Laman

Sabtu, 02 Februari 2013

Ada “Salju” dan Bunga Es di Papandayan


Ada “Salju” dan Bunga Es di Papandayan

Beberapa waktu lalu, sempat membaca berita di situs Republika online mengenai buah jeruk yang membeku akibat suhu dingin di wilayah California, Amerika Serikat. Bunga es meliputi Jeruk dan pohonnya menimbulkan kesan indah sebenarnya, namun bagi petani jeruk di daerah tersebut, hal ini menjadi sebuah kerugian. Lalu saya teringat tentang bunga es juga yang sempat saya abadikan menjadi selembar foto saat pendakian saya dahulu.

Saat itu, 30 Juli 2011, kami berenam (saya, sule, anto, ifah, siti dan acoy)masih dalam tugas kuliah kerja profesi atau lebih dikenal dengan singkatan KKP di daerah Garut. Pada akhir pekan ke-4, di desa tempat kami KKP sengaja tidak dilakukan kegiatan. Jiwa petualang kami sudah meletup-letup tak sabar ingin merasakan hentakan adrenalin dengan menjelajahi kota dodol ini. Menurut warga sekitar banyak sekali pariwisata yang bisa dijelajahi, dari mulai air terjun (curug Orok, curug Citiis), gunung (Papandayan, Guntur, Cikuray), pemandian air panas di Cipanas, danau (situ Cangkuang, situ Bagendit), pantai di Pameungpeuk dan Bungbulang, kebun binatang di Leles, candi di Cangkuang, dan banyak potensi wisata lainnya. Namun, hari ini kami akan mencoba bersentuhan dengan bau kawah gunung Papandayan. Masih menurut warga sekitar, puncak musim kemarau seperti saat ini, pendaki akan melihat bunga Edelweiss diselimuti es hingga seperti salju.

Gunung Papandayan (berasal dari kata pandai/pande yang berarti penempa besi) terletak di sekitar 25 Km sebelah barat daya Kabupaten Garut, dengan posisi geografis 7o19’ Lintang Selatan dan 107o 44’ Bujur Timur. Termasuk kedalam desa Sirna jaya dan desa Keramat wangi kecamatan Cisurupan kabupaten Garut. Untuk mencapai basecamp gunung ber ketinggian 2665 mdpl ini, dari terminal Guntur Garut, bisa naik angkutan umum jurusan Cikajang. Turun di alun-alun Cisurupan dan dilanjutkan naik mobil pickup hingga ke basecamp. Sepanjang perjalanan menuju basecamp, akan terlihat kegagahan gunung Cikuray serta rumah-rumah warga sekitar.
 
naik pickup ke base camp

gunung cikuray

we are.,,,,

Begitu memulai pendakian, tebing di kiri kanan jalan menyambut kami seakan memasuki gerbang dengan segala kemegahannya. Kawah Nangklak yang masih aktif pasca letusan terakhirnya pada tahun 2002 ikut memapah kedatangan kami dengan kepulan asap belerangnya. Tak hanya kawah yang besar, lubang-lubang kecil pun mengeluarkan asap berbau telur busuk di sepanjang penjelajahan kawah ini, sehingga kami harus berhati-hati dalam melangkah.
tebing kanan jalan

kawah yang masih aktif

Setelah melewati kawah, jalanan mulai ditumbuhi rerumputan hijau yang menggoda kami untuk sejenak merebahkan diri diatasnya. Ceruk menganga bekas longsoran dari sebuah bukit memotong jalur utama. Kami pun harus menuruni bukit untuk melewatinya. Sesampainya di Pondok Salada, areal padang rumput seluas 8 Ha di ketinggian 2288 Mdpl, kami langsung mendirikan tenda dan bermalam disini. Sebelum tahun 2010, di pondok salada ini terdapat warung milik warga yang selalu ramai dikunjungi. Mungkin karena aktivitas kawah Mas meningkat, disini tidak ada warung lagi.
tidur dulu mantab dah

menatap lembah

ceruk bekas longsor

Malam menjelang, bintang gemintang menjadi atap cakrawala. Semilir angin mulai terasa menyentuh batas kulit ari dibawah tebalnya jaket. Api unggun selalu bisa merekatkan kebersamaan kami para pendaki. Tawa renyah dan obrolan ngalor ngidul menjadi media indah pelupa rasa dingin. Namun, rupanya semakin merangkak jarum jam hingga menjelang dini hari, rasa dingin semakin menusuk terasa hingga ke tulang meski sudah berbalut jaket dan sleeping bag. Terlihat ada perapian di dekat tenda pendaki lain dan tanpa pikir panjang saya langsung mendekati sumber perapian. Disana sudah ada pendaki yang belum tidur semalaman, obrolan pun mengalir seperti kawan yang sudah lama kenal. Inilah ajaibnya para pendaki, selalu merasa dekat satu sama lain.
api unggun yang mendekatkan kita

Begitu sang raja hari menampakan sinarnya, rasa dingin tetap belum terusir. Saya dikagetkan oleh suara yang menyebut-nyebut bunga es, dan maha Suci Allah, setelah menikmati sunrise dengan pesona kehangatannya, didekat sumber air, bunga es begitu indahnya menyelimuti setiap helai daun, bunga dan rerumputan. Sudah dapat dipastikan suhu tadi malam mencapai minus. Air yang membeku dan menyelimuti bunga berasal dari selang bocor yang airnya memancar menyirami bunga dan rerumputan semalaman. Selain bunga es, rerumputan dan bunga lain yang tidak tersiram air dari selang, terlihat berwarna putih diliputi embun yang membeku seperti salju. Bunga edelweiss pun ikut berlumur “salju” nan indah ini. Rerumputan putih bersalju yang awalnya berwarna hijau begitu memanjakan kami hingga betah berlama-lama merasakan sentuhannya, harumnya, dan kesejukannya.
sunrise di lembah

sunrise nya keren walo gunung nya gak terlalu tinggi

siluet nya sule

ini toh bunga es

tersiram cahaya matahari

kaya ada salju ya


padang putih

edelweiss

Bulan Juli-Agustus, Garut sedang dalam puncak suhu terdingin nya. Suhu dingin ini terjadi karena pengaruh angin tenggara yang dibawa dari wilayah Australia. Pada bulan Juli hingga agustus, di Australia sedang mengalami musim salju. Hal ini berdampak pada udara di Indonesia, termasuk di Garut. Angin yang dibawa sangat terasa hingga menembus kulit, bahkan kadangkala hembusannya cukup kencang. Selain itu, angin nya pun terasa kering.

Perjalanan pun masih harus dilanjutkan, karena masih ada puncak yang menunggu untuk ditaklukan. Untuk mencapai puncak, dari Pondok Salada akan melewati Tegal Alun-alun terlebih dahulu. Trek nya mulai terjal berbatu dengan kemiringan hingga 45o . Begitu sampai di Tegal alun-alun, bunga Edelweiss masih terhampar kehijauan serasi dengan rerumputan dibawahnya. Hutan rapat mulai terpampang dari kejauhan terlihat seperti lukisan abstrak kecoklatan. Dan disitulah puncak gunung papandayan berada. Sesampainya dipuncak, maka segalanya begitu memesona. Hamparan padang rumput di Tegal Alun-alun dan Pondok Salada memanjakan penglihatan kami untuk berlama-lama mensyukuri anugrahNya.
tegal alun menuju puncak

tegal alun

sumber air

pohon-pohon membentuk lukisan abstrak, 

at puncak

Hari pun menjelang sore, dan kami pun harus turun kembali ke basecamp. Menyimpan memori dalam hati dan ingatan selalu menjadi bahan perenungan saya dikemudian hari. Setiap perjalanan pasti mempunyai kesan yang berbeda walaupun tempatnya sama. Itu yang saya rasakan hari ini dan tahun 2009 silam di gunung Papandayan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar