Laman

Kamis, 12 September 2013

Untuk Hana


Perkenalan pertama kita bermula saat aku kesiangan masuk sekolah dulu. Sebenarnya kita satu kelas, mungkin sudah 2 bulan, tapi tak pernah benar2 kenal satu sama lain karena terlalu jarang berinteraksi. Yang aku tau dari dia adalah, dia suka bawa buku cerita kemana2 ntah komik atau novel.
Berdasarkan peraturan, telat meski 5 menit tidak bisa langsung masuk ke dalam sekolah. Entah itu hari senin atau hari2 selanjutnya. Pasti!, kita pasti dapat yang namanya hukuman lari pagi. Aku telat sebenarnya karena masalah teknis diluar kemampuan. Adalah supir angkot sedang mogok beroperasi karena demo BBM, jadi pagi2 rada susah dapat mobil.
Saat di angkot menuju sekolah, kita seangkot bareng. Kamu saat itu asik dengan buku dan sama sekali tidak merasa was2 datang telat. Padahal kan hukuman lari pagi, telat masuk kelas, di tertawakan teman2 sudah di depan mata.

"kamu, sekelas dengan aku kan?," tanyaku membuka percakapan, bosan tidak ada kerjaan. Yang ditanya lantas mengangkat wajah dan memandangiku.
"oh ya?, maaf, aku tidak banyak kenal dan dikenal dikelas, namamu siapa?" ia menelungkupkan buku di pangkuannya lalu menyodorkan tangan. Ini bocah, 2 bulan ini kemana aja sampai kagak tahu wajah tertampan di kelas, esmosi gw esmosi, Yowislah, dasar autis. Aku sambut tangannya, sambil mengucap nama. Setelah dia juga mengucap nama, dia langsung kembali tenggelam dalam buku alchemis nya, judul yang aneh.
Saat kami tiba, aku langsung turun dari angkot dan berlari2 kecil menaiki tanjakan menuju sekolah kami. Hei, dia malah santai berjalan kaki sambil senyum2 sendiri melihat tingkah ku yang hah heh hoh kecapean, "nanti aja larinya pas di belokan sana", setengah berteriak dia menunjuk ujung tanjakan yang berbelok ke arah kiri, ke arah gerbang sekolah.
Pak Ade –satpam sekolah kami, langsung menghadang di gerbang sekolah, menceramahi kami sebentar, ngisi absen kesiangan dan siap di hukum lari pagi. Trek nya sih tidak terlalu berat, hanya memutari perumahan diatas sekolah, lalu masuk ke jalan raya, lari lagi hingga ke tempat angkot berhenti, dan kembali menaiki tanjakan tadi. Biasanya pak Ade, akan menunggui kami lewat di dekat perumahan, biar tidak curang katanya.

“hey, Lutfi, laper euy, ke warteg dulu yukk,” ucapnya kalem saat kami sudah melewati pak Ade.
“hah, jangan! nanti tambah telat kita” ucapku terus berlari, dia kemudian ikut berlari lagi menyejajari.
"udah ikut aja, kita sekelas harus kompak, laper banget ni," tiba2 dia memegang tanganku lalu menarik masuk ke dalam sebuah warteg, sudah seperti kawan dekat saja. Baru kali ini terlambat, di hukum lari pagi, dan malah makan dulu di warteg bareng perempuan terautis di kelas.
Dalam warteg kami banyak mengobrol, eh, sebenarnya aku lebih banyak mendengarkan dia bercerita si, tentang bukunya terutama. Hey, bukannya merasa was-was, aku malah merasa nyaman bareng dia, entahlah. Pak Ade sama sekali tidak curiga tadi kami lari cukup lama. Saat hendak masuk ke dalam kelas, di teriakin “wuuuu” oleh seisi kelas, disuru keluar lagi oleh guru matematika killer karena telat hampir 1 jam, dan aku ko merasa baik-baik saja, aneh.
Besoknya, tidak ada demo BBM lagi, tapi aku sengaja datang telat. Kalian bisa menebak lah apa alasannya, yupp, Tuhan mendengar doa hambanya, hehehe. Dia dateng telat lagi, seangkot lagi, di pelototin pak Ade lagi, lari pagi lagi, dan makan di warteg itu lagi.
"eh, besok kita gak boleh telat fi, aturannya yang telat 3 kali berturut2 gak boleh masuk sekolah, alias dianggap bolos nanti kita"
"oya?, aku pura2 peduli, sebenernya kalo kita gak masuk sekolah kan lebih asik, punya banyak waktu buat bersama. Hush, sekolah oy sekolah, ingat orang tua noh yang nyekolahin, iye iye!
"oke deh, lusa lah kita telat lagi yak", dia mengangguk setuju, lalu cepat2 berlari ke gerbang sekolah,

Rupanya, malah kamu yang datang telat hari ini, aku jadi terus memelototin bangku mu di kelas yang seharian kosong, payaah. Tapi Besoknya kita berdua tidak telat. Sambil cengengesan kamu menghampiri ku di depan pintu kelas.
"maaf fi, khilaf, hehehe" ucapnya lembut, lalu mengajak aku yang masih cemberut duduk di bangkunya, seakan kita sudah ada hubungan spesial.
"marah nih," tanyanya polos
"engga! siapa yang marah", aku pura2 melengoskan wajah
"kamu mau masuk ke dunia aku gak?" tanya nya pelan, seperti takut di dengar seisi kelas.
"eh dunia mu?, dunia buku maksudnya?"jawabku mulai lupa dengan adegan pura-pura ngambek2 tadi
"sipp, entar abis pulang, aku ajak kamu ke tempat paling keren di Garut, mau ikut?" ajaknya penasaran. Ke tempat menyeramkan sekalipun pun kalo bareng dia mah pasti ikut lah.


PERPUSTAKAAN UMUM GARUT, begitu kata plang yang aku baca saat berhenti di depan rumah bercat kuning, penuh lalu lalang orang dan rata-rata mereka membawa tas lumayan besar, isinya pasti buku semua. Kami berdua masuk ke dalam perpustakaan, menyimpan tas di loker depan penjaga, lalu melanggang tertelan ruangan paling dalam.

"Buku2 keren ada di ruang referensi, yuk", aku mengekor dia, berjalan melewati lemari penuh buku yang tersusun rapi berdasar kategori tertentu, melewati ruang baca berbagai koran dan majalah, lalu masuk lah kedalam ruangan cukup luas dengan meja kaca bulat memenuhi ruangan. Orang2 dari mulai pelajar hingga orang tua duduk rapi mengelilingi meja besar itu. Sementara lemari beretalase berdiri merapat ke masing2 dinding menyembulkan buku-buku berbagai bidang. Sesuai dengan nama ruangannya, semua buku di ruang referensi ini tidak boleh di pinjam untuk dibawa pulang, bahkan dibaca diruangan lain pun tidak boleh.

"sini! buku2 keren ada disini" ucapnya penuh semangat, seperti telah menemukan harta karun saja. Aku yang memang tidak hobi baca buku, menghampirinya. Matanya tetap tertuju pada buku-buku berkategorikan novel yang sedang ia pilah.
"nih, kamu baca ini aja, pasti membuat minat baca kamu naik" dia menyerahkan buku bercover hitam dengan judul yang sangat pendek, 5 CM. Sedangkan dia membawa buku berjudul Harry potter. Kami lalu duduk berhadap-hadapan, karena tempat duduk yang kosong cuma 2 bangku itu.

"Bodoh, malah liatin aku lagi, baca buku nya!" bisiknya membuat beberapa pelajar perempuan yang mendengar cekikikan menatapku, aku yang malu langsung menenggelamkan pandangan pada buku novel pertama yang pernah aku pegang.
Tidak terasa, kalo saja tidak ia tepuk pundakku karena hari sudah sore, aku akan terus terhisap kedalam alur cerita buku ini.
"gimana?, keren kan bukunya?, aku udah baca 5 kali malah", dari tadi dia ternyata sudah duduk disamping ku.
"iya keren banget, tapi belum kelar bacanya, jadi penasaran", dia malah tertawa kecil, atau malah terlihat tertawa jail
"kamu bawa LKS gak?"
"bawa"
"cepet ambil sana, bukunya taro dulu di meja"
Aku mengeluyur mengambil LKS dari loker penyimpanan tas dan langsung menyerahkan padanya, masih tidak mengerti. Dia lalu pergi kearah salah satu lemari sambil membawa LKS dan buku. Owalah, jadi dia menyembunyikan buku dalam LKS agar lolos dari tatapan penjaga perpustakaan.

"Tenang, trik ini selalu berhasil ko" ucapnya santai sambil mendekap LKS di dadanya, tidak peduli aku yang mulai berkeringat dingin takut ketahuan. Kami kemudian berjalan menuju loker melewati penjaga perpustakaan yang sedang sibuk dengan administrasi peminjaman. Tanpa suara, sigap dan cepat, dia memasukan LKS kedalam tasnya.

"makasih bu ya,"sapa nya mantap pada penjaga sebelum melangkah keluar pintu perpustakaan. Aku hanya bisa geleng2 kepala begitu dia menyerahkan novel 5 CM padaku, nekad sekali kau.
"besok, kita harus datang lagi dan ngembaliin buku ini. Kita bukan pencuri, hanya meminjam, okeh," santai sekali dia bilang “meminjam”, baiklah, yang penting besok bukunya harus dikembalikan. We are not a thief. Kami pun berpisah, menaiki angkot yang berbeda.


Semenjak hari itu, ada dua kerjaan rutin yang sering kami lakukan bersama. Pertama telat masuk kelas tapi dengan trik tidak boleh telat 3 hari berturut-turut. Meski tidak telat pun, kami sering sarapan di warteg sebelum masuk kelas, ya akhirnya telat juga si. Kedua, menggunakan trik 'meminjam buku' di ruang referensi perpustakaan. Buku harry potter yang tebel2 itu pun anehnya berhasil ia bawa keluar tanpa ketahuan. Semakin dekatlah kita, hingga tak terasa sudah naik kelas saja. Yeahh, paling senior sekarang.
Di hari pertama sekolah, aku senang sekali saat melihat ada nama mu di absen kelas. Yes, kita sekelas lagi. Tapi kamu tidak datang di hari pertama itu, juga hari kedua, hari ketiga, bahkan hari-hari selanjutnya. Jelas aku sangat khawatir. Maka berbekal alamat rumah yang aku dapat dari ruang TU, selepas pulang sekolah aku berangkat menuju rumahmu, berharap ada penjelasan kenapa kamu tidak masuk sekolah dua bulan ini. Setelah bertanya sana-sini, ketemu juga akhirnya rumahmu, tidak terlalu besar tapi asri.
"ASSLAMUALAIKUM" teriakku memasuki pagar rumah bercat hijau dengan pekarangan bunga.
"waalaikum salam." keluar lah seorang ibu tua berbaju batik dan berkerudung coklat, "nyari siapa de?"
"Hana nya ada?"jawabku sambil menyalami ibu itu.
"ngapain nyari Hana, mau ngetawain dia lagi?, pergi sana,"mimik mukanya tiba2 mengeras, sekeras suaranya.
"maksud ibu?, saya tidak mengerti, saya Lutfi temen sekolahnya Hana," aku tidak mau kalah hanya karena dibentak gitu.
"jadi kamu Lutfi, yang sering diceritakan Hana, ayo masuk sini nak, "ibu berbatik itu tiba2 melunak, membuatku semakin bingung.
"bu, suruh Lutfi pulang, jangan sampe dia masuk" teriak Hana dari dalam kamar, mungkin dia belum tahu kalau aku sudah masuk.
"Hana, kamu kenapa?" ucapku pelan, aku yakin dia mendengarnya meski pintunya tertutup rapat.
"kumohon pergilah Lutfi, kamu gak boleh lihat aku seperti ini" suaranya mulai terisak, ibunya lalu masuk kedalam kamar, memaksanya menemuiku dan memapahnya keluar.
Wajahnya kuyu, rambutnya acak-acakan, matanya sembab dengan kantung mata membesar, membuatnya terlihat seperti wanita berumur 30an. Ia duduk diatas kursi kulit tepat dihadapanku, Dengan baju putih nya yang kebesaran, perutnya menyembul membuatku mengerutkan kening, mengucek mata berulangkali dan berharap ini hanya ilusi semata. Tapi bukan, ini bukan ilusi, ini kisah nyata, kisah seorang anak SMA di perkosa preman terminal. Mereka tidak bisa menuntut, hanya bisa pasrah, dan besok keluarga ini akan menghilang bersama deru angin musim hujan Garut. Pergi ke rumah kakeknya di Blitar. Aku?, apa yang bisa aku lakukan?, aku hanya menatapnya sendu, tidak banyak kata, hanya ingin memeluknya, menenangkan pikirannya.

"aku akan bertanggung jawab", ucapku lirih, dengan intonasi yang dikuat-kuatkan dan tanpa pikir panjang, khas anak muda.
"jangan Fi, jangan,! masa depan mu masih panjang, aku tidak mau dikasihani, kejar semua mimpi-mimpi kita,"tangisnya membuncah, aku tidak bisa berpkir jernih, aku ingin menghentikan tangisan itu, dengan cara apapun!
"aku tidak mengasihanimu, aku mencintai mu, sangat mencintaimu", pipi ku mulai terasa hangat oleh rembesan air mata.
"aku juga mencintaimu Lutfi, sangat mencintaimu. Tapi aku tidak bisa, kumohon Lutfi, pergiii, jangan buat semuanya menjadi sulit" Ia mendorong badanku, lalu pergi ke dalam kamar, masih terdengar isak tangis.
"Pergilah nak, ibu sangat menghargai ketulusan cinta kalian, tapi kamu masih SMA, belum bisa apa2" ucapan ibunya meluruhkan kekuatanku. Aku memang anak SMA, apakah aku memang tidak bisa apa2?, ya Alloh, kenapa seperti ini. Ibunya kemudian mengantarkan ku keluar rumah, aku melihat jelas dari balik gorden, Hana terus memandangiku. Saat aku balik menatapanya, dia sudah lenyap. Aku pulang dengan hati patah.
Kamu tahu Hana, besok nya aku kembali ke rumah mu, berharap masih bisa berjumpa dengan mu. Tapi kamu sudah tiada, sudah pergi. Hampa. Sering aku mencoba telat masuk kelas lagi, berharap kamu mengajak ku lagi sarapan di warteg itu. Aku juga sering berlama-lama duduk membaca buku di ruang referensi, berharap tiba-tiba kamu berada di sampingku dan menepuk pundakku lagi. Tapi semua tidak pernah terjadi lagi, tidak pernah.
Hana, kalau kamu baca tulisan ini, aku ingin meminta maaf, tidak bisa berbuat banyak waktu itu. Sungguh, sampai sekarang aku masih menyayangimu. Aku juga ingin berterima kasih karena kamu telah mengenalkan buku padaku. Aku larungkan semua kerinduan padamu di novel yang sedang aku buat. Akan ku capai mimpi kita, membuat buku sendiri, dan menyumbangkan banyak buku ke kampung2.
Semoga kamu baik-baik saja Hana.

Mess putra, Jambi 11 September 2013

3 komentar:

  1. ini cerita nyata ya mas? saya terharu... salam kenal, saya senang jalan2 ke sini, tulisannya bagus ^^

    BalasHapus
  2. ah, saya emang gak teliti,labelnya kan "cerpen" yah, haha.. namanya luthfi juga sih..

    BalasHapus
  3. sip, monggo dibaca2 tulisan nya, hehe, ya beberapa persen ada lah yang diambil dari pengalaman pribadi. kaya telat masuk sekolah na itu, hahaa,
    salam kenal juga ayu,

    BalasHapus