Laman

Jumat, 11 Januari 2013

Engkau yang berjilbab biru.

Engkau yang berjilbab biru.

Umur nya sudah 25 tahun, teringat akan janji  nya disetiap sehabis sholat, “saya harus nikah di umur 25, harus,lalu sama siapa?”pikiran ini sedikit banyak mempengaruhi aktivitas sehari-hari dia dikampus ini. sebenarnya ada seseorang yang sempat menarik hatinya. Ia seorang perempuan yang begitu polos, disenangi teman-teman nya karena kebaikan dan keceriannya, ia begitu aktif sampai sering bepergian ke luar kota untuk musyawarah nasional organisasinya, ia begitu ekspresif saat bertutur kata membuat siapapun yang mendengarnya tersenyum, tawa renyah dan jilbab biru bahkan menjadi ciri khas nya, ia juga senang berpuisi, bahkan pernah tampil membacakan puisi di sebuah acara besar dikampus, dan seperi pecinta buku lainnya, ia senang membaca, hingga kadang suka terlihat membaca saat berjalan kaki.

“ko kamu bisa banyak tau tentang dia?,” oya, aku belum cerita, Lutfi banyak mendengar semua tentang dia, dari teman sekampusnya, dari ucapan temanyanya, Lutfi yakin, dia suka padanya, dan terakhir dapat kabar darinya, ia berencana ingin melamarnya, dan kabar nya juga, lamaranya di tolak, entahlah, laki-laki seperti apa yang orang tuanya atau perempuan itu inginkan, temannya jelas kaya, lumayan ganteng lah dibandingkan Lutfi, pernah menjadi presiden mahasiswa saat di kampus, dan sekarang jadi motivator. “Kurang apa dia,?” Pikirnya,

“jika ia ditolak, kamu mungkin ada kesempatan ?”,lalu otak rasionalnya berpikir, “jika teman saya yang uda segitunya aja ditolak, apalagi saya, seorang anak petani miskin, kerjaan hanya sebagai asisten dosen, bercita-cita menjadi penulis padahal malas berkarya, wajah pas-pasan, dan tidak terlalu dikenal di kampus. Mungkin dia bahkan lupa pernah punya teman kaya saya,”

Tiba-tiba sms di telpon genggam Lutfi berdering, menandakan ada pesan singkat masuk.
“a Lutfi, uda makan belum?, jangan lupa makan ya, biar ibadahnya kuat,salam”

Kamu tau apa yang pertama dipikirkan ketika membaca pesan singkat itu?, mungkin ada yang senang, merasa diperhatikan, merasa ada seseorang diluar sana peduli pada kita, dan pasti perempuan lah yang ngirim, kalau laki-laki mah dipertanyakan si Lutfinya nya, mari kita lihat apa yang Lutfi pikirkan, bukan nya ia senang, seketika langsung ia hapus pesan singkat itu, ia merasa belum saatnya atau terlalu berlebihan jika ada seseorang yang terlalu perhatiannya terhadapnya. Jika pun ada yang harus perhatian padanya, maka ia adalah istrinya, tapi Lutfi belum punya istri, tak lama pesan singkat lain masuk ke hp Lutfi.

“mas, sedang dimana?, saya kan janji mau traktir mas, ngobrol sambil makan siang yuk?,,, aku yang traktir deehh,, Ranti”

Hemz, ada seseorag lagi yang ngajak Lutfi makan siang, ditraktir pula, seperti nya hanya berdua, , “lagian kapan saya minta ditraktir, mending gak saya bales ah, kalo nanti nanya, bilang aja gak ada pulsa, eh emang gak ada pulsa ya. Takut nanti ada sms aneh lagi masuk, saya matiin hpnya aja dah. ”pikirnya dalam hati. Namun sebelum hapenya sempat dimatikan, sms lain masuk, sesaat Lutfi membaca nama kontak pengirimnya, tanpa membuka apa isi pesannya, Lutfi langsung mematikan hapenya.

Ini yang Lutfi takutkan, jika terus-terusan melajang seperti ini, godaan nya akan semakin kuat, maka sudah diputuskan, tahun ini, ia akan menikah, melindungi dirinya dan agamanya. “Lalu sama siapa?” pertanyaan itu terus mendesak untuk dijawab. “baik, ya Allah, ridailah keputusan hamba, engkau yang berjilbab biru, akan saya lamar” ucapnya tegas sambil memegang erat sebuah saputangan putih. Entah apa maksudnya.

 “kamu sudah yakin nak dengan pilihanmu?,”ibunya membuka percakapan saat Lutfi pulang kerumah untuk meminta ijin melamar perempuan berjilbab biru.

“kalau yakin si belum mah, hanya doa dari mamah yang membuat Lutfi yaki, doa seorang ibu”ucap Lutfi sambil duduk disamping ibunya.

“mamah sih selalu mendoakan yang terbaik untuk Lutfi, jika memang dia jodoh Lutfi, pasti akan selalu dimudahkan,yang penting kamu jujur dengan diri kamu sendiri”tangan ibu mulai mengelus, meraba-raba rambut Lutfi, seakan mencari kutu rambut dikepala Lutfi seperti yang dulu waktu kecil sering mereka lakukan, Lutfi selalu senang dengan elusan ini, walaupun sekarang sudah tidak ada kutu rambut dikepalanya.
“terima kasih mah, setelah wisuda S2 Lutfi bulan depan, Lutfi akan melamarnya”
***
“Lutfi, lagi dimana,? Ane minggu depan mau melamar seseorang, antum kan sering bikin puisi tuh, buatin puisi yang bagus dong, untuk calon istri ane,hehehe” sebuah pesan singkat masuk ke hp Lutfi, dari teman dekatnya.
“ada di kosan, dateng aja, ane perlu tau sedikit tentang calon istri ente, jadi kita ngobrol di kosan ya”balas Lutfi di hp nya.

Obrolan pun mengalir ngalor ngidul layaknya dua bujangan yang saling mengerti satu sama lain. Coret-coretan puisi dibeberapa lembar kertas menemani mereka berdua diteras sebuah kosan. Diselingi canda tawa saat obrolan mengingat masa-masa di S1. Organisasi, kuliah, skripsi, petualangan dan saling berbagi. Bagi Lutfi, temannya ini yang bernama Hanif sangat berarti. Wajah nya lebih ganteng, orangtuanya kaya, otaknya pintar, dan sekarang sudah bekerja di sebuah perusahaan ayahnya. Dulu disaat Lutfi butuh bantuan, hanif selalu ada untuk membantunya. Kalo hanya dimintai buat puisi, satu buku 500 halaman pun siap ia buat jika hanif yang minta.

“boleh tau siapa nama calon istri yang mau ente lamar?”Tanya Lutfi iseng.
“namanya Ayu Lestari, inget gak dulu dia aktif di organisasi kampus?, yang selau ceria terus itu lho, si akhwat berjilbab biru,”jawabnya polos penuh kegembiraan.

Seketika Lutfi tertegun, nama Ayu Lestari dan jilbab biru begitu dekat dengan pikirannya akhir-akhir ini, ia yang telah diputuskan untuk dilamar setelah wisuda, akan dilamar teman baiknya, teman yang selalu membantu nya dulu di waktu kuliah S1 nya. Semakin sering hanif menyebut namanya, semakin kuat Lutfi berpikir,  “apakah saya harus jujur pada hanif tentang keputusannya, atau mendukung hanif sepenuhnya dan merelakan si jilbab biru untuk Hanif lamar?”

“kenapa fi, jangan bengong gitu?”tangan Hanif menyiku bahu Lutfi yang asik memainkan pensil.
“engga, ane lagi mikir kelanjutan puisinya, jadi mana nih puisi yang mnurut ente bagus?”jawabnya asal.
***
Semenjak obrolan dengan Hanif mengenai sijilbab biru, Lutfi makin kepikiran apa yang harus ia perbuat, menyerah sudah lama ia buang dalam kamus pikirannya, semenjak kejadian itu, ia akan selalu bekerja keras dan fokus untuk apa yang ia inginkan, namun kali ini logika nya yang menang. “Hanif itu udah sempurna, jadi jika kamu mau maju, udah dapat dipastikan bakalan kalah, relakan si jilbab biru, masa iya tega ngerebut calon istri temen mu sendiri”.“baiklah baiklah, maaf kan saya mah, sepertinya anakmu belum berjodoh dengan sijilbab biru, mungkin masih ada jilbab biru yang lainnya yang memang berjodoh untuk anakmu”

Lalu kabar itu datang, Hanif, temen yang ia anggap sempurna, lamarannya ditolak oleh orangtua si jilbab biru, entah apa alasannya, ia juga tidak mengerti, sudah dua orang temannya yang ia tahu ditolak lamaranya, hatinya sebagai teman tentu sedih mendengarnya, ingin sekali ia datang memeluk Hanif dan menghiburnya, tapi tak bisa dipungkiri juga sedikit ruang di sudut hatinya, ada semangat yang mulai tumbuh kembali,  “Ya Allah, jika memang ia jodoh saya, mudahkan lah ya Allah,”ucapnya membatin sambil menggenggam sapu tangan putih.

Niat untuk melamar ia utarakan kepada seseorang yang menurutnya pantas ia mintai sharing,
“tau kisah sayyidina Ali saat beliau akan menikahi Fatimah?”ucapnya lembut menenangkan,dari foto diruang tamu itu,diketahui ia sudah menikah, wajahnya tenang namun kalau bicara kadang tegas mengingatkan, kadang lembut menenangkan, atau kadang tertawa menghibur, seakan selalu tau kondisi setiap orang yang ditemuinya. Ia cocok dijadikan guru untuk panutan, dan selalu senang dijadikan sahabat tempat curhat seperti sekarang ini.
“iya tau bang, dua orang temen saya mungkin Abu bakar dan Umar RA  nya, tapi saya bukan sayyidina Ali yang Rasulullah tunggu untuk melamar putrinya, Fatimah, saya kalaupun jadi melamar, mungkin peluang ditolaknya lebih besar,”ucap Lutfi menuturkan kisahnya.
“antum sudah dapat restu dari orang tua kan?,”
“sudah bang”
“ada hadist buat antum “Wahai generasi muda! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara."(H.R. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud), jadi ingat tujuan antum menikah, antum kan bilang ingin menjaga diri dan agama, maka caranya ya menikah, dan antum sudah mampu, masalah ia adalah jodoh antum atau bukan, itu urusan Allah, yang penting antum telah berusaha melaksanakan sunnah Rasul dan perintahNya, insya Allah pasti akan diberi kemudahan, sesulit apapun jalannya, dan jika ane boleh berkomentar lagi, antum sudah diberi kemudahan oleh Allah dengan jalan ditolaknya lamaran dua temen antum, mungkin antum yang orang tua akhwat itu cari, maka berdoalah dan bersegeralah dalam kebaikan. afwan jika ane terkesan menggurui,,”ucapannya tetap tenang, tapi menyemangati, dan menurut saya dia ikhlas berkata seperti itu, lihat aja tuh Lutfi, sampai tertegun menatap mata ustadnya
“insya Allah bang, saya semangat lagi melamar sijilbab biru,syukran,”ujarnya sebelum pamitan,,

Hari keberangkatan pun tiba, sengaja Lutfi pergi sendiri karena memang biaya transport hanya cukup untuk sendiri, kemana Lutfi akan pergi?, ia pergi ke tempat yang bahkan belum pernah ia menjajakan kaki disana,hemz,Makassar, Ia akan menyebrangi pulau-pulau dan melintasi lautan luas. Tentunya pake pesawat, lebih mahal, tapi lebih mudah. Sebelum berangkat, Lutfi memberitahu juga mengenai niatnya pada kedua teman yang sebelumnya pernah melamar sijilbab biru, dari kedua tatapan mata mereka, terlihat mereka mendukung Lutfi, hanya satu pesan mereka,”JUJUR dengan dirimu.”

Satu hal yang kurang dari seorang Lutfi adalah dia cenderung nekad dalam mengejar harapannya, bukan kurang sebenarnya kata yang lebih tepat, tapi kemauan kerja keras nya overload. Terkadang juga hal itu bagus, jadi kesimpulannya?, nekad sesuai waktunya. That’s the colclusion. Mari kita lihat Lutfi lagi, dalam pesawat dia baru nyadar, kecamatan panakkuang-Makassar.-Nama yang terdengar aneh bagi orang depok seperti Lutfi- tentunya adalah daerah yang luas.

Sebenarnya, sebelum berangkat, Lutfi sekali mengirim pesan singkat kepada sijilbab biru, saking rumitnya urusan seperti ini bagi Lutfi, draft pesannya pun harus mengalami uji kelayakan pesan selama seminggu. dan baru sebelum pesawat berangkat, pesan itu pun baru bisa terkirim, karena sudah tidak bisa mundur lagi pikirnya. sampai saat ini pesan singkat itu belum dibalas oleh sijilbab biru, karena hp memang harus dinonaktifkan ketika dalam pesawat, “emang apa isi pesannya?, cukup singkat, “saya akan datang melamarmu, Lutfi hasan”. Saat hp dinyalakan ketika sampai di bandara internasional Sultan Hasanuddin Makassar, sebuah pesan singkat masuk, dari senyum yang terlihat di wajah Lutfi saat membacanya, sudah dipastikan, pesan itu balasan dari sijilbab biru,lalu apa isinya?,,nanti kita lihat, sejurus kemudian, Lutfi pergi membeli karcis damri seakan sudah tahu harus kemana, dan memang dia sudah tahu,
***
Rumahnya asri dengan taman hijau yang tidak begitu luas tapi nyaman memandangnya. Pagar rumah baru dicat hijau serasi dengan pekarangan dan cat rumahnya. Sebuah mobil kijang inova terparkir digarasi luar ,“mudah-mudahan mereka sedang ada dirumah” pikirnya.

Begitu ia menekan bel, keluarlah seorang bapak-bapak dari dalam rumah melongok siapa yang menekan bel. Garis-garis kerutan mata terlihat diwajah bapak itu, uban tumbuh disana-sini, dan perawakannya tinggi, masih terlihat gagah meski sudah tua, setelah menjawab salam, bapak itu membukan kan pintu pagar mempersilahkan Lutfi masuk.

Lalu apa yang terjadi dengan Lutfi?, ia tertegun memandang wajah si bapak, wajah yang tak begitu asing dalam hidupnya, wajah yang mengajarkannya akan kerasnya dunia, oh ya, Lutfi tidak akan pernah lupa dengan wajah itu.
“saya temannya Ayu pak”kata itu keluar begitu bapak itu bertanya siapa Lutfi,

Mereka kemudian masuk kedalam rumah, kesan elegan begitu kental saat memasuki ruang tamu bapak itu, penataannya yang artistic membuat tamu yang datang akan merasa nyaman duduk berlama-lama di sofa empuk yang terbuat dari kulit ini. ah, semua kenyamanan ruangan ini tak senyaman pikiran Lutfi saat ini, ia berpikir keras, apa yang harus ia perbuat, haruskah ia jujur dengan masa kecilnya pada bapak itu, mungkin bapak itu sekarang masih marah pada Lutfi kecil karena telah mencuri pensil gambar anaknya, dan bagaimana mungkin seorang ayah mau menikahkan anaknya dengan seorang pencuri?, aahhh, atau mungkin ia tidak usah mengungkit masa kecil itu, toh ada kemungkinan bapak itu sudah lupa, tapi kalau suatu saat bapak itu ingat, dia pasti marah besar, dan,, aahhh, Lutfi gak berani memikirkan kemungkinan itu,,

Tiba-tiba teringat pesan kedua temannya, ustadnya, dan ibunya,,”jujurlah terhadap dirimu sendiri,”,,yap,pikiran Lutfi mulai jernih kembali, “itu sudah lama sekali, saya akan jujur terhadap bapak itu, dan terhadap diri saya sendiri”, pikirnya dalam hati.

“bapak ingat siapa saya?”Lutfi mulai membuka percakapan setelah istri bapak itu memabawakan minum dan duduk disamping nya.
“hemz, siapa ya, saya tidak ingat,apakah kita pernah bertemu?”dahinya terlipat

Dengan jujur, Lutfi menceritakan masa kecilnya dulu, bagaimana bapak itu pernah memukulnya karena mencuri pensil gambar anaknya, bagaimana anaknya kembali lagi untuk mengusap darah dihidungnya hingga saputangan putihnya tertinggal, dan bagaimana anak berkepang dua itu memotivasinya hingga ia menjadi seperti sekarang ini, masih dengan jujur ia bercerita mengenai sapu tangan milik anak berkepang dua itu selalu menjadi motivasi untuk selalu bekerja keras,mengajarkan bahwa hidup ini tidaklah mudah,dan betapa kejadian itu, menjadi titik baliknya untuk menjadi lebih baik,

“saya minta maaf dan sangat berterima kasih atas pengajaran bapak saat itu, mungkin jika bapak tidak memukul saya, atau anak kecil berkepang dua itu tidak keembali dan memberikan saputangan putihnya, saya tidak tahu akan seperti apa saya sekarang ini,”ucapan Lutfi begitu tulus keluar dari hatinya,

“sekarang saya datang kesini ingin melamar anak bapak untuk menyempurnakan agama saya, ini semua tentang saya dan masa kecil saya, tidak ada yang ditutupi, jadi terserah bapak akan menerima atau menolak lamaran saya”lanjutnya dengan tetap menatap mata bapak dan ibu didepannya.

“jadi kamu yang bernama Lutfi hasan,”ucap bapak itu datar, apakah ia sudah tahu tentang Lutfi, siapa yang memberi tahu?, oya, ia pernah mengirim sms ke putri bapak itu, pasti ia sudah cerita, dan ia cerita apa? Semua keburukan Lutfi kah?, atau tentang kebaikan Lutfi, ah, mana ada kebaikan Lutfi yang sijilbab biru itu ketahui, bukannya ia berjumpa hanya sekali, saat ia mengantar temannya ikut naik gunung bersama Lutfi?, lalu, dari tadi bapak itu hanya diam mendengar Lutfi bicara, apakah itu berarti bapak itu masih marah terhadap Lutfi, kalau seperti ini, sudah pasti lamaran ditolak, aahhh,ingin rasanya Lutfi  kabur dari sini,

Suara pintu yang dibuka serta salam yang menungu untuk dijawab menyadarkan Lutfi dari lamunan kilatnya. “mas Lutfi sudah datang?, cepat sekali, ayah, kenapa tidak mempersilahkan mas Lutfi minum, ayo diminum tehnya mas,maaf rumah nya kaya gini ya, hehehe”ucapnya menyerobot saat masuk kedalam rumah, cantik, ceria,  dan ekspresif, tiga kata yang terlintas dikepala Lutfi untuk menggambarkan sosok perempuan berjilbab biru tadi. “ko bengong mas,ayo diminum,uda dingin tehnya nanti gak enak lho,”
“ehh, iya,”Lutfi langsung menyambar gelas teh di atas meja,

Setelah mencium tangan kedua orangtuanya, perempuan berjilbab biru itu langsung duduk di samping ibunya. Seketika itu Lutfi tidak berani memandang bapak atau ibu didepannya. Lalu berkumandang lah adzan magrib, perjalanan seharian ini cukup melelahkan untuk Lutfi, mungkin dengan sholat bisa menyegarkan kembali tubuh dan pikirannya,

Lutfi dan ayah perempuan berjilbab biru pergi sholat magrib di masjid dekat rumah, mereka tidak banyak bicara, namun setelah shalat magrib, si ayah mendekati Lutfi dan teranglah semua kerumitan ini, dengan mata berair, si ayah bercerita tentang penyesalannya telah memukul Lutfi waktu kecil dulu, semenjak itu, ayah Lutfi sebenarnya sangat ingin meminta maaf pada anak kecil itu, tak seharusnya ia berlaku seperti itu didepan putrinya, ia malu menjadi ayah yang kejam, ia sering berkhutbah di hari jum’at mengenai kelembutan hati, tapi sebenarnya ia sendiri kasar,
“bapak minta maaf nak telah memukul mu waktu itu”

Tak kuasa Lutfi menahan tangis, ia langsung menyambar tangan si ayah dan berkata,”saya pak yang harus minta maaf,” mereka pun berangkulan seperti seorang ayah dan anak, melepaskan beban berat dari pikiran masing-masing, keakraban pun cepat terjalin dikedua laki-laki ini. setelah shalat isya, merekapun pulang ke rumah. Dari cerita si ayah dalam perjalanan ke rumah, tau lah bahwa sijilbab biru ternyata bercerita tentang kebaikan Lutfi, katanya Lutfi yang tanggung jawab, Lutfi yang bisa jadi dosen diumur 25, Lutfi yang selalu fokus pada tujuannya dan bekerja keras mendapatkanya, cerita tentang Lutfi putrinya dapat dari temennya yang pernah ikut naik gunung bersama Lutfi.

Lalu, apakah lamaran Lutfi diterima atau ditolak, jawabannya masih menggantung sebenarnya, terus terang Lutfi belum bisa menyimpulkan diterima atau ditolak, ia tidak ingin mereka-reka, ia ingin jawaban yang jelas, sebelum ia pulang.

“nak Lutfi makan dulu ya, sudah disiapin, Ayu lho yang masak”ucap ibu nya menyambut kami yang baru pulang, seharian ini Lutfi memang belum makan, rasa laparnya berhasil dikalahkan otaknya yang terus menerus berpikir. Dan dimeja makan itulah, tuhan memperjelas semuanya untuk Lutfi, tuhan telah menggariskan semuanya untuk mereka berdua, dengan singkat, padat, jelas dan tegas, ayah Lutfi berkata sebelum mereka makan. “bapak menerima lamaran nak Lutfi,”

Kedua insan tertunduk malu mendengarnya, senang, tentu saja, Lutfi yang begitu bahagia bisa menikah dengan anak kecil berkepang dua yang kini sudah dewasa, tak pernah ia pikirkan jika Allah akan mempertemukan mereka dengan cara seperti ini, lalu, perempuan berjilbab biru yang begitu merindukan sosok suami berkepribadian seperti Lutfi, walau kabar itu hanya sebatas cerita temannya, keduanya tidak berani bersitatap, tapi senyum merekah di bibir keduanya, “Terima kasih ya Rabb, lancarkan dan ridoilah rencana pernikahan kami,” ucap keduanya dalam hati masing-masing

“jadi nak Lutfi kapan akan mengajak orangtua nya datang kesini,”pertanyaan itu menyadarkan kembali lamunan kilat Lutfi, “atau gini aja, minggu depan, kami akan ke bogor untuk mendaftarkan adik nya Ayu kuliah di Bogor, bagaimana kalau kita bertemu di Bogor saja, biar nak Lutfi tidak membuang ongkos untuk kemari lagi,” Lutfi hanya bisa mengangguk tanda setuju,
“jadi malam ini nak Lutfi mau nginap disini?”Tanya ibu sijilbab biru,
“saya malam ini akan langsung pulang ke bogor, karena ada hal yang harus saya kerjakan besok,jadi setelah ini saya mohon pamit,”jawab Lutfi tenang,
“kalau begitu, kita antar sampai ke bandara, kalau malam agak susah kendaraan”

Begitu indah sekali takdir tuhan, sebenarnya ingin sekali ia mengembalikan sapu tangan putih saat itu juga, belum, nanti kalau sudah saatnya, akan ku kembalikan sapu tangan putih ini, sapu tangan yang begitu berharga ini, akan ku kembalikan pada pemiliknya, engkau yang berjilbab biru, adalah pemiliknya. 

4 komentar:

  1. itu karakternya yg suka baca buku kayak gue dah -_- .. terinspirasi ya, mam? hahaha ..

    eniwei, alur cerita dan bahasanya sedikit membingungkan *menurutku*

    BalasHapus
  2. inspirasi itu ada dimana-dimana, emang ichi suka baca sambil jalan?

    baca nya 5 kali baru gak bingung

    BalasHapus
  3. banget. Apalagi belakangan ini. Tahun ini targetin buku2 yang ada di rak harus segera terselesaikan! *mata berapi-api*

    baca 5 kali? -_- .. IMO, pembaca itu senangnya yg bisa sekali nyambung

    BalasHapus
  4. okelh, semngat ngabisin bukunya, february, mari kita belanja buku lagi

    BalasHapus