasanya agak susah menyembunyikan perasaan nya.

“nah saat itulah, saat Abi mengaduh kesakitan dengan darah keluar dari hidung, anak kecil berkepang dua tadi berbalik dan datang menghampiri Abi, ia berjongkok, dan perlahan mengusap pelan-pelan darah dari hidung Abi, Abi ingat sekali, ia kemudian bilang ‘kalau saja kamu minta pensil warnaku, pasti aku kasih, kata ayah mencuri itu perbuatan monster, aku takut sekali monster, jadi kalau aku ingin sesuatu, aku pasti bekerja keras untuk mendapatkannya, jangan mencuri lagi ya, nanti kamu jadi monster, hiiii, serem.’ Kami berdua lalu tertawa lepas, setelah itu, ia pergi lagi menemui ayah ibunya, dan Abi lupa kalo saputangan putihnya masih Abi pegang untuk menghentikan darah dari hidung Abi,”

“Umi ko jadi sedih gitu, kasian ya denger cerita Abi pernah dipukulin” tanyaku melihat raut mukanya mulai tidak tahan dengan buncahan air mata di pelupuknya.

“engga ko, Umi terharu mendengar cerita Abi,”jawabnya menahan tangis.

“tau gak Umi, semenjak itu, Abi selalu ingat kata-kata anak kecil berkepang dua itu, jika ingin sesuatu, maka bekerja keras lah, aneh juga sebenarnya ada anak kecil bisa bilang begitu, makanya, Abi selalu fokus pada satu tujuan, dan jika Abi lelah dan mulai malas, Abi selalu melihat saputangan putih punya anak kecil berkepang dua itu, ingin sekali Abi ucapkan terima kasih dan mengembalikan saputangan nya, tapi Abi gak tau harus mencari kemana anak kecil itu, mungkin ia sekarang sudah dewasa, sudah cantik dan pasti hatinya baik, beruntung sekali orang yang bisa menjadi suaminya,”

Kulihat air matanya mulai jatuh tak tertahankan, ia tetap merangkul tanganku, erat, seperti tak ingin lepas.

“ini,, usap air mata Umi pake saputangan ini”.ku sodorkan saputangan putih pada nya.

“tapi ini kan sapu tangan berharga punya Abi,”ucapnya tanpa memandang wajahku

“Abi kembalikan saputangan ini kepada pemiliknya, terima kasih sudah menjadi motivasi sepanjang hidup Abi, terima kasih telah mau berbalik lagi untuk mengusap darah di hidung Abi, Abi gak tau apa yang akan terjadi pada Abi jika waktu itu Umi kecil tidak berbalik lagi menghampiri Abi, dan Tuhan berbaik hati menakdirkan kita dibersamakan dalam satu ikatan, maaf Abi belum bisa jadi imam yang baik di setahun pernikahan kita, selamat ulang tahun Umi, Abi sayang Umi karena Allah,”ku peluk mesra tubuhnya dan ku kecup hangat keningnya,

“terima kasih juga Abi sudah mau jadi imam buat Umi, Umi beruntung bisa dipertemukan dengan Abi, maaf jika Umi belum bisa jadi istri yang baik,Umi juga sayang Abi karena Allah,”

Sekali lagi hamba bersyukur Ya Rabb, terimakasih atas semuanya. Lindungilah kami dan anak cucu kami..
Lalu adzan magrib berkumandang…..

8 komentar:

  1. Finally,,
    So sweet gitu sih, Mam.. KTT nih.
    Jadi pengen tau gimana ceritanya si Abi teh ketemu sama Uminya,,trs gimana dia bisa tau kalo si Umi anak kecil itu?

    Uminya pasti golongan darah B,,haha

    BalasHapus
  2. secara gtu kalo uda nikah, pasti mulai terbuka dengan foto2 waktu kecil masing2,ya si abi nya tau dari foto waktu kecil si umi, kalo cerita si abi ketemu si umi, di cerpen selanjutnya,,,,
    wah, spesialis golongan darah mah tau aja ya,,

    BalasHapus
  3. oooooo...gitu... imajinasi yang logis... *ngelus-ngelus janggut #eh, ga punya ding! :D

    sip lah, ditunggu cerpen selanjutnya

    BalasHapus
  4. lebih enakan dibaca yang ini drpd yg berkerudung bru tea.. hehe .. lebih suka cerita yang ini.. smangat kakak.. moga jadi writer ulung lah.. :D

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. kaaann... saya terharu lagi. hahaha.. saya memang payah. ini keren nih ceritanya, belum pernah baca cerita yg mirip2 begini :D
    keep writing mas. saya bakal jadi pembaca setianya.

    BalasHapus
  7. Asik, punya jg pembaca setia, hahaha, baiklah, bakalan rajin apdet ini mah

    BalasHapus