Laman

Minggu, 09 Agustus 2015

Motivasi untuk menulis (lagi)

Long time no see, sudah lama tidak ke laut.

Teringat status profil whatsapp kawan yang membuat saya sedikit menyunggingkan senyum, “see” yang ketika diucapkan akan mirip bunyinya dengan kata “sea”. Hehehe. Mungkin sudah ada dalam darah orang sunda kali ya. Apa yang di dengar, itulah yang ditulis. Nu penting mah ngucap na sarua kan?

Jadi karena status kawan tadi, tetiba ingatan saya berlanjut ke kegiatan menulis saya yang sudah long time no see, alias sudah lama tidak terlihat. Saking tidak terlihatnya, blog saya pun sudah penuh dengan jaring laba-laba, jika saja blog itu bentuknya seperti lemari.

Beberapa lama kemudian, dan juga hasil diskusi dengan istri, barulah saya sadar, bahwa ternyata ada sesuatu yang hilang yang menyebabkan saya malas untuk menyimpan tulisan saya lagi di lemari blog saya. Ya, adalah karena kita, aku dan kamu, Imam dan Nisa, suami dan istri, yang alhamdulillah sudah satu atap di perantauan. Lho kok? Apa hubungan nya malas nulis dengan satu atap?

Jadi nih ya bu ibu, pak bapak, dahulu kala, saat negara api masih menyerang, tidak dapat dipungkiri bahwa sebelum menikah, kamu, adalah salahbanyak motivasi saya sering menulis. Bahasa lain na mah caper lah, atau curhat terselubung lah, ngasih kode lah dan what ever you think namanya. Coba lihat tulisan saya dari awal tahun 2013 sampai saya menikah di juni 2014. Buanyak tulisan saya yang berisi sandi morse khusus untuk si “dia” yang mudah-mudahan si “dia” nya paham (pas nikah saya tanya ke si “dia” rupanya paham juga dia, hwehehehe, jadi malu).

Setelah nikah pun, tulisan-tulisan yang saya buat di perantauan masih selalu ditujukan untuk kamu baca di Garut atau saat di Bogor. Intinya, hampir semua tulisan saya, dibuat khusus untuk kamu baca di belahan dunia lainnya. Kita tidak bersama, dan saya butuh tulisan untuk menyampaikan apa yang saya pikirkan, dan apa yang saya inginkan ke kamu. Sekarang, semenjak november 2014, kita sudah tinggal satu atap. Kita bersama di perantauan, di Jambi. Tidak perlu lah lagi rasanya berlelah-lelah menunggu sinyal internet bagus di hutan untuk sekedar posting tulisan kalau untuk menyampaikan apa yang kamu pikirkan cukup dengan belaian lembut saat hendak tidur, cukup dengan tatapan manja saat aku hendak berangkat kerja, kecupan di tangan saat aku pulang dari kebun. Kita sudah tidak bersekat.

Lalu saya pun mulai berpikir kembali. Tulisan, ternyata tidak melulu tentang kamu. Ada kenangan lain yang tetiba menyeruak saat saya membaca tulisan-tulisan lama saya. Kenangan-kenangan lain tersebut saling menjalin membentuk rantai kenangan utuh. Ada kenangan keluarga kamu, keluarga saya, teman-teman kita, adik-adik kecil rumpin, dan semuanya. Dengan adanya tulisan, mereka menjadi tidak terlupakan. Saya ingin, anak kita kelak, pun mengetahui lingkungan kita, keluarga kita, teman-teman kita. Bukan kah seorang anak sunnah untuk menyambung tali silaturahmi teman dan keluarga orang tuanya? Yup, anak kita, dedek bayi dalam kandungan kamu, berhak untuk tahu proses kehidupan kita beserta orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Menulis (lagi)

Jadi, mari kita simpan kenangan-kenangan melalui sebuah tulisan (lagi). Tidak hanyak untuk kamu istriku, tetapi juga untuk anak-anak kita, atau pun saudara, teman atau sesiapapun yang merasa dapat manfaat dari tulisan kita. Benarkan? Sudah lama saya tidak merasakan rasa senang saat sedang menulis. Semoga, aku dan kamu istriku, bisa istiqomah menulis lagi, untuk kita bersama. Sipp. Sudah banyak bermunculan ide tulisan-tulisan baru. Simak terus blog ini ya.

Salam.
Rimbo Bujang, 9 Agustus 2015