Laman

Rabu, 05 Desember 2012

Anak ku bukan anak sewaan


Seharusnya aku senang menjadi seorang ayah, seperti keluarga lain, saat pagi menyapa, sang bayi menangis minta diganti popoknya, sekedar minta diberi air susu, atau minta digendong ayahnya ketika ibunya sibuk memasak. Siang menjelang ia ditelepon ibunya, mendengar celoteh “ba, bi, bu” dari sang bayi, sejenak melupakan kesibukan pekerjaan. Sore menjemput ia pulang dengan wajah penuh kerinduan pada keluarga, saat pulang disambut teriakan kecil istrinya, “hoyee, ayah sudah pulang” sambil menggerak-gerakkan lengan sang bayi. Malam pun berisi canda tawa, tangisan bayi atau apapun yang menyenangkan yang dialami keluarga baru.

Namun tidak dengan ku, saat pagi datang, aku yang pertama bangun, mana istriku?, masih terlelap dengan selimut tebalnya, aku juga yang pagi-pagi mengganti popok dan memasak juga membuat air susu dalam botol. Aku berangkat kerja, kalau aku boleh menyebut memulung adalah sebuah pekerjaan, ketika istriku sudah bangun. Tentunya agar aku bisa tenang meninggalkan bayiku. Siang menjelang, mana ada telepon-telepon, lha teleponnya saja tidak ada, jadi tetap dengan kesibukan memulung hingga sore menjemput. Biasanya aku pulang sebelum magrib daan tak ada celoteh sambutan atau tawa candaan dalam rumah kami. 
Hanya ada seorang istri yang menggerutu karena bersuamikan pemulung. Begitulah hidupku, biasa saja, sederhana, dan tidak banyak kebahagiaan di sini, hanya bayi kecilku satu-satunya sumber harapan aku bisa bersabar dengan istri sepertinya.

Pagi ini seperti biasa aku bangun pagi, pergi ke dapur untuk memasak air hangat juga menyiapkan air susu botol. Begitu ingin memberikan air susu botol, baru tersadar kalau tidak ada bayi di samping istriku, kucoba mencari-cari ke bawah ranjang barangkali terjatuh, ke seluruh penjuru rumah barangkali merangkak, oh iya dia belum bisa merangkak, pintu pun di kunci, jadi tak mungkin dia bisa keluar, perlahan kubangunkan istriku,

“bu,bu, Dede bayi mana?” tangan ku mencoba mendorong perlahan tubuhnya, tidak ada respon

“bu, bu, Dede bayi ke mana?” dorongan tangan ku mulai kasar

lu ganggu tidur gue aja, gue sewain tadi subuh ke pengemis, udah gue tidur dulu, nanti gue jelasin”istriku menjawab dan langsung melanjutkan tidurnya.

Sebenarnya ingin sekali mengganggu tidur istriku dengan segudang pertanyaan, tapi pengalaman dulu, saat aku pernah mencoba mengganggu tidur istriku, bukan mengganggu sebenarnya, hanya ingin mengingatkan untuk cek kandungan sebelum aku berangkat memulung, ia mendadak marah dan memutuskan tidak bicara selama seminggu lebih, hanya karena itu??, entahlah, setelah menikah, tabiat buruk istriku mulai terlihat, di cerai? Oh aku masih butuh sedikit kasih sayangnya untuk bayiku, mungkin ketika bayiku sudah besar, akan aku pikirkan hal itu.

Akhirnya aku memutuskan tidak memulung hari ini, bagaimana bisa di saat ketidakjelasan seperti ini, aku nyaman memulung, walau aku tahu sebenarnya memulung itu tidak nyaman

“kemarin saat ke rumah tetangga, gue ditawarin sewa bayi” istriku memulai percakapan setelah bangun, mandi dan berias.

“tega banget sih bu, nyewain anak sendiri”ucapku ketus

lu mau bahas ini lagi?, lu yang gak bisa nafkahin gue dan bayi lu, setidaknya uang pemasukan gue bisa bertambah, lumayan 25 ribu perhari, dikembaliin sebelum magrib, kalau telat ngembaliin di denda 5ribu, lumayan kan”

“ibu gak nyadar ya?, bayi kita kepanasan, mungkin juga kehujanan,  kalau sakit gimana?”

“udah lu gak usah takut, bayi lu aman, dan sekarang bisa berguna buat gue, pergi mulung sana, AWAS KALAU GAK ADA SETORAN HARI INI!”matanya mendelik tajam sesaat sebelum bergegas meninggalkan rumah, entah ke mana ia pergi dengan dandanan menor seperti itu, aku juga tidak tahu. Setidaknya dicoba dulu sehari ini pikirku, semoga tidak terjadi apa-apa dengan bayiku.

Tuhan ternyata berkehendak lain. Di malam ke 25 bayiku dikembalikan,oh iya aku mulai sering menghitung malam semenjak bayiku disewakan, ia pulang dalam keadaan batuk-batuk kecil, dan yang membuat ku ganjil adalah bayiku sering tertidur dan bahkan jarang menangis.

“lihat bu, bayi kita demam dan batuk-batuk nih gara-gara ibu sewakan”tangan ku meraba keningnya sesaat sebelum ku ambil dari pengemis rutinan kami. Malam ini telat dua jam, istriku sekejap sudah menyabet uang dari tanganku, ucapku tidak dianggap.

“ah, besok juga sembuh, sudah tidurin saja di kasur, gue mau pergi lagi”ia langsung berlari membuka pintu dan melesat pergi entah ke mana lagi dengan dandanan masih menor.

Semalaman aku menggantungkan pikiranku di langit-langit kamar, bukan karena istriku mulai sering keluar malam dengan dandanan menor, itu aku tidak peduli, walaupun terkadang terbersit pikiran negatif juga. Ini tentang bayi kecilku, aku saja yang sering kepanasan dan kehujanan, satu ketika pasti sakit, bagaimana dengan seorang bayi. Ah besok aku coba bawa ke puskesmas. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan bayiku.

“Bayi bapak sepertinya sudah lama batuk-batuknya, ini resepnya, sering kepanasan ya pak?, tanya bu dokter sambil menyerahkan resep obat.

“iya sih bu, anak saya sering dibawa ibunya jalan-jalan”jawabku berbohong.

“oya pak, Hanya memberi informasi, sekarang kan lagi marak penyewaan bayi Di Jakarta, kemarin ada pasien bayi yang sama gejalanya dengan anak bapak, tapi ia terlambat membawa bayinya ke puskesmas,ia terlalu banyak di beri obat CMT, hingga ginjal dan hatinya rusak, seminggu kemudian anaknya meninggal. Saya tahu kalo bayi bapak disewakan,

“tidak disewakan ko bu, hanya kepanasan biasa, lagian,,, dan,, obat CMT itu obat apa?” ragu-ragu ku potong kalimat bu dokter. Tidak terima dengan pernyataan terakhirnya

“saya ini dokter pak, saya tahu mana bayi yang kepanasan biasa, dengan bayi yang terlalu lama kepanasan,saya tahu bayi bapak sering tertidur dan jarang menangis kan?, sebelum semuanya terlambat, hentikan persewaannya pak, CMT adalah obat alergi yang bisa menyebabkan kantuk, kalau bayi bapak terlalu sering mendapatkan obat ini, ginjal dan hatinya akan rusak, dan jika ia mempunyai alergi, ia akan kebal terhadap obat ini.jadi pikirkan baik-baik”

“baik bu, terima kasih banyak infonya,akan saya pikirkan”. Sepanjang perjalanan pikiranku terus melayang memikirkan ucapan bu dokter. Baik, aku putuskan gak akan nyewain bayi ku lagi, masalah istri gak setuju nanti dibicarakan dirumah.

Dan benar saja, istriku tidak setuju,

“bodo amat dengan ucapan dokter, tau apa dia dengan bayi, dia tuh cuma tau resep doang gak ngerti cara ngerawat bayi”

“bu, bu dokter jelas bilang bayi kita sering diberi obat CMT, jadi bayi kita sering tidur dan jarang nangis, jadi mohon pengertian ibu demi kebaikan bayi kita, nanti masalah tambahan pemasukan, saya coba nyari kerja tambahan“

“bisa apa lu, sd aja gak lulus, nyesel gue kawin sama lu,”

“saya masih bisa jadi kuli bangunan bu, atau jadi buruh sapu,”

“alah, emang gampang nyari kerja gitu,lu gak bakal bisa, udah, lu mulung aja,bayi tetep gue sewain

“POKOKNYA BAYI SAYA GAK BOLEH DISEWAIN LAGI BU, TITIK”

LU BERANI NGEBENTAK GUE, SINI BAYI LU, GUE YANG NGELAHIRIN, GUE YANG SUSAH, GUE YANG HARUS NENTUIN MAU DIAPAIN NI BAYI”tangannya mulai mendekat hendak mengambil bayi di gendonganku,

“enggak bu, BAYI INI BUKAN BAYI SEWAAN.!”refleks tanganku menepis dan tak sengaja mendorong nya hingga terjatuh..

“BERANI LU YE,”tanggannya menjangkau pisau dimeja.
Tanpa pikir panjang, aku berlari keluar rumah, masih menggendong bayiku, aku tau dari belakang istriku mengejar, tujuanku hanya satu, lari secepat yang aku bisa walau penerangan malam di gang kami redup. Sempat ku dengar, istriku berteriak-teriak “PENCULIK BAYI !” . Beberapa derap langkah juga teriakan masa sepertinya juga mulai mengejar, jika sampai tertangkap, tamatlah riwayatku dan bayiku, aku yang pasti babakbelur, dan bayiku pasti disewakan lagi,

Tidak, jangan sampai tertangkap, tapi suara mereka semakin mendekat,mungkin berjarak 10 meter. aku takut, sejenak aku berhenti dan melihat wajah bayiku, memastikan ia baik-baik saja, tiba-tiba saja teringat, di ujung gang ada tempat sampah besar,mungkin aku bisa bersembunyi disana,

“KEJAR, BAKAR,,”, suara mereka semakin mendekat,

“tadi liat laki-laki gendong bayi tidak mas, dia penculik bayi,” Tanya salah satu pengejar pada pejalan kaki samping wadah sampah,

Owh tidak, bayi ku mulai bergerak-gerak,aku ingat ia belum di beri susu malam ini, tuhan, jangan sampai bayiku bangun dan menangis saat ini, aku gak mau ia disewakan lagi, tuhan pun masih berbaik hari pada kami, bayi ku mulai tertidur lagi, atau mungkin obat CMT nya terlalu kuat, hingga lapar pun ia terus tertidur.
Baiklah, sepertinya kondisi diluar sudah aman, perlahan kubuka penutup tempat sampah kuning kebanggaan ibu kota ini, setelah keluar, aku berjalan cepat menuju stasiun pasar minggu, tujuan ku satu, ke bogor, berharap kenalanku dulu masih tinggal disana, hanya ia harapan ku, semoga tuhan juga masih berbaik hati pada kami hinga nanti sampai di Bogor. Manusia hanya bisa berharap dan berikhtiar seperti kata ceramah yang sering kudengar saat khutbah jum’at.

Waktu menunjukan pukul 22.15. Aku akhirnya sampai di desa Galuga kecamatan Cibungbulang kabupaten Bogor, di rumah kenalan ku. Rupanya mereka masih ingat dengan ku, bagaimana tidak, aku sempat menyelamatkan mereka saat penjambretan uang pensiunan ayah nya di Jakarta tempo hari. Dengan sambutan hangat dan ceritaku mengenai bayiku aku bisa tinggal sementara di rumah mereka. Pekerjaanku tetap memulung, dan Jika bayiku tidak bisa dititipkan pada istri kenalanku, maka bayiku tetap setia menemani dengan payung anti kehujanan dan kepanasan tentunya. Aku sudah tidak peduli lagi dengan tatapan aneh orang-orang, seorang pemulung dengan bayi di gendongan dengan tangan kiri membawa karung dan tangan kanan membawa payung. Yang penting bayiku sudah bukan lagi bayi sewaan dan aku sudah tidak dan tidak peduli dengan istriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar