Laman

Sabtu, 15 Desember 2012

MUSH’AB BIN UMAIR Duta Islam Pertama

Duta Islam Pertama

Sahabat Rasulullah SAW yang satu ini, sebelum masuk islam, adalah bunga yang selalu mengharumi jalan-jalan Quraisy, hadirnya selalu dinanti disetiap perkumpulan karena kecerdasan otak dan penampilannya yang anggun. Ia pemuda tampan, serba kecukupan, selalu dimanja serta selalu menjadi buah bibir gadis-gadis Quraisy. Lalu bagaimana pemuda idaman para gadis ini bisa mengecup indahnya islam. Mari kita lanjutkan sirahnya.

Berita mengenai datangnya seorang utusan tuhan dikalangan Quraisy menjadi trending topic saat itu, dan karena  Mush’ab sering mendengar berita ini lewat perkumpulan yang sering ia datangi, otak cerdasnya tertarik untuk mengetahui seperti apakah utusan tuhan yang bernama Muhammad SAW ini.

Ia tahu bahwa pertemuan yang sering dilakukan oleh Muhammad SAW dan pengikutnya diadakan di tempat yang jauh dari gangguan Quraisy, yaitu di bukit Shafa di rumah Al-Arqam bin Abul Arqam. Tanpa pikir panjang, disuatu senja ia mendatangi rumah itu dan duduk melihat apa yang dilakukan dalam rumah Al-Arqam ini.

Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an mengalir dari hati Rasulullah SAW dan bergema melalui bibir beliau hingga masuk meresapi kalbu Mush’ab. Seketika itu, Mush’ab seakan terbang oleh perasaan gembira. Rasulullah SAW mengerti perasaan pemuda ini dan mengulurkan tangannya yang penuh kasih sayang kemudian mengurut dadanya hingga perasaan Mush’ab mulai damai, tentram bagai lautan dalam. Ia pun masuk islam di senja itu juga.

Satu hal yang paling dikhawatirkan oleh Mush’ab setelah masuk islam adalah ibunya. Seandainya mekkah dengan segala patung, tokoh2 Quraisy dan padang pasirnya mengepung dan memusuhinya, Ia anggap tidak seberat apabila ibunya sendiri yang menjadi musuhnya. Ia pun menyembunyikan keislaman dari ibunya. Rupanya di Mekkah tiada rahasia yang tersembunyi. Banyak mata dan telinga dimana-mana.
Utsman bin Thalhah melihat Mush’ab masuk ke rumah Al-arqam secara diam-diam dan sholat seperti Muhammad SAW. Ia pun dilaporkan oleh Utsman kepada ibunya.

Dihadapan ibunya dan pembesar-pembesar Quraisy, Mush’ab membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang pernah didengarnya dari Rasulullah SAW untuk mencuci hati nurani mereka. Ibunya hendak memukul untuk membungkam mulut Mush’ab, namun malah terkulai karena tidak tega melihat wajah yang berseri cemerlang itu kian berwibawa dan tenang. Akhirnya Mush’ab dipenjarakan di rumahnya hingga sekian lama.

Akhirnya datang perintah hijrah dari Rasulullah SAW ke Habasyah, Mush’ab berhasil mengelabui penjaga dan ibunya hingga bisa hijrah dengan penuh ketaatan bersama saudaranya kaum Muhajirin.

Suatu hari datang Mush’ab kepada sahabat yang sedang mengelilingi Rasulullah SAW, para sahabat tertunduk prihatin dan berlinang air mata karena terharu. Betapa tidak, Mush’ab yang dulu sebelum masuk islam pakaiannya bagaikan bunga-bunga ditaman hijau yang terawat dan menyebarkan bau wangi, kini ia hanya memakai jubah usang dengan penuh tambalan. Rasulullah SAW memandangnya dengan penuh rasa syukur dan kasih sayang. Beliau menyunggingkan senyum seraya bersabda : “Aku telah mengetahui Mush’ab ini sebelumnya. Tidak ada pemuda Mekkah yang lebih dimanja oleh orangtuanya seperti dirinya, kemudian ia meninggalkan itu semua karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.:”

Ketika pulang ke Mekkah, ibunya hendak mengurungnya kembali. Namun, ia telah mengetahui kebulatan tekad Mush’ab. Tidak ada cara lain selain harus melepaskan kepergian Mush’ab dengan cucuran air mata. Dan Mush’ab pun tak kuasa menahan tangis. Ibunya yang gigih luar biasa dalam kekafiran sedangkan Mush’ab dengan kebulatan tekad yang sangat kuat dalam mempertahankan keimanan. Ibunya akhirnya mengusir Mush’ab dari rumah seraya berucap.. “pergilah sesuka hatimu, aku bukan ibumu lagi”

Mush’ab menghampiri ibunya seraya berkata, “ibunda, ananda ingin menyampaikan nasihat kepada ibunda, ananda merasa kasihan pada ibunda. saksikanlah bahwa tiada Ilah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusanNya”.

Ibunya menjawab dengan penuh emosi dan kesal/ “demi bintang, aku tidak akan masuk agamamu, bisa-bisa otak ku rusak”.

Mush’ab kini meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang ia nikmati selama ini. Ia kini lebih memilih hidup miskin dengan pakaian kasar dan usang. Adakala ia makan, adakala beberapa hari ia lapar. Namun jiwanya yang telah diisi dengan akidah yang suci dan memancarkan cahaya Ilahi, telah mengubah dirinya menjadi manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani.

Suatu saat, Mush’ab dipilih oleh Rasulullah SAW untuk mengajarkan agama di Madinah kepada sahabat Anshar yang telah berbaiat kepada Rasulullah SAW, mengajak yang lain agar menganut agama Allah dan mempersiapkan Madinah untuk hijrah yang agung. Sebenarnya saat itu banyak sahabat-sahabat yang lebih tua dibanding Mush’ab, namun Rasulullah SAW menyerahkan tugas agung ini dipundak “Mush’ab yang baik”.

Dengan bekal kearifan pikir dan kemuliaan akhlak yang dikaruniakan Allah pada nya, serta kezuhudan, kejujuran dan kesungguhan hatinya telah berhasil melunakan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk islam. Pada musim haji berikutnya, sebanyak 70 mukmin laki-laki dan perempuan berngkat ke Mekkah dengan dipimpin sendiri oleh guru mereka. “Mush’ab yang baik”.

Mush’ab sebenarnya ketika tinggal di Madinah banyak sekali menemui rintangan. Ia pernah ditodong belati oleh pimpinan kabilah Abdul Asyhal, yaitu Usaid Al Hudhair. Usaid sangat murka dan sakit hati menyaksikan Mush’ab menyelewengkan kaumnya dari agama mereka. Tuhan-tuhan yang selama ini mereka sembah bisa dilihat dan diketahui keberadaanya, sehingga jika ada kesulitan dengan mudah bisa tau kemana harus mengeluh. Sedangkan tuhan Mush’ab ini, tiada seorangpun yang mengetahui keberadaaNya atau melihatNya.

Walaupun ditodong belati, Mush’ab tetap tenang dan dalam; laksana cahaya fajar yang ceria dan damai. Ketulusan hatinya telah menggerakan lidahnya untuk mengeluarkan ucapan yang lembut/ “ mengapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu?, seandainya anda menyukai, anda dapat menerimanya. Sebaliknya, jika tidak, kami akan menghentikan yang anda benci.”

Usaid adalah orang yang cerdas. Ia mengetahui Mush’ab ingin mengajaknya berdialog dan meminta pertimabangan kepada hati nuraninya. Ia tahu, Mush’ab hanya memintanya untuk mendengarkan, tidak lebih, jika ia setuju, akan membiarkan Mush’ab, jika tidak, Mush’ab telah berjanji akan meninggalkan kampungnya. Ia pun insaf dan melemparkan belatinya serta duduk mendengarkan Mush’ab.

Ketika Mush’ab membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, dada usaid bergemuruh mulai terbuka dan bercahaya. Belum selesain Mush’ab menyampaikan uraiannya. Usaid sudah berseru, “alangkah indah dan benarnya ucapan itu, apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk agama ini?”

Dengan disertai gemuruh tahlil, Mush’ab menjawab, “hendaklah ia menyucikan badan dan pakaiannya, serta bersaksi bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah”.

Berita keislaman usaid menyebar cepat diseluruh Madinah, diikuti dengan keislaman Sa’ad bin Mu’adz, serta Sa’ad bin Ubaidah. Persoalan dengan berbagai suku pun selesai. Dan warga Madinah saling berdatangan  kepada Mush’ab dan beriman bersamanya. Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah gigi Mush’ab.

Demikianlah duta Rasulullah SAW pertama telah mencapai hasil yang gemilang. Hari berganti hari dan tahun demi tahun berjalan hingga tiba waktu Rasulullah SAW bersama para sahabat hijrah ke Madinah.
Kaum Quraisy pun terbakar dendam, kezaliman terus berkobar hingga meletuslah perang badar. Perang pertama kaum muslimin yang berhasil dimenangkan.

Kemudian perang uhud pun menjelang dan kaum muslimin pun bersiap mengatur barisan. Rasulullah SAW berdiri di tengah barisan dan menatap wajah orang beriman, untuk memilih siapa yang berhak membawa bendera perang. Beliau pun memanggil “Mush’ab yang baik”. Dan Mush’ab menjadi pembawa panji perang kaum muslimin.

Rupanya berkecamuknya perang uhud tidak sesuai dengan strategi yang dicanangkan. Pasukan pemanah melanggar perntah Rasulullah SAW dan turun dari bukit. Sementara pasukan Quraisy yang awalnya mundur ternyata hanya tipuan, berhasil naik keatas bukit yang awalnya ditempati oleh pemanah muslim. Kaum muslimin yang tengah lengah kaget dengan serangan balik dan dadakan dari pasukan Quraisy hingga menjadi sasaran dari pedang-pedang yang haus darah. Begitu melihat pasukan muslim porak poranda, mereka mengalihkan serangan menuju Rasulullah SAW, saat itu Mush’ab menyadari ancaman yang berbahaya itu. Diapun mengangkat panji perang setinggi-tingginya dan bertakbir bagai singa yang meraung. Ia memfokuskan semua upaya untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW.

Sungguh, walau seoarang diri, Mush’ab bertempur laksana pasukan besar. Sebelah tangan memegang bendera bagaikan tameng kesaktian, sebelah lagi menghunuskan pedang dengan matanya yang tajam. Namun, musuh datang semakin banyak. Ibnu Qamiah datang dan menebas tangan kanannya hingga putus. Mush’ab mengucapkan,” Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang utusan, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa utusan”. Kini ia memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula.

Mush’ab membungkuk kearah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan, ia mendekap bendera ke dada sambil mengucap. ” Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang utusan, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa utusan”. Musuh menyerangnya kembali dengan tombak dan menusuknya hingga patah. Mush’ab akhirnya gugur dan bendera perangpun jatuh.

Mush’ab gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada. Saat itu mushab, yakin bahwa sekiranya ia gugur, tentu jalan musuh akan terbuka lebar menyerang Rasulullah SAW. Karena cintanya yang tiada terbatas kepada Rasulullah SAW, dan cemas memikirkan nasib beliau seandainya ia gugur, maka setiap sabetan pedang menbas tangannya ia mengucapkan, ” Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang utusan, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa utusan”.kalimat yang kemudian dikukuhkan menjadi ini ini selalu diulang dan dibaca sampai selesai, hingga akhirnya menjadi ayat Al-Qur’an yang selalu dibaca orang.

Rasulluah bersama para sahabat meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan kata perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad mush’ab, air mata beliau mengucur deras. Beliau membacakan ayat dihadapan nya :

Dan diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al Ahzab:23)

Kemudian dengan penuh rasa iba beliau memandangi kain yang digunakan untuk menutupi jasadnya. Jika kami menutup kepalanya, kedua kakinya tersingkap dan jika menutup kakinya, kepalanya tersingkap, rasululluah pun menyuruh menutup kepalanya dengan kain dan menutup kakinya dengan idzkhir (rumput berbau harum yang biasa digunakan dalam penguburan).

Setelah itu pandangan beliau tertuju ke medan pertempuran dengan pemadangan jasad rekan2 Mush’ab yang tergelatak diatasnya. Rasulullah SAW bersabada. “sungguh, Rasulullah SAW akan menjadi saksi pada hari kiamat ananti bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah”.

Kemudian beliau berpaling kearah sahabat yang masih hidup, dan bersabda, “wahai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka. Ucapkanlah salam untuk mereka. Demi dzat yang jiwaku berada ditanganNya, tiada seorang muslim pun yang mengucap salam kepada mereka sampai hari kiamat, kecuali mereka pasti membalas salamnya”
             Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, wahai Mush’ab
Semoga keselamatan dilimpahkan kepada kalian, wahai para syuhada,
Semoga keselamtan, kerahmatan,dan keberkahan dilimpahkan kepada kalian semua..

Sumber : buku karya Khalid Muhammad Khalid. : Biografi 60 Sahabat Nabi versi Tahqiq” penerbit ummul qura’. 2012






Tidak ada komentar:

Posting Komentar