Laman

Rabu, 24 Juli 2013

Kembali ke cahayaNya


Langit kecut sekali malam ini, sekecut senyummu sekarang. Jam 5 sore, kau melangkah gontai bertatap kosong laksana anak itik kehilangan induknya. Rambut acak-acakan, kucel dan kumel. Dari garis coklat di kulit lenganmu menjelaskan kau sering berada di lapangan, terlihat juga dari celana cargo dan sepatu hiking yang kau kenakan. Lalu ngapain kau berjalan sempoyongan di pikuknya stasiun pasar minggu Jakarta dengan tampang kuyu gitu?, owh, pasti diputusin pacar ya?, bukan, sepertinya lebih besar dari itu, biasanya orang yang kerja di lapangan, rada kuat dalam urusan cinta. Kalo diputusin, besok nyari lagi gampang. Jadi apa masalahmu?

Langkahmu terhenti lalu mematung menghadap jalur rel kereta api-masih dengan tatapan kosong. Pikiran negatif mulai menyeruak. Jangan bilang kau akan melompat tepat saat kereta lewat nanti, seperti cara bunuh diri yang diberitakan di tipi kemaren?. Suara kereta dari kejauhan mulai merambat ke telinga. Bukannya menjauh dari jalur kereta, kau malah memejamkan mata menelantangkan tangan. Tak dihiraukan pekikan petugas peron yang mulai mendekat. Dan dalam sepersekian detik, saat kereta benar-benar akan lewat, terhuyung kau melompat tanpa ragu ke jalur kereta.
“ka YUDIIIIIIIIIII” teriak seorang perempuan tepat saat kereta sedang melintas.
**

Bangga bukan kepalang, pasti itulah yang dirasakan orangtuamu saat menghadiri upacara wisuda, IPK cumlaude terbaik seuniversitas lagi. Jerih payah 4 tahun terbayar sudah. Lebih bangga lagi, katanya kau sudah diterima di sebuah perusahaan sawit multinasional di Kalimantan sana. Sedih memang akan meninggalkan orang tua. Tapi tekadmu sudah bulat, terlihat dari daftar impian yang kau tulis di kamarmu, urutan ke 40 setelah hafiz 3 juz Quran-bekerja diperkebunan sawit.
“selamat ya ka Yudi, jadi wisudawan terbaik”dengan malu-malu seseorang yang pastinya kau anggap spesial-pipimu merah gitu soalnya, mengucapkan selamat sambil memberikan bunga.
“iya makasi Safira, kamu cepat beresin penelitian, biar cepat di wisuda juga”, ucapmu terkesan dipaksa datar, padahal intonasi ketertarikan jelas terdengar, hehehe, ketahuan lu yud,,ia tidak berkata, hanya mengangguk tersenyum simpul, lalu pergi.

Seminggu setelah wisuda kau sudah sampai di Kalimantan. Setelah memberi kabar pada orang tua di rumah, kau melangkah pasti masuk ke dalam mobil jemputan. Yapp, Kalimantan panas juga ya Yud,,

Hampir 180 derajat lingkungan disini berbeda jauh dengan saat di kampus. Tengok saja, sinyal susah, sepi, tidak banyak gedung, dan semua terlihat hijau. Parahnya lagi, muslim adalah minoritas disini, jadi sudah pasti tidak ada masjid. Semoga kau tetap menjaga ibadahmu ya Yud.

2 bulan pertama, kau masih kuat mengejar kedekatan dengan Tuhanmu lewat ibadah wajib. Setelah itu perlahan kesibukan sebagai asisten kebun mulai membuat kau sering mencari alasan untuk menjamak solat.
“Dari jam 6 hingga jam 12 di lapang, lalu pulang. Jam 13 sudah harus ke lapang lagi, istirahat siang cuma 1 jam, jadi mending pake buat makan dan istirahat, kan kerja juga ibadah. Lagian nanti di waktu ashar juga solat dzuhur ko” kilahmu saat waktu solat dzuhur tiba,

Memang benar, beberapa hari ini kau sering menjamak solat. Tapi rupanya setan semakin gencar menggodamu. Alasan lain muncul saat tiba waktu solat ashar, kecapean pulang dari lapang lah, harus masuk kelas training lah, atau banyak laporan yang harus dikerjakan. Mulai bolong2 lah solat dzuhur dan ashar. Untunglah kau masih ingat solat magrib dan isya, kalo subuh jelas kebablasan terus.

Jadi apa yang terjadi dengan kau Yud, bukankah dulu kau sering berkoar-koar tentang pentingnya menjaga solat?, dikemanakan label santri yang kau sandang saat kuliah kemaren,  
“setelah lulus wajar kalau idealisme tergadaikan”, argumenmu menyepelekan. Lah, jadi kau mau ngekor jejak koruptor2 yang dulunya aktivis kampus yang kau ludahi fotonya saat aksi bersama kawan-kawanmu?,aihhh,, sekarang kau malah tambah parah. Semenjak lulus training selama 6 bulan, kau menjadi asisten verificator dibagian financial verification. Entah karena kau terlalu tegas, loyalitas tinggi atau tanggung jawab teruji, Perusahaan akhirnya mempercayakan bagian verifikasi keuangan padamu. Seharusnya saat itu kau menolak, karena dibagian ini kau tidak akan kuat dan pasti ikut terjerumus dalam permainan invisible hand para pemborong. Solat aja sebagai pelindung diri sudah ditanggalkan, maka mudah sekali sogokan duniawi menjelma buah manis, akan membuatmu ketagihan memakannya.

Dan benar saja, kau tidak kuat Yudi. Malam minggu kau habiskan di café bersama bos-bos pemborong di perusahaan mu. Jelaslah untuk melobi kau, agar order bibit, pestisida, alat pabrik, atau apapun order bernilai ratusan juta bisa lancar mengalir. Tentu ada persenan masuk ke kantong lah. Parahnya setelah harta, adalah wanita yang coba mereka gunakan. Mereka menyebutnya ‘bonus’. Alhamdulillah, kau tolak mentah-mentah tawaran itu. Tapi memang setan selalu punya cara pintar menggoda hamba Tuhan yang sedang kosong jiwanya.
‘jangan berburuk sangka dulu bos, ini Cuma buat nemenin bos aja, barangkali bos butuh teman ngobrol, saya tau bos gak pernah pacaran saat kuliah kan?’ ujar mereka meyakinkan. Dan kenapa kau malah menganggukan kepala?. Aihh,, setan itu Yud,, setan!

Hampir setiap malam minggu kau habiskan waktu dengan perempuan. Awalnya mengobrol biasa, pegangan tangan hingga lainnya yang tak bisa dikatakan disini. Dan apa kau bilang?, ‘kalo tau nikmat deket perempuan kaya gini, nyesel dulu gak pernah pacaran’. Ini udah kelewatan Yud.

Tuhan rupanya masih sayang kau Yud, Ia menegurmu lewat berita ayahmu meninggal. Ya, memang teguran yang keras. Tapi ini cara terbaik Tuhan menyadarkan kau Yud, mengembalikan kau pada seorang Yudi Aswandi yang dulu. Tak henti kau menitikkan air mata menyesali diri, ‘pulanglah nak, pulang!’ getar suara ibumu dari telpon genggam terbaru mu.
‘maafkan aku ya Alloh, maafkan aku ayah’ gumammu di sepanjang perjalanan pulang.

Tapi kematian ayahmu belum sepenuhnya menampar kau agar kembali. Lingkungan pekerjaan rupanya sangat kuat mencengkram. Sekali kau masuk dalam permainan, maka susah untuk keluar. Kau pun tergoda lagi. Nilai proyek lebih besar, wanitanya lebih cantik, semakin kalap sikat sana sikat sini yang penting untung. Tak perduli dengan perusahaan yang perlahan merugi. ‘toh Cuma dikit ini ko ruginya’ ucapmu menggangap biasa. Tapi tuhan tidak tinggal diam. Tepat dibulan Ramadhan, Ibu mu terkabulkan do’anya. Doa yang didambakan setiap muslim-meninggal di hari Jum’at Ramadhan. ini sudah Bukan lagi ditampar, tapi diremukkan seremuk-remuknya. Kau mencari uang untuk keluarga, dan kalau keluarga sudah tidak ada?, hampa!, dan bukannya bertobat, kau malah mengutuk Tuhan dengan sumpah serapah sepanjang perjalanan pulang. Bilang Tuhan egoislah, jahatlah, tidak berperiketuhanan lah. Semua kau tumpahkan lewat emosi mimik wajahmu. Tampang kuyu, rambut acak-acakan, langkah gontai, tak tahu arah. Para pelayat yang datang, kau jamu dengan tatapan kosong-tak perduli. Hancur, kalut, benci, marah, sedih, terramu menjadi ekspresi nanar.
‘buat apa aku hidup sekarang?, sudah tidak ada lagi harapan?” gumammu pelan

Kau sudah berdiri tegak di pinggir rel kereta, petugas peron berulangkali berteriak menyuruhmu menjauhi rel. Niat kau sudah bulat ya, menganggap kematian adalah cara terbaik menghilangkan beban hidup, menyusul mereka-orang tuamu.

Saat itulah, ketika kau bersiap melompat disaat kereta sebentar lagi akan lewat, seorang anak kecil mengejar balonnya lalu terpleset jatuh ke jalur rel. Entah siapa yang menggerakan tubuhmu, refleks kau melompat lebih cepat merangkul si anak kecil dan wuuuuuuusssshhhhhhh, dengan lincah kau melompat lagi ke pinggir rel tepat beberapa senti kereta kebanggaan orang Jakarta ini hampir menabrakmu. Kau terus merangkul si anak yang terus manangis-melindunginya dari kencangnya hempasan angin kereta.

‘cup, cup, cup, jagoan gak boleh nangis, nih balonnya’ rayumu menenangkan si anak-membuatnya berhenti menangis. Semua calon penumpang disitu menepuk-nepuk bahumu, menyalami dan mengatakan kau bertingkah seperti di pilem-pilem. Hebaattt, si ibu anak kecil malah terus berucap terima kasih sambil terus memelukmu. Dan konsentrasimu teralihkan sudah pada tatapan seorang perempuan yang menangis di sebrang jalur rel. Ya, perempuan yang dulu kau anggap spesial, perlahan ia mendekatimu.
‘booddooohhhhh, aku kira ka Yudi mau bunuh diri’ ucapnya pelan, tapi kau dengar kan yud?, ada seseorang yang masih memerhatikanmu, mungkin dia malah menyayangimu.
‘tadi niatnya memang mau bunuh diri’ucapmu datar, membuat si gadis mendongak menatap mu penuh.
‘kenapa?’ tanyanya, lalu mengusap tetasan air mata yang tadi mengalir.

Dan kau menumpahkan segalanya disitu, tak perduli dengan penumpang yang juga ikut meneteskan air mata karena mendengar ceritamu. Ya, cerita tentang seorang bujang baru lulus, banyak dosa, ditinggal mati kedua orang tua, dan hampir mati bunuh diri kalo saja tidak ada anak kecil terpleset tadi.
‘saya ingin dan pantas mati!, gak ada lagi harapan untukku yang berpeluh dosa ini.’ucapmu dengan kepala tertunduk, air mata hampir jatuh. Hei kawan, bukankah tuhan masih menyayangi kau, buktinya kau masih hidup ampe sekarang. Coba dengarlah apa yang akan di katakan Safira, tadi dia mau mengatakan sesuatu tapi tercekat di ujung bibir.
‘kalo ka Yudi mati, nanti siapa yang akan menikahiku, pokoknya besok ka Yudi harus datang ke rumah dan lamar aku’ wajahnya tertunduk merah padam, lalu pergi menaiki kereta yang baru datang menuju Bogor. Suaranya meski pelan tapi jelas terdengar, lalu apa yang akan kau lakukan Yudi?, tetap menganggap Tuhan membenci mu?, atau mau bangkit menyongsong harapan baru?.

Suara adzan magrib berkumandang. Para penumpang berlafal hamdalah tanda syukur bisa berbuka puasa. Seorang bapak mendekati dan menawari mu sebotol air. Damai sekali suasana ini, pasti sedamai hati kau sekarang, ya, pasti terasa damai. Sejatinya aku dan kau adalah sama. Jadi aku merasakan apa yang kau rasakan Yud. Aku selalu ada untuk tetap mendamaikan hati dan jiwamu. Namun kau sering mengabaikan aku, terlalu jauh jarak kita saat itu. Tapi sekarang aku senang, kau dan aku bisa sejalan, seperti waktu kuliah dulu. Kembali ke cahayaNya. Di mulai dari Bulan yang berkah ini.
Mess Putra no 4 LAJ Jambi, 23 juli 2013

1 komentar: