Laman

Minggu, 31 Januari 2016

Benih itu telah berkecambah


Lama sudah aktivitas menulis di blog terabaikan. Begitu banyak hal terjadi terlewatkan begitu saja tanpa pernah diabadikan dalam aksara. Padahal begitu banyak rasa sedih, senang, kecewa, marah, yang kalau direnungkan, telah menjadi ransum dalam perjalanan hidup saya. Motivasi menulis. Itu yang hilang dari diri saya sehingga blog ini miskin tulisan setahun terakhir ini.

dan Taraaa….
Motivasi menulis itu telah kembali ^^

Menulis adalah salah satu cara mengawetkan pelajaran hidup agar di masa depan (sekarang) saat diri kita sedang galau, ada sesuatu di belakang yang dapat kita baca untuk menguatkan kita.

Jadi saya ingin menulis tentang apa?

Kisah ini bermula saat saya sedang galau memikirkan apakah kamu akan lahiran di Jambi atau Bogor. Kedua daerah itu mempunyai nilai plus minus masing-masing. Di Jambi kita dapat mandiri sepenuhnya, dekat dengan lokasi kerja, kita ‘hampir’ akan selalu dekat, tetapi kurang dalam hal pengawasan kamu. Atau di Bogor yang setidaknya akan membuat kamu lebih aman, banyak keluarga tetapi kita pasti harus berjauhan. Lalu melalui doa dan ikhtiar kita, Allah pilihkan kamu untuk lahiran di Bogor. Alhamdulillah.

Dua minggu sebelum Hari Perkiraan Lahir atau HPL, aku sudah menemani kamu di Bogor. Tentu ada rasa cemas sekaligus bahagia menjadi calon ayah. Sering sekali kamu bilang, “kamu bentar lagi jadi seorang ayah lho? Sudah siap belum” dan aku selalu menjawab dengan senyuman mantap. Sangat siap sekali!

Sudah siapin nama belum? Sudah, Kawah. Eh
Sudah belajar cara ngebedong bayi? Sudah
Sudah siap dipipisin bayi? Di eek in bayi? Hehe. Gimana nanti itu mah.

2 hari sebelum HPL, aku dan kamu masih santai. “ini beneran besok mau lahiran? bawaannya kok tetep santai begitu”.

“Seorang suami memang harus santai, agar pas lahiran nanti tidak gampang panik dalam mengambil keputusan” ucap Ravi, sahabat ku yang sudah resmi jadi ayah.

Satu hari sebelum HPL, kamu mulai merasakan kontraksi. Tapi tidak lama, yang menandakan itu adalah kontraksi palsu. Menurut buku sih.

Saat HPL tiba, kamu belum juga merasakan kontraksi lagi. Maka kita memutuskan untuk pergi ke dokter Rini, dokter kandungan kita, untuk pengecekkan. Karena dr Rini jadwalnya adalah selepas magrib, jadi kita datang ke rumah sakit menjelang magrib. Selepas solat magrib, kamu bercerita kalau noda merah sudah mulai keluar. Saat pengecekan oleh bidan, ternyata kamu sudah bukaan 3. Jadi, malam ini kamu akan lahiran? Nah lho, sebentar lagi aku menjadi seorang ayah? Rasa bahagia macam apa ini?

Jarum infus langsung menancap di lengan kiri mu, mengalirkan berjuta partikel H2O dan nutrisi ke dalam tubuh mu. Melalui tatapan dan belaian tangan ku, aku juga mencoba mengalirkan semangat cinta untuk mu. Butiran air diujung mata mu, kamu seka dalam diam, tidak ingin mengganggu bidan yang sedang sigap memakaikan popok dewasa kepada mu.

Kita bedua sekarang. Dalam kamar bersalin berukuran 2 x 3 m yang berdinding gorden ini, kita terus saling bersitatap. Saling berpegangan tangan. Lalu kamu arahkan tangan ku ke atas perut mu seraya berkata “bentar lagi dedek bayi akan keluar. Dan kita akan jadi orang tua” tanpa diberi aba-aba langsung saja bibir ku mendarat di kening kamu. Insya Allah sayang.

Jam 11 malam, atau setiap 4 jam sekali bidan harus mengecek pembukaan lagi. “masih bukaan 3” ucap bidan berwajah tirus itu. Dan sebersit pun aku tidak cemas. Di kamar bersalin ini pengunjung dibatasi hanya boleh satu orang. Maka aku harus bergantian dengan mama untuk menemanimu. Super sekali mama kamu ini ya.

Lorong rumah sakit semakin sepi. Sesekali lantai berdecit oleh suara gesekan roda ranjang yang di dorong, atau suara berderap langkah perawat yang keluar mengambil cemilan ke kantin. Di kursi berlapis kulit yang berjajar di dinding lorong, aku merebahkan tubuhku. Tak perduli suara desing nyamuk, tak perduli dingin malam rumah sakit, hanya dzikir yang keluar dari mulutku. Laa Ilaaha illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minadzdzolimin. Perkenankan lah anak ku keluar secara normal ya Allah.

Jam 7 pagi, hari minggu, bidan kembali mengecek bukaan istriku. Masih bukaan 3 dan tidak ada kontraksi. Aku mulai sedikit cemas. Atas resep dokter, bidan kemudian memberikan menginduksikan obat lewat cairan inpus kepada istriku agar cepat kontraksi. Kita lalu berjalan-jalan untuk membuang rasa bosan. Sekaligus berharap melalui banyak bergerak, dedek bayi bisa cepat membuat kontraksi lagi.

Jam 8.30 pagi, aku dipanggil bidan. Ia menjelaskan bahwa, atas saran dokter Rini. Istriku harus segera dioperasi. Karena jam 9 nanti, dokter Rini kebetulan ada jadwal operasi dengan pasien lain. Sehingga istriku bisa langsung dioperasi hari itu juga. Sontak aku menolak. Alasan nya tidak masuk logika. Harus dioperasi hanya gara-gara jadwal operasi dokter Cuma jam 9 hari itu juga. Kalau tidak hari itu, harus merujuk ke rumah sakit lain kalau terjadi apa-apa. Bah! Rumah sakit macam apa ini.

“kalau setuju untuk di operasi silahkan diisi form yang ini. Tapi kalau tidak mau di operasi, silahkan isi form penolakan ini” ucap bidan jaga pagi sambil menyerahkan dua form berbeda ke arah ku.

“Tunggu aja lagi bu, saya tidak bersedia istri saya di operasi” jawab ku mantap, lalu mengambil form penolakan itu. Selepas mengisi form, aku langsung pergi ke mushola rumah sakit, menumpahkan semua harapan lewat 2 rakaat solat hajat. Melalui cara yang diajarkan nabi, aku membaca beberapa potongan ayat alquran dan doa, lalu ditiupkan ke air dalam botol.

“Ya Allah, bukankah Engkau telah dari mana seharusnya jalan keluar bayi. Buat lah anak hamba keluar secara normal ya Allah. Aku ingin istri hamba tidak banyak menanggung sakit pasca melahirkan nanti ya Allah. Laa Ilaaha illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minnadzolimin” tangis ku tak terbendung lagi.

Jam 9 aku ditelpon mama untuk bertemu dengan dokter Rini. Aku bergegas bertemu kamu untuk memberikan air doa itu. Berharap Allah menurunkan keajaiban, dan kamu segera kontraksi.

Di ruangan dokter Rini, aku ditemani ayah menerima penjelasan panjang lebar tentang keadaan kamu.

“Pak, Barusan saya cek bukaan istri bapak, masih bukaan 3. Memang kepala anak bapak sudah masuk panggul. Tetapi ada kemungkinan anak bapak terlilit tali pusar sehingga anak bapak tidak bisa mendorong pintu Rahim yang kedua. Atau bisa jadi, ada masalah dengan pintu Rahim yang kedua ini. Sudah 13 jam lho pak, bayi bapak dalam kondisi bukaan 3. Kasihan. Saya takut anak bapak kehabisan oksigen, atau kelelahan sehingga beresiko untuk dikeluarkan. Pun istri bapak juga kasihan sudah kelelahan. Memang kami semua ingin istri bapak lahiran secara normal. Tetapi kondisi memaksa harus segera dioperasi. Tetapi Saya tidak mau mengoperasi kalau bapak masih ragu. Silahkan pikirkan lagi dengan matang, tapi jangan lama-lama” aku hanya bisa mengangguk sambil menatap sayu dokter Rini.

Jarum jam di tangan ku bergeser semakin cepat rasanya. Dunia seakan semakin mengecil. Seakan dunia hanya seluas ruangan 2 x 3 m berdiding gorden inilah. Aku terus menatap mu. Mencari penguatan dari mata mu. Ya Allah, berilah keajaiban kepada kami ya Allah. Laa Ilaaha illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minnadzdzolimin. Kamu kemudian kontraksi hebat. Ada getar senang dalam dada. Apakah ini tanda mau lahiran? Sakit sekali cengkraman jari mu di lengan ku.

“bu, ini istriku kontraksi kuat, jangan-jangan bukaan nya sudah bertambah” ucap ku bersemangat pada seorang bidan di luar.
 “iya bu, gak pernah sekuat ini kontraksi nya” istriku memberi dukungan sambil meringis menahan sakit.

“saya sudah berpengalaman pak. Saya bisa tahu dari ekspresi ibu sudah bukaan berapa sekarang. Syarat untuk melahirkan normal minimal bukaan 7. Dan kalau ibu sudah bukaan 7, ibu tidak akan bisa berbicara saking sakitnya” ucap bidan itu meluluhkan semangat ku

“iya ka imam. Kita tidak punya ilmunya. Dokter itu yang lebih tau ilmunya. Jadi sudah serahkan saja pada dokter Rini. Insya Allah diberi kemudahan oleh Allah” ucap ayah sambil menepuk pundakku.
Aku terus menatap istriku. mencoba saling menguatkan melalui tatapan. Inikah kekuatan cinta suami istri?

“maafin aku sayang, aku gak bisa lahiran normal untuk kamu” isak tangis mu tak terbendung lagi.

“yasudah bu, saya setuju lahiran secara operasi”

Aku, ayah, mama dan Dika menunggu di luar ruang operasi. Orang-orang hilir mudik di depan kami dengan mimic muka cemas. Apakah mereka ikut merasakan apa yang aku rasakan juga? Tak henti-hentinya bibir ini basah oleh dzikir dan doa. Kesulitan memang selalu bisa membuat diri lebih dekat pada Sang Pencipta. Ampuni dosa-dosa kami ya Allah, hamba lemah tanpa rahmat Mu. Selamatkan lah istri hamba. Jangan engkau pisahkan kami di dunia dalam waktu dekat ini. Hamba mencintainya ya Allah.

“Pak imam, silahkan bayinya di adzani” ucap seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang operasi. Aku seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Mengekor perawat itu masuk ke dalam ruangan. Jadi itu anakku. Manusia kecil berkulit merah itu anakku? Manusia kecil dengan tangisan paling merdu itu? Ya Allah. Sungguh segala puji hanya milik Engkau ya Allah. Hanya milik Engkau. Tiada tuhan yang berhak di puji selain Engkau Ya Rabb.

Tetiba manusia kecil itu berhenti menangis saat aku mulai adzan ditelinga kanan nya. Tangan mungilnya menggapai-gapai janggutku. Ya allah. Padahal hamba banyak dosa. Tapi Engkau masih saja memberi banyak kebahagian dalam hidup hamba. Alhamdulillah. Terdengar lagi suara tangisan saat aku melangkah kan kaki keluar ruangan. Sabar ya nak!

Detik berikutnya dunia seakan tidak pernah ada episode sedih. Seakan hanya ada rasa syukur dan rasa bahagia saja yang menemani kehidupan ku selama ini.

Tiga hari berikutnya, aku menemani kamu siang dan malam di rumah sakit. Menemani kamu belajar memiringkan badan, belajar bangun dari ranjang, belajar duduk, belajar berdiri tanpa memerdulikan rasa sakit di perut. Dan Alhamdulillah, bayi kita mau diberi ASI. Siap berkomitmen 6 bulan pertama hanya boleh diberi ASI?

Here we are. Kita sudah bertiga sekarang. Seperti kata mu.

Nahkodanya aku, kamu cuman navigator, dan sekarang kapal kita punya penumpang dedek Mecca.
Mecca Alesha Fathurrohman – 10 Januari 2016


Terima kasih sudah lahir ke Dunia. Kecambah ini akan terus kami pupuk hingga kelak berbuah kebaikan dan keberkahan.

Mess LAJ, Jambi 31 Januari 2016