Laman

Kamis, 10 Oktober 2013

Cinta pandangan pertama asisten dokter gigi


“Mba, ini klinik dokter gigi kan?” Tanya seorang laki-laki yang baru saja membuka pintu, berkemeja hitam, bercelana kargo, wajah agak kehitaman-mungkin banyak terpapar matahari, Jambang yang tidak terlalu lebat tapi aduhai serasi sekali dengan janggut tipis yang tertata rapi di dagu, plus kumis bekas di potong menambah kesan laki-laki dewasa yang bener-bener dewasa. Eh yang ditanya malah asik menatap mata lelaki itu, memunculkan sejuta rasa dalam dada yang sulit ditafsirkan lewat kata, 3 detik, 6 detik, 10 detik baru lah ia tersadar.

“eh, iya, ini klinik dokter hati, astaga, klinik dokter gigi maksud saya, hehe. Silahkan isi dulu form nya”agak gagu seorang asisten muda perempuan, menyodorkan selembar form untuk diisi Andi, laki-laki yang baru datang tadi.

Parahnya, ke’gagu’an si asisten masih terus berlanjut. Berulang kali ia ditegur dokter karena ceroboh mengambil alat, salah ngambil obat. Matanya sesekali mencuri lirik ke arah Andi. Si dokter hanya geleng-geleng kepala bingung. Saking ‘gagu’nya, saat mau ngasi tissue kepada Andi, tak sengaja ia menyenggol gelas berisi air untuk berkumur di samping kursi tempat Andi berbaring. Untung air nya tersisa sedikit, jadi tumpahan air ke lengan kemeja Andi tidak terlalu basah. Saat kembali menyodorkan tissue, kedua pandangan kembali bertemu, jessss.

“kayanya lagi ada yang kena love at first sight nih”. si dokter mebuyarkan tatapan keduanya. Sekilas si asisten memalingkan muka yang kentara merona merah. Andi hanya cekikikan lalu mengerling ke arah dokter.

“kunjungan ke dua seminggu lagi yak pak, setelah ini jangan makan dulu ya selama 3 jam”pesan si dokter pada Andi.
“baik bu, minggu depan hari sabtu lagi kan?”
“sip”
“makasi bu dokter Nina, makasi,,mba,,“yang di tanya malah cengo natap Andi,
"Lisa, namaku Lisa." Ucap lisa sembari menyodorkan tangan, Mukanya sudah seperti kepiting rebus.
“ok makasi mba Lisa”ucap Andi santai, lalu saling bersitatap lagi.
"udah udah, pulang pak Andi ya,, Lisa nya masih harus manggil pasien selanjutnya” bu dokter sekali lagi membuyarkan tatapan keduanya, Lisa hanya bisa menunduk dan memonyongkan bibir.
**

Maka sabtu, menjadi hari paling menyenangkan sedunia bagi Lisa. Thats right. Andi, menjadi alasan Lisa dari jam 3 subuh, sudah matut2 diri depan cermin. Mengeluarkan segenap kemampuan bersoleknya, berharap aura tubuhnya keluar menarik hati si pujaan. Saat itu Lisa memang terlihat sangat cantik, bedaknya tidak terlalu tebal, membuat pipinya yang lesung terlihat putih berisi. Lipstiknya juga tidak terlalu menor, malah mempertegas warna asli bibir. Rambut sudah dari kemaren "disalonkan", biar terlihat lurus tergerai indah. Baju putihnya pun tak luput dari terjangan parfum barunya. Mungkin dari jarak 100 meter, laki-laki sudah bisa mengendus wanginya.

Jam 6 pagi, yang biasanya Lisa sarapan nasi uduk plus gorengan, sengaja hari ini tidak sarapan. Takut lipstik bibirnya luntur kali. Ia kemudian melangkah anggun keluar dari rumah kosannya, melewati suit-suitan tukang ojek, menatap rendah pemuda kampung, dan menganggap semua wanita yang sekarang seangkot dengannya adalah perempuan buruk rupa.
Saat nyampe di klinik dokter, Lisa yang sudah dari jam 7 nongkrong di depan klinik, menunggu pasien yang dimaksud, hingga sore datang.

“Lha dok, mas Andi, pasien yang minggu kemaren periksa gigi, ko gak datang hari ini ya?” seilidik Lisa penasaran
“udah kemaren datangnya, katanya hari ini ada urusan” jawab dokter Nina ketus. Lisa cuma natap dokternya dengan bibir kebuka. Aihhh,, pengorbanan kagak makan seharian ini terbuang percuma, fuihh, kepala Lisa lunglai seketika, “tukang sate mana tukang sate,,” otak lapar Lisa meledak. “Payahh, oke minggu ini gapapa gagal. Hari jumat memang bukan jadwal nya Lisa jadi asisten dokter Nina. Baiklah, setidaknya masih ada minggu depan” Lisa mencoba menghibur diri.

Perjuangan masih berlanjut, tidak mau gagal seperti minggu lalu, Lisa memutuskan untuk ijin sakit dari kuliahnya jumat ini. Melobi kawan yang bertugas jadi asisten hari jumat dengan janji traktir. Ia pun siap menghadapi hari esok. Hari jumat yang berbahagia.
**

“Lisa, bukannya besok jadwal asisten nya ya?,”Tanya dokter Nina bingung.
“Emh, iya sih, kebetulan Dewi lagi ada keperluan bu, aku juga lagi gak ada kuliah. Jadi bantu ibu deh hari ini” pelajaran mengarang Lisa dimulai.
“owh, tapi sayang banget ya, pak Andi datangnya besok, hihihi,”,dengan mudah dokter Nina ngebaca maksud Lisa.
"yahh, ko gitu sih", kepala nya tertunduk, “yasudahlah,, masih ada hari esok,”
**

Sipp, Sabtu pagi itu, Lisa semakin berbinar saat menatap sosok laki-laki yang baru saja membuka pintu klinik. Seperti sesosok pangeran yang telah datang dan akan menjemput dan membebaskan nya dari penjara penyihir. Dengan agak canggung, Lisa menyodorkan Andi daftar hadir untuk diisi, mempersilahkan Andi duduk sambil menunggu panggilan. Dan yeahh, mengajaknya mengobrol sejenak, taulah Lisa bahwa Andi kerjanya di Jambi, di perkebenunan karet. Sekarang sedang berlibur di Bogor, sekalian periksa gigi katanya.

"Lisa, kamu mau jadi wartawan atau asisten dokter gigi,?, panggil pasiennya sekarang!", setengah berteriak dokter Nina memanggil Lisa. Yang di panggil, dengan agak masam mempersilahkan Andi menemui dokter.

"hadoohh, kenapa tadi gak minta no hp nya, payahhh,," sesal Lisa saat melihat Andi sudah naik angkot pergi, selesai kunjungan ketiganya.

“oke gapapa, Sabtu depan adalah kunjungan terakhir mas Andi, maka seminggu ini bagaimanapun caranya, harus wajib dapat no hape nya. TITIK. Mari berjuang, Semangat Lisa, semangat, chayo!, Ganbate!, kamu pasti bisa!", agak lebai Lisa menyemangati dirinya, sambil ketawa optimis.
**

Tik tok, tik tok, detik jarum terasa lama banget berputar menyelasaikan tugasnya, Lisa agak malas-malasan membantu dokter Nina, dokter gigi yang biasa praktek di hari sabtu.

"nungguin pak Andi ya lis?", tanya dokter Nina sembari mengorek gigi berlubang pasien orang tua di depannya. Lisa menyodorkan gelas berisi air untuk berkumur kepada pasien, males menjawab pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dijawab juga sudah tahu.

“apakah ini cinta?, cinta pada pandangan pertama,?, begitu bungah saat bertatap mata, merana saat tidak berjumpa,?. Remuk redam hati memikirkannya, tidak tahu kapan lagi langit menakdirkan pertemuan kita. owh mas Andi, apa Lisa harus nyusul mas ke Jambi?, tapi Jambi nya dimana?, salah-salah nanti di culik suku anak dalam, atau di umpetin gajah lagi?, tolong mas Andi tolongggg", kayaknya khayalan Lisa makin aneh deh.

"pak Andi gak bisa datang hari ini, tadi dia nelpon, katanya harus ke Jambi, jadi tambal gigi nya di lanjutkan di Jambi", ucap dokter Nina kalem, seakan tahu apa yang dipikirkan Lisa.
"ibu punya no hape nya mas Andi?, ko gak bilang sih, minta dong bu!!!", rajuk Lisa dengan mata berbinar senang. Seperti anak kecil minta mainan baru.
"yee, kamu genit banget sih, minta sono sendiri,"dokter Nina melengos ke dalam ruangannya. meninggalkan Lisa yang duduk kecewa di ruang tunggu pasien.

"kenapa dokter Nina marah ya?, apa dia juga suka sama mas Andi?. Iya, sepertinya dia juga suka sama mas Andi deh. Wah, parah nih, masa asisten saingan sama dokternya. Tapi ini cinta masbroh, gak mengenal kasta, tahta, rupa. Asalkan belum ada kata saling suka, maka kompetisi mendapat cinta menjadi sah saja. Gw harus fair play nih sama dokter Nina. Okeh, kali ini gw kalah cepat sama dokter Nina. No hape, bagaimana gw bisa dapat no hape mas Andi ya, lalu nyusul dia ke Jambi, bilang aja mau ketemu sodara di Jambi. Eh, emak gw ada sodara gak ya di Jambi?, bodo ah" pikiran Lisa makin ngelantur. Cinta memang sering membuat otak jadi gak waras ya, over optimis.

saat sore menjelang, 
"ibu minggu depan mau nikah, kamu datang yak. Kalo kamu masih penasaran sama pak Andi, dia pasti datang ko di pernikahan ibu." ujar dokter Nina tenang, membuat jantung Lisa dag dig dug senang. Ada dua alasan kenapa Lisa senang. Pertama karena dia akan bertemu dengan Andi. Kedua, karena dokter Nina sebentar lagi akan nikah. Artinya, kompetisi perebutan cinta mas andi, sudah Lisa menangkan bahkan tanpa bertanding. Pengin banget, kalo gak lagi praktek, Lisa pengin memeluk dokter Nina saat itu juga. Mengucap berulang terima kasih.

“Minggu depan, di pernikahan dokter Nina. gw pasti akan meminta no hape nya. malah ngajakin kencan juga dah sekalian. Gak mau lagi terlambat. Cinta itu harus di jemput, bukan ditunggu“ Lisa semakin optimis.
**

Maka sabtu, kembali menjadi hari paling menyenangkan sedunia bagi Lisa. Thats right. Andi, menjadi alasan Lisa dari jam 3 subuh, sudah matut2 diri depan cermin. Mengeluarkan segenap kemampuan bersoleknya, berharap aura tubuhnya keluar menarik hati si pujaan. Saat itu Lisa memang terlihat sangat cantik, bedaknya tidak terlalu tebal, membuat pipinya yang lesung terlihat semakin putih berisi. Lipstiknya juga tidak terlalu menor, malah semakin mempertegas warna asli bibir. Rambut cukup minggu kemaren aja "disalonkan", hemat. Kali ini Lisa tidak memakai baju putih. Kebaya berwarna orange dengan lengan transparan yang ia pakai. Pun juga tak luput dari terjangan parfum barunya yang dari jarak 100 meter sepertinya kecium dah itu wanginya.

Jam 6 pagi, yang biasanya Lisa sarapan nasi uduk plus gorengan, sengaja hari ini kembali tidak sarapan, takut lipstik bibirnya luntur. Ia kemudian melangkah anggun keluar dari rumah kosannya, kembali melewati suit-suitan tukang ojek, menatap rendah pemuda kampung, dan menganggap semua wanita yang sekarang seangkot dengannya adalah perempuan buruk rupa.

aku ingin sampaikan pada kalian, agar kalian bisa lebih bijak dalam menaggapi cinta. Bahwa akhir dari cinta pada pandangan pertama tidak selalu semenyenangkan diawalnya. Kita harus berhati-hati. Bisa jadi yang merasa ternyata cuma diri sendiri, eh, ujungnya malah jadi cinta bertepuk sebelah tangan. Seperti yang terjadi pada Lisa kali ini.

Air matanya meleleh menahan kecewa. Menganggap Tuhan tidak adil menakdirkan ia mengalami cinta pada pandangan pertama yang menyakitkan. Lisa tertipu oleh ilusi hatinya sendiri. Mengira apa yang ia rasa, juga dirasakan pula oleh lawan cinta pandangan pertamanya, Andi. Ah, mata memang selalu bikin ulah.

"semoga kalian berbahagia dokter Nina, mas Andi, maaf Lisa harus cepat2 pulang" ucap Lisa lirih penuh pengharapan. Setelah salaman dengan kedua mempelai, Lisa memang terus pulang, lupa kalo dari tadi ngincar sate kambing kesukaannya di tempat hidangan.

#Saung inspira, Laladon Bogor. 5 Oktober 2013.

2 komentar:

  1. aih, cinta yang bertepuk sebelah tangan., pemeran utama cewek lagi..
    oh cinta., kadang memang kejam :P

    BalasHapus