Laman

Minggu, 05 Januari 2014

Day 2 in Medan: 2094 mdpl, pagoda terbesar seIndonesia, air terjun macam di Film ‘UP’

Gunung Sibayak 2094 mdpl
Yeah, Alhamdulillah Alloh berbaik hati menghentikan hujannya di pagi hari ini. Seperti rencana semula, jam 2 dini hari, yaitu sekarang, kita akan mendaki gunung Sibayak yang berketinggian 2094 meter di atas permukaan laut. Sebelumnya, mari kita cek personil, cek peralatan, dan cek apakah gue tidak sedang bermimpi kan? Setelah absen berbulan-bulan, gak nyangka gue bakal menghirup bau tanah dari sebuah puncak penaklukan, menikmati pesona matahari terbit yang selalu menjadi motivasi penguat ayunan langkah, menggenggam lengan kawan yang membersamai setiap desah nafas pendakian, dan yang terpenting gue akan menempa kembali perisai kesabaran gue. Tsahhh.

Gunung Sibayak terletak di dataran tinggi Karo, kabupaten Karo Sumatera Utara. Termasuk juga ke dalam kawasan lindung Bukit Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Sibayak, menurut bahasa Karo berarti raja. Jadi biasa dipanggil gunung Raja. Dulu, katanya ada 5 sibayak disini. Ada sibayak Lingga (asal marga karo-karo sinulingga), sibayak Sarinembah (asal mula marga sembiring milala), sibayak Suka (asal marga ginting suka), sibayak Barus jahe (asal marga karo-karo barus) dan sibayak Kutabuluh (asal marga prangin angin)

Kenapa dilakukan pendakian malam? Karena menurut Ahaddin, kawan yang sudah berkali-kali mendaki gunung tetangganya gunung Sinabung ini, hanya memerlukan waktu tempuh 3-4 jam. Trek yang akan kami tempuh adalah trek dari desa Semangat gunung atau desa Raja berneh. Yang ada pemandian air panas belerang Sidebuk-debuk itu lho. Ada juga trek lain sebenarnya dari kota Berastagi. Yaitu jalur 54 di kawasan Tongkoh atau bakaran Jagung (gak ngerti gue kenapa disebut jalur 54 dan ada daerah bakaran jagung?). Biasa juga dikenal dengan jalur aqua karena ada pabrik air minum kemasan aqua disana. Katanya trek jalur ini lebih curam dan terjal, biasa digunakan diklatsar mapala Sumut. Satu lagi jalur Jaranguda, sekitar 1.5 km dari kota berastagi. Naiknya dari belakang bukit Gundaling. 

Tepat jam 2 dini hari, kami bertujuh, berbalut jaket dan sarung tangan, melangkahkan kaki melewati gerbang Pertamina geothermal. Lalu ditemani suara uap gas yang terus berembus dari dalam sumur panas bumi, kami terus berjalan sekitar 100 meter ke arah PT Dizamatra powerindo. Oya, Ali tidak ikut mendaki. Supir utama dia broh, harus terjaga selalu kesehatannya.
we are! depan plang pemandian sibayak sebelum nanjak

Gerbang awal kita, adalah kuburan cina tepat di samping bangunan PT Dizamatra itu. Sempat terlintas imaginasi dalam benak saat melewati kuburan kotak dengan aksara cina memenuhi nisannya ini. Bakal muncul tidak ya vampire macam di film-film cina yang waktu SD sering gue tonton sepulang sekolah. Itu lho yang loncat-loncat memakai gamis hitam, peci merah biasanya, terus kalau ditempelin kertas mantra di jidatnya pasti langsung berhenti bergerak. Tapi untungnya gue kan vampire juga. Seguru seilmu tidak boleh saling mengganggu. Oke pir? Apa sih.

Dari kuburan cina, melewati hutan bambu yang sangat rimbun. Payahnya udah tau trek malam, yang bawa senter cuma dua orang. Pie iki? Untungnya treknya tidak terlalu susah, dan seperti ada bekas rangka tangga beton dijalurnya, lumayan memudahkan cari pijakan. Tapi tetap harus hati, di samping hutan bambu ada jurang.

Gerimis mulai turun, membuat trek tanah plus akar juga tangga rusak ini semakin licin. Terkilirlah kaki nya Nazwa akibat salah mencari pijakan. Pake sepatu balet sih dia. Perjalanan pun lebih banyak istirahat.

Dari hutan bambu, melewati rimbunnya pepohonan yang entah gue gak tau jenisnya. Disini posisi mulai diperhatikan. Biasanya rasa lelah rawan disini. Jadi kalau ada yang jatuh misalnya, bisa langsung ketahuan. Paling depan ada Ahaddin (si pencari jalan, juga yang bawa tas berisi makanan), terus Ayu (pernah naik sinabung mbak ini, jadi wanita kuat juga rupanya), bang Ugie (pertama kali naik gunung rupanya), Nazwa (kasian kakinya masih terkilir), bang Yudi (tapi tenang ada bang yudi yang siap membantu), ipeh (tukang naik gunung, aman lah dia. Kayaknya) dan gue (kalau gak didepan, gue biasa di belakang). Dan bagusnya, setelah dipijit-pijit, kaki Nazwa tidak terlalu sakit lagi katanya. Jadi jam 3.30 sudah bisa sampai di batas vegetasi.

Dari sini, treknya mulai terlihat gila sepertinya. Bebatuan besar dan jalan terjal dengan kemiringan lebih dari 45 derajat langsung tersodor di depan mata. Ini mah alamat bakal rangkak merangkak. Tapi saat gue membalikan badan, hamparan kerlip lampu kota Medan, sejenak melupakan gue dari rasa mules perut. 10 detik kemudian, semilir angin yang makin kencang berhembus membuat rasa ini harus dituntaskan. Tissue basah mana tissue basah?
trek nya berbatu, licin, terjal

Setengah jam kemudian trek berganti dengan jalan terjal berkerikil sekarang. Alhamdulillahnya tidak seperti gunung selamet dan Guntur yang treknya lebih banyak berpasir. Jadi pijakan tidak terlalu susah lah. Tapi tetap harus hati-hati. Udara dingin terus menghantam mengingatkan gue pengalaman di Semeru dulu. Dan benar saja, sama kaya di Semeru, Ipeh kembali menggigil kedinginan. Untung gue pake jaket dobel dan treknya tinggal belasan meter lagi.

Sekitar jam 5 pagi, sampailah kami di puncak pertama gunung Sibayak. Saat gue cek altimeter di hape, ketinggiannya hanya 2022 meter. Puncak kedua atau puncak tertinggi yang disebut puncak ‘takal kuda’ masih harus mendaki beberapa ratus meter lagi ke arah timur. Tapi melihat gerimis yang belum juga mereda, kondisi kawan yang sudah basah dan kedinginan, cukup sampai disini saja pendakian gunung Sibayak. Oke keluarkan peralatan, din!

Aih, koplaknya Ahaddin lupa masukin panci dan kaleng buat masak ke dalam tas. Jadi yang ada cuma minyak tanah sebotol 600 ml, 2 kaleng bekas pocari sweat, kapas dan pop mie. Mikir gue bagaimana caranya bisa dapat air panas untuk menyeduh popmie nya, juga bikin perapian untuk menghangatkan badan.
Lalu gue ingat pengalaman waktu SMA saat ngecamp bareng kawan di danau Citiis Garut dulu. Gue ambil botol aqua 600 ml yang penuh dengan air. Harus penuh ampe tutup botol ya, tidak boleh kurang. Si Ahaddin tak suruh bikin perapian dari kapas yang disimpan di kaleng pocari yang sudah di bagi dua dan dilumeri minyak tanah. Dibakarlah botol aqua tadi diatas perapian dadakan yang dibuat ahaddin. Tapi karena api kurang besar, gak panas-panas nanti airnya. Ditambahlah jumlah kapas yang dilumeri minyak tanah di sekeliling kaleng perapian. Blub, semua kapas terbakar, membakar botol aqua berisi air, dan tenengg! Air pun menjadi panas tanpa sedikitpun botol meleleh. Mari kita seduh pop mie nya!
panasin air dengan cara bakar botolnya

sambil manasin air, ngehangatin badan juga bisa

Jam setengah enam, walau dingin terus menusuk kulit, gerimis tiada berhenti membasahkan wajah dan pakaian, kewajiban tetap adalah kewajiban. Beralas tanah puncak Sibayak, kami pun menghambakan diri menuntaskan satu tugas yang menjadi tiang agama kami. Kerdil sekali kami ini dihadapan Mu ya Rabb.

Langit mulai terlihat terang, tapi mendung masih menggelayut menutupi matahari terbit yang gagal kami lihat. Tidak gagal, masih ada kawah seluas 4 ha dengan asap putih membubung dari salah satu lubang kawah menjadi pesona tersendiri dari puncak gunung Sibayak ini. Apalagi suara asap nya terdengar seperti suara pesawat lepas landas.
solat dulu atuh

puncak takal kuda

kawah sibayak

bang yudi, bendera PII, Ahaddin

saking dinginnya, nazwa pun berlindung di balik bebatuan


Jam 6 pagi, kami pun memutuskan untuk turun, dengan jalur yang berbeda tertunya. Pertama kita harus menuruni kawah terlebih dahulu, hingga sampai ke batas vegetasi. Jalannya lebih landai dari awal kita naik. Setelah melewati kawah yang menurut gue mirip banget sama kawah papandayan di Garut, bertemu lah kami dengan jalan yang sudah diberi tangga beton. Lebih gampang ini jalannya tho. Satu jam setengah kemudian, kami sampai di bekas sumur pertamina geothermal yang sudah ada jalan beraspal. Tak pikir dari jalan aspal ke sidebuk-sidebuk dekat. Rupanya masih harus jalan kaki 2 jam lagi. Dengan ditemani hutan kawasan lindung Tahuran bukit barisan serta perkebunan sayuran milik warga di kiri kanan jalan, barulah kami bisa merasakan nikmatnya berendam di pemandian air panas belerang sidebuk-debuk. Kaki pegal pun tidak terasa lagi. Fiuhhh!
mirip di papandayan treknya

corak lumpurnya bagus

trek pulang udah ada tangganya, gampang

di batas vegetasi

bekas sumur pertamina geothermal dan jalan aspal

kalo nemu ini belok kiri yak, jangan lurus

capek tidak menyurutkan untuk bernarsis ria

jalan berpipa milik pertamina geothermal

Ba’da berendam, mandi, ganti baju, bayar biaya pemandian sidebuk-debuk (Rp 3000 kalau mandi di tempat umum. Untuk kolam vip, bayar 50ribu/ kolam seluas 4x4meter, sewa celana pendek 5000 untuk dua celana) perjalanan pun dilanjutkan menuju destinasi selanjutnya. Untungnya, sang supir always onfire, bisa lah kami tidur sejenak dalam mobil ya pak Ali.
berendem nyok!
Replika pagoda Shwedagon Myanmar
Tujuan kami selanjutnya, adalah pagoda yang terbesar kedua se Asia yang berada di desa Tongkoh, kecamatan Dolatrayat, kabupaten Karo Sumut. Kalau dari sidebuk-debuk mungkin sekitar 1 jam kurang.

Kesan pertama saat kami datang, parkiran nya luas, wadah sampahnya rapih, udaranya sejuk, plus terlihat kekontrasan antara kemegahan sebuah bangunan berwarna kuning mencolok dan kebun sayur di sekelilingnya. Okeh sejauh ini pagodanya orang Budha ini mulai menarik mata untuk menengok lebih jauh. Saat kami masuk ke areal wisata religi Taman Alam Lumbini ini, bapak satpam menyapa kami dan menyodorkan buku tamu yang harus kami isi. “baik, silahkan masuk” ucap nya santai. So? Gretong nih? Okeh, semakin menarik rasaku.
makan siang di parkiran Taman Alam Lumbini pun jadi

mencolok banget kan pagodanya

 Bicara mengenai pagoda agama Budha atau disebut juga Taman alam Lumbini, menurut Wikipedia, kata ‘lumbini’ berasal dari bahasa sansakerta yang artinya ‘yang indah’. Taman lumbini pertama kali ada di Negara asal Budha pertama berdiri, Negara Nepal. Adalah ratu Mayadevi yang membangun taman Lumbini dan menjadikan nya sebagai tempat kelahiran sang pendiri ajaran Budha, Siddharta Gautama, yang pada akhirnya disebut Buddha Gautama. Di taman lumbini ini jugalah Siddharta Gautama mencapai pencerahan dan melepaskan semua bentuk keduniawian.

Di Myanmar, juga terdapat pagoda setinggi 98 meter yang terkenal dengan sebutan pagoda shwedagon atau sering disebut pagoda emas karena memang bangunannya berlapis 60 ton emas. Dan kita tidak perlu datang jauh-jauh ke Myanmar. Taman alam lumbini di tanah Karo Indonesia, punya replika pagoda shwedagon setinggi 46,8 meter. Sekilas sih memang tidak berbeda jauh kelihatannya. Kan gue belum pernah liat yang aslinya di Myanmar. Dan saat gue masuk, mungkin rasanya seperti ini kalau gue lagi di Myanmar. Biasa aja, haha.
noh replika pagoda Shwedagon yang ada di Myanmar

suka bajunya, unik

rupha patung budha, ada banyak lho

bingung gimana cara baca jam ini

gitu amat liat patungnya

yang nulis pasti orang muslim, amin aja lah. Kertas di pohon harapan

Foto dulu kita

 Anyway, pagoda yang berhasil memecahkan 2 rekor muri ini, yaitu stupa tertinggi seIndonesia, dan ritual keberkahan dengan sangha dan bhikkhu terbanyak sepanjang sejarah Indonesia, mencapai ribuan yang datang dari 20 negara. Ritual keberkahan katanya bertujuan untuk mensakralkan sekaligus meresmikan pagoda yang dibuka untuk umum mulai oktober 2010 lalu.

Selain pagoda yang didalamnya berisi 2.958 rupang Buddha, 30 rupang Arahat dan 108 relik suci serta hampir seluruhnya dibawa langsung dari Myanmar, di areal Taman alam Lumbini juga terdapat taman bunga yang menurut gue sedap dipandang mata. Tapi semegah apapun pagoda ini, tidak sedikitpun mengurangi kekaguman gue pada kemegahan ka’bah di Mekkah sana. Gue datang kesini, hanya ingin tahu, bagaimana sih rupa patung-patung yang sering disembah oleh orang-orang jahiliyyah jaman dulu. Dan yaa, seperti itulah.

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Al baqarah 132.

tamannya keren

Air terjun sipiso-piso, macam di film nya ‘UP’
Dari Taman alam lumbini, roda ban terus melaju ke arah Parapat Simalungun, tapi jangan bablas ke parapat, belok ke jalan berplang tulisan Sitongging di sebelah kiri. Satu setengah jam kemudian sampailah kami di desa Tongging, kecamatan Merek, kabupaten Karo. Sekitar 24 km dari Kabanjahe, ibukotanya kabupaten Karo.

Dengan tiket retribusi seharga 5ribu/orang, bayar parkir mobil 5ribu juga, bisalah kami berucap mahasuci Alloh yang menciptakan keindahan air terjun berketinggian 140 m di sebelah utara danau Toba ini. Namanya air terjun Sipiso-piso. Dalam bahasa Karo, piso artinya pisau. Jadi saking tingginya, air yang jatuh diibaratkan berbilah pisau tajam yang menghunjam ke bawah. Dan ya, kesan pertama saat melihat air terjun ini adalah, gue kaya melihat air terjun di film nya Pixar yang judulnya ‘UP’. Mari berucap Subhanalloh sekali lagi.
sipiso-piso terlihat dari parkiran

danau toba, juga dari parkiran lihatnya

Mencobalah kami untuk menuruni tangga yang katanya ada 1000an anak tangga ini. Tapi di anak tangga yang ke 200an, kawan-kawan memutuskan berhenti dan cukup menikmati Sipiso-piso dan view danau toba dari ketinggian. Gue mah ngerasa belum mengunjungi sipiso-piso kalau belum nyampe turun ke anak tangga terakhir. Berbekal tekad yang kuat, berjalan lah gue sendirian menuruni anak tangga. Chayo mam chayo!

Saat menuruni tangga, kita harus berhati-hati bro. Selain tangga nya lagi diperbaiki, pembatas antara tangga dan jurang masih berbentuk rangka, belum di beri kawat pegangan. Dan yang terpenting lu harus punya tekad yang kuat untuk menuruni tangga. Buanyak beud anak tangga nya. Pas gue hitung ampe bawah sih sekitar 900an. Dihitung? Niat amat.
halah ipeh pake nengok segala. Padahal udah keren2 pose nya

euuuuuuuu!

hati-hati nuruni tangganya yak

yang lagi perbaikin tangga

Tapi rasa ngos-ngosan lu terbayar sudah dengan kemegahan air terjun sipiso-piso ini. Jarak 50 meter aja sudah cukup ngebasahin baju gue. Bagaimana kalau tepat dibawah jatuhnya air ya, entah berapa kecepatan jatuhnya air. Yang pasti gak bakal selamat dah gue. Okeh mari kita abadikan dulu moment ini.

Ternyata bro, naik tangga nya lebih gila dari pada turunnya. Tadi aja turun udah ngos-ngosan, apalagi ini naiknya. Insting gue malah nyuruh nerobos lewatin bebatuan yang curam untuk mempercepat waktu tempuh. Kan kalau naik tangga muter-muter tuh. Gue Tarik saja garis lurus, itung-itung lagi panjat tebing. So pasti tangan juga harus main. Saat nyampe parkiran lagi, rasa capeknya sama kaya gue lari keliling gym IPB 8 kali. Bodo! Yang penting niat udah kesampaian. Tukang pijit mana tukang pijit!

Di kawasan ini juga banyak tempat makan sama tempat beli souvenir. Bang Ugie malah berhasil nawar sweater hangat bertuliskan berastagi dengan lumayan murah. Just 65ribu. Katanya sih bisa lebih murah lagi.
sipiso-piso terlihat dari bawah

goa yang mengalirkan air terjunnya

saking deresnya, jarak 50 meter masih kena cipratan airnya. Orang aja terlihat kecil yak

Makanan mahal dan kapal ferry
Dari Sitongging, Jam 5 sore, Ali kembali menancap gas mobil untuk mengejar kapal ferry di Parapat. Melewati daerah yang saking tebal kabutnya, jarak pandang nya hanya 3 meter. Memutari danau Toba hingga sampailah kami di daerah Parapat. Dan inilah pemandangan danau Toba di malam hari. Gelap. Haha. Okeh, mari kita cari tempat makan dulu sebelum menyebrang ke Samosir.

Adalah warung padang Gumarang yang menjadi tempat kami menjinakkan perut. Karena ini daerah Karo, jadi kita juga harus hati-hati dalam memilih warung makan. Jangan sampe kita makan di tempat yang menyediakan menu B2. Nenek bilang itu berbahaya.

Lauk dan nasi pun dihidangkan. Karena ada udang goreng, gue pesan lah tu udang dua porsi, yang lain makan seperti biasa. Pas giliran bayar, dengan porsi sama, harganya hampir 3 kali lipat dari pada makan di warung Zam-zam kemaren. 350ribu untuk berdelapan. Menurut gue sih rasa masakannya lebih enak di warung Zam-zam. Tak apolah, sing penting bisa makan kita.

Kata si penjaga warung, terakhir kapal ferry menyebrang dari ajibata ke tomok samosir sekitar jam 9 malam, dan itu 30 menit lagi dari sekarang. “tenang aja, bisa ke kejar” ucap Ali meyakinkan. Ternyata memang masih ke kejar, walaupun harus mengantri, dan harap-harap cemas, takut tidak muat lagi kapal ferry nya.

Tapi setelah membayar biaya tiket 95 ribu per mobil, si penjaga tiket bilang masih muat katanya. Alhamdulillah. Sekitar 30 menit menyebrangi danau Toba, sampailah kami di dermaga tomok Samosir.  Dan karena kita adalah hemat traveler. Kalian tau tujuan menginap kami dimana? mesjid mana mesjid. Setelah ketemu, colokan power bank, pejamkan mata, tiduuurr. Solat isya magrib, menjelang subuh aja dah, sekalian tahajud ya.
liatin danau toba, di kapal ferry

Hari yang hebat ya kawan. Dari puncak Sibayak turun ke danau Toba. Semoga besok pagi pulau Samosir bisa memberikan cerita yang lebih hebat lagi. Simak terus ceritanya ya kakaks. Dan bangunin gue jam 3 pagi, belum solat isya magrib euy.
Wassalam.

Mess putra LAJ JAMBI 4 jan 2014.

2 komentar:

  1. wah plastik di bakar itu ngeluarin bahan kimia, awas kanker gan

    BalasHapus
    Balasan
    1. asal jangan sering-sering dah. kan itu dalam keadaan darurat. Aman lah

      Hapus