Laman

Senin, 04 Februari 2013

Kenapa harus Ujung Genteng.?

Kenapa harus Ujung Genteng.?
Jarum jam menunjuk pukul 7, sunset dipantai barat Cibuaya perlahan mulai ditelan gelapnya malam. Vila2 kosong berderet indah menungu untuk diisi. Engsel tulang serasa kendor ketika kami turun dari mobil elf jurusan terminal lembur situ(sukabumi)-cikangkung ini. Bagaimana tidak, jalanan seperti habis terkena bom hirosima acapkali memaksa penumpang melakukan tarian perut selama 4 jam lebih. Belum lagi aura pembalap supir mulai tersalurkan sejak injakan gas pertama. Mereka yang tidak kuat, siap2 dapat “jackpot” seperti kawan seperjalanan gw. Padahal kalo saja mobil elf tidak istirahat sejenak ditengah perjalanan dan antimo tidak masuk ke perut gw, sudah dipastikan gw juga bakal dapat “jackpot” berkresek itu.

 pertama nyampe di pantai cibuaya

   Warung Barokah menyambut kami dengan ayam bakarnya, meredam amukan cacing2 kelaparan dalam perut yang sedari pagi belum makan nasi, (walo berbagai cemilan udah masuk sih,biasalah Indonesia).  Arah antara Kawasan konservasi penyu dan pantai Ujung genteng rupanya berlawanan arah dari pantai Cibuaya ini, maka diputuskan malam ini kami berempat (gw, Heru, bang Salmun, bang Rohman. baca; kang daday, kang odoy, kang jajang, kang maman) akan pergi melihat penyu bertelur di pantai konservasi penyu dulu sebelum besoknya perjalanan dilanjutkan ke ujung genteng.
Rasa lelah sebenarnya masih menemani kami saat berjalan kaki digelapnya malam menuju pantai Pangumbahan, tempat penyu bertelur. Setelah satu jam terus menyusuri pantai, sampailah kami dibelokan menuju kawasan konservasi penyu. Dari sini masih harus berjalan selama 15 menit hingga sampai ke gerbang “Selamat Datang di Kawasan Konservasi Penyu”. Petugas menanyai kami dan mengajak kami masuk untuk mengobrol tentang kawasan ini.
menuju kawasan konservasi penyu

Menurut bapak yang gw lupa namanya, penyu banyak bertelur pada bulan agustus, sedangkan akhir-akhir tidak setiap malam ada penyu yang bertelur dipantai yang mempunyai 6 pos pengamatan ini. bahkan, sampai jarum jam menunjuk angka 9 ditangan gw pun, masih belum ada laporan penyu yang naik ke pantai. “Tapi tenang “ kata bapak itu sedikit menghibur, “masih ada waktu hingga jam 4 pagi jika masih mau menunngu penyu”, lanjutnya tenang. Gile aja harus nunggu ampe jam 4, “kalian mau nginep di aula atau di perumahan aja”, otak itung2an gw langsung nyala, “di aula aja pak,” ucapan gw diamini ke 3 temen yang udah mulai ngantuk. “yasudah, nanti kalo ada penyu, bapak kabari nanti”,
Satu jam berlalu, tiba-tiba ada kontak dari pos 3 pengamatan, ada penyu yang naik buat bertelur, kami yang mendengar sudah kegirangan karena tidak perlu nunggu hingga jam 4 pagi hanya untuk melihat penyu. Hujan mulai turun rintik2 dari sejak kami sampai di kawasan ini. Berbalut raincoat, kami dikawal petugas menyusuri pantai hingga menemukan penyu yang sudah selesai bertelur. Disana sudah ada 3 mahasiswa yang lagi magang.
penyu nya, sebelum si mba mahasiswa bilang gak boleh pake flash ya ini

Dari mahasiswa2 inilah gw baru tau, kalo penyu malem2 gak boleh difoto pake flash soalnya peka terhadap cahaya pas mau betelur mah,(wah, gak bisa foto jelas dong gw), trus umur penyu bsa nyampe 150 tahun, disini ada 6 pos, yang boleh dilihat pengunjung hanya pos 1 dan 2, karena kita melabeli diri mahasiswa juga, jadi kita dibolehin masuk pos 3 untuk melihat penyu dari dekat. Waktu penyu bertelur hingga kembali ke laut adalah 2 jam. Penyu bertelur hingga 200 butir. Telur2 ini dipindahin ke tempat penetasan oleh petugas guna menghindari ancaman predator. Jenis penyu disini adalah penyu hijau. Biasanya tukik atau anak penyu yang baru menetas, dilepaskan ke laut pada waktu sore hari. Tapi sayang banget, pas kita kesana gak ada telur yang menetas euy. Puas lihat penyu, kami tidur di aula beralaskan matras.
Pagi yang cerah, semilir angin menyegarkan, dan cahaya matahari menaungi kami yang sedang melakukan “jumsih” tau jumat bersih. Keren memang para petugas disini. Setiap hari jum’at, wilayah pantai konservasi harus bersih dari berbagai sampah. Dan kami berkesempatan membantu tugas mereka sambil sesekali berfoto ria. DSLR bang Salmun sangat berfungsi mengabadikan wajah kami menjadi selembar kenangan.
agenda jumsih

foto bareng di pos 1 pas jumsih

dibawah gedung utama yang ada penyu nye

gerbang selamat datang

belokan menuju kawasan konservasi

Perjalanan harus berlanjut, setelah memberi “donasi” pada petugas atas kebaikan mereka, ujung genteng menjadi tujuan kami selanjutnya. Dan dengan senang nya, petugas mengatakan, “kalo ke pangumbahan belum ke pasir putihnya, belum sempurna rasanya”, berbekal info jarak perjalanan dari kwasan konservasi sepanjang 2 km, kami menyusuri jalan kearah pantai yang dituju. Kebun kelapa menjulang di kanan jalan, sedangkan dikiri jalan terpasang tembok pembatas kawasan konservasi. Dan benar sesuai yang dikatakan petugas kepada kami. Bibir pantai putih terbentang sejauh mata memandang hingga dibatasi tebing dan muara. Pasir yang bertekstur sejenak menyihir pikiran seakan berada di padang pasir nan tandus. Di hutan yang bertebing melayang2 kalong2 hitam menunggu kami memotret mereka. Ingin sekali berenang jika saja ombak hari itu tidak besar. Tapi mari kita nikmati sejenak secret paradise ini dengan mengisi perut dulu. Masak mie gannn,,,
menuju secret paradise pasir putih pantai pangumbahan

nih pantai nya, yang kanan itu muara ya

kesan nya kaya di padang pasir ini teh

pasir lembutnya

Setelah ini baru perjalanan dilanjutkan ke Ujung genteng, nyampe di pantai Cibuaya kembali pukul 12 siang, beruntung ada ibu2 penjual karedok disini, (yang nemu bang Salmun nih), sip lah, makan siang with karedok yang super enyak enyak,,, (Bang Salmun ampe nambah setengah saking enyaknya). Jam 2 siang mulai lanjut perjalanan lagi. Tetep jalan kaki menyusuri pantai. Terik nya matahari langsung merespon kacamata item gw untuk dikeluarkan. Bodo amat terliaht kaya tukang pijit, nyang penting, mata gw aman. 
dari pantai pangumbahan jalan kaki ke pantai cibuaya lagi

nyari kerang, umang dan ikan, 

tempat makan karedok edun

kaca mata item buat plindung mata, gak hanya buat gaya2 an

cantik ya botol hasil jerih payah heru

Sepanjang perjalanan, telrihat penduduk setempat yang lagi mancing, turis2 yang lagi renang (gile panas2 gini renang), hingga air laut yang bergradasi putih hijau biru terlihat indah untuk kami foto. Tidak lupa Heru mulai rajin mengambil kerang dan umang untuk dimasukan kedalam botol. Cantik banget dah hasilnya, (buat oleh2 katanya). Nyampe di Ujung genteng pukul 4 sore, istirahat sejenak di mushola terdekat, dan menjelang senja , gw kenalin, SUNSET UJUNG GENTENG.

Keren banget setelah puas renang, ngajarin dan maksa heru nyemplung, bareng ka rokhmani naik ke bekas dramaga, dan puas di foto bang salmun, ini dia yang gw tunggu2, SUNSET booyyy,,,tak terlukiskan lah,(makanya lu liat foto2nya), dari mulai kuning keputihan, berubah jadi kuning keemasan, kuning kecoklatan, lalu mega merah berharmoni dengan gelap dan kuningnya langit d ibatas horizon…. Kapal2 nelayan juga terlihat cantik disenja Ujung genteng ini.
ngajarin heru nyemplung

sunset X

romantic sunset

bersama

semakin keren

kapal nelayan senja

Jika maen ke pantai, kurang afdol jika tidak bakar ikan dipinggir pantai. Setalah bersiin diri, kami maen ke TPI Ujung genteng. Dari sekian banyak ikan, Lobster lah yang berhasil memengaruhi dompet gw untuk dikocek lebih dalam. Bersama ikan kue, menemani malam kami dengan tenda di pinggir pantai berlangit bulan hampir purnama ini. dingin?, jelas, malam hamper purnama. Enak?, banget, apalagi lobster bakarnya, berisik?, amat, (wong depan tenda ada café full dangdut)
kecil sih, tapi wenak

bakar lobster, uenak ree

tenda pinggir pantai, depannya cafe full dangdut

Menjelang malam merangkak ke pertengahan, gw, Heru dan bang Salmun sudah “merengkol” dalam tenda, bang Rokhman belum masuk, “mau nyari inspirasi dulu” katanya, pas bang Rokhman mau masuk ini lah, samar2 gw denger, ada laki2 yang ngaku tentara AU dari Atang Sendjaja (karena memang diujung genteng ini ada tempat latihan TNI AU ATANG SENDJAJA). Awalnya nanya asal dari mana ke bang Rokhman,, jelasin kewajiban lapor, dan kesono2 nya, dia manggil dua temen cewenya, wah, pirasat gw bakalan nawarin nih, dan bener aja, si bang Rokhman digodain ama tuh cewe, seksi beud katanya, dan gw masi di dunia antara tidur sama sadar (kenapa gak sadar aja ya waktu itu,,hahaha),  tanpa pikir panjang, bang Rokhman langsung nolak mereka,wah kalo gw masih sadar ngobrol dulu bentar, asal mereka dari mana lah, mengapa nawarin malem2 kaya gitu lah,  ampe mungkin gw nanya harga mereka berapa kali ya. (hahaha, eits, buat memperkaya tulisan tuh wajib tau yang kaya2 gtu, kali aja nemu hal menarik dari kehidupan mereka), kami pun tidur nyaman dalam tenda hingga pagi2 buta, angin dan hujan mulai mengusik ketanangan tenda kami. Jam 4 pagi, Alhamdulillah hujan reda, beres2 dan langsung caw ke mesjid untuk melanjutkan tidur yang tertunda, hahaha, setelah solat subuh tapi.

Pagi2, rupanya kami sudah diperhatikan atau malah dicari kemana semalam tidak tidur di mesjid. Pengelola masjid ujung genteng ini baik sekali membolehkan kami memasak mie untuk sarapan dirumahnya. Ngobrol lagi ngalor ngidul, ditemani istri dan anaknya, dirumah ber isi kamar tidur, kamar mandi, dan ruang tamu 2x2 meter ini, kami dijamu oleh keluarga berprofesi guru ngaji dan nelayan ini.

Ke ujung genteng, perjalanan belum komplit kalo belum mengunjungi air terjun Cikaso, sekitar 30 km dari Ujung genteng, atau 8 km dari Surade. Untuk sampai kesana, kami mencarter angkot hingga nantinya diantar ke surade langsung. Perjalanan dari tempat parkir menuju curug cikaso bisa ditempuh lewat darat atau sungai. Biaya sewa sampan lewat sungai sekitar 60 rebu untuk 12 penumpang dengan waktu tempuh 15 menit. sedangkan buat sewa guide lewat jalur darat, cukup seikhlasnya. Kami pun lewat jalur darat dan harus melewati pesawahan warga. Suara air terjun mulai terdengar keras begitu guide bilang “bentar lagi kita sampai”, dari suaranya, dipastikan air terjun nya cukup besar. Dan benar saja, air terjun Cikaso begitu menjulang mengalirkan air diantara tebing-tebing. Ada tiga air terjun disini. Yang kiri bernama curug asepan, yang tengah bernama curug meong, dan kanan bernama curug aki. Tinggi curug sekitar 80 meter dengan lebar tebingnya sekitar 100 m. tinggi benerrr gannn,,,
menuju ke curug cikaso lewat darat

ada 3 curug, curug asepan, curug meong, curug aki


Fose dulu lah

Setelah puas foto ria, tak enak rasanya kalo perut belum terisi sebelum perjalanan pulang. Maka sebelum berangkat ke air terjun cikaso, kami menyempatkan diri beli udang di TPI Ujung genteng. Aroma udang bakar serta gaduhnya suara air terjun menyegarkan acara makan2 dipinggir curug ini. bodo amat tatapan aneh dari pengunjung lain. Sory, kita kelaperan gannn….

Puas banget perjalanan 3 hari ini, so, kenapa harus ujung genteng?, karena kita bisa liat penyu, pasir putih bertekstur, karedok edun, renang, sunset, lobster bakar, ngecamp pinggir pantai, curug cikaso dan udang bakar,. Kami pulang menuju bogor, naik bis dari surade pukul 8 malam,(emang bis Cuma ada jam segitu), nyampe kampus lagi jam 3 pagi. Dalam bis, kelelahan dibayar tuntas dengan tidur. Dalam mimpi kami, perjalanan selanjutnya sudah mulai terencana.. sippp, next perjalanan,,, merbabu………

Ujung genteng- Sukabumi 24-26 Jan 2013

10 komentar:

  1. lain kali ke Curug Cikaso lewat jalur sungai kak. bagus banget pemandangannya kayak di film-film!

    BalasHapus
  2. gak sekeren ke green canyon paling,

    BalasHapus
  3. Ujung Genteng itu memorizing banget... Terlalu banyak kenangan mendalam,sampai2 ga mau ke sana lagi

    BalasHapus
  4. yakin gak mau kesana lagi,, gak trauma air laut kan?

    BalasHapus
  5. ga lah, bukan trauma. Hanya ada something can't easily forget...

    BalasHapus
  6. kaya nya dapat jackpot nih ichigo

    BalasHapus
  7. Wah kisahku malam belum aku selesai. Aku belum sempat digodain kalee mam, Eh nti aku minta potonya yah

    BalasHapus
  8. ujung genteng kampung halamnku

    BalasHapus