Laman

Rabu, 09 Juli 2014

The kampretoz moment maker : 3019 mdpl special edition

Tadinya tulisan ini mau saya beri judul, the first couple hiking. Tapi karena kepalang tanggung, si Pahmi sama si Suley memboomingkan kata kampret sebagai tema pendakian kali ini, apalah nasi sudah menjadi lontong. Makan aja lah, eh lagi puasa ding.
Kita awali tulisan ini dengan catatan si manusia tergaring sejagad IPB, yang berhasil mengabadikan momen-momen kampret pendakian kali ini. Cheer buat Suleyyy.

Special note from KAMPRETOZ
The Kampret Moment
1. Fahmi udah ngurus Simaksi buat hari sabtu. Tapi karena grup yg dipegang Nisa telat ama Nisa, jadi dapat simaksi Jumat. (tapi alhamdulillah jadi bisa 2 malam di gunung).
2. Nisa n Imam minta janjian buat kopdar sebelum nanjak, hari minggu sore di Pondok Bambu. Tapi pas hari minggu pada ga bisa datang. (ga jadi disponsorin, bayar sendiri2).
3. Kloter jumat sepakat untuk berangkat bersama dari BNI. Bahkan Anggun bela2in datang ke BNI dari Jakarta. Tapi Imam n Nisa minta dijemput di Baranangsiang.
4. Uang konsumsi buat kloter Jumat udah di transfer ama Fahmi ke Nisa. Tapi pas 2 jam sebelum keberangkatan, Nisa telpon Kak Suleyy buat beliin konsumsi kloter Jumat. Akhirnya Kak Suleyy beli konsumsi bareng Galih n Anggun.
5. Nungguin Una yg mendadak ikut kloter Jumat.
6. Saat menuju pos Air Terjun Cibereum, The Couples berjalan sangat lambat. Sehingga The Couples tidak ikut membangun tenda. NB: Imam n Nisa punya tenda khusus berdua.
7. (lanjutan dari no.6) setelah membangun tenda n bersiap untuk tidur,  diusir dari tenda.. -_-
8. Sabtu pagi, yg lain pada packing siap2 jalan ke kandang Badak. Imam n Nisa tidur di tenda khusus.
9. (lanjutan dari no.8) saat yg lain selesai packing, Imam bangun n bilang "Beres-beres yuk, terus jalan euy" _padahal yg lain udah beres_
10. Minggu pagi di Lembah Mandalawangi, Kak Suleyy ditolak ama Kak Desi, karena Kak Suleyy belum sikat gigi dari hari Sabtu. (cc: Latif)
11. Anggun cape2 bawa kamera cuma buat ngefoto "Post Wedding of The Couples" di Lembah Mandalawangi. :-p
Poin ke-10 adalah kejadian fiktif belaka, mohon maaf apabila ada kesamaan nama dari para pelaku kejadian tersebut.
😜😜😜
The Kampretoz
😝😝😝
Saya, Suleyyman, selaku Guest Star dari acara NgeGamBar (ngegaring bareng bareng) memohon maaf apabila anda mengalami Dehidrasi Akut selama pendakian dan penurunan Gn. Pangrango. ✌πŸ˜…

Oke terlepas dari momen-momen kampret yang kadung terlanjur terjadi. Serius cuy, tidak ada unsur kesengajaan dalam pembuatan momen kampret tersebut (konfirmasi), itu asli tanpa rekayasa. Tapi kalaupun kita mau sengaja bikin itu momen, harusnya lebih kampret dari itu pastinya, hahaha.

Pendakian ke gunung Pangrango kali ini memang begitu spesial. Terlepas dari momen kampret yang terjadi dari perencanaan ampe pendakiannya, saya begitu bersemangat dengan pendakian ini. Pertama, setelah sekian lama puasa mendaki, akhirnya saya bisa bersua dengan adrenalin yang terpacu bersama hembusan angin pendakian gunung lagi. Kedua, setelah sekian lama juga membayangkan bagaimana rasanya naik gunung bareng istri sendiri (iyelah, masa istri orang lain), akhirnya juga saya bisa merasakan nikmatnya couple hiking itu. Ketiga, bisa naik bareng si Ravi plus istrinya (serius vi, pernah terbersit dulu, saat kita nyari maisyah bareng-bareng di syngenta, pengen naik gunung bareng elu dan udah pada bawa istri masing-masing, yeahh, done!) dan Alhamdulillah dapet bonus, naik bareng Dika sama Ais, komplit dah 3 anaknya ayah Tono saya bawa naik gunung. Sipp, boleh lah dikatakan keluarga pendaki ya sekarang?

Pendakian ini memang harus spesial. Makanya saya harus mempersiapkan peralatan yang spesial juga (read : tenda kapasitas 2 orang) hehehe. Perjuangan banget saat meyakinkan si umi Nisa untuk beli itu tenda. Makasi ya umi. Selebihnya bantu nyiapin peralatan buat Dika dan Ais. Secara mereka adalah pendaki pemula yang akan menjadi tanggung jawab saya nanti kalau ada apa-apa.

Kami bertiga (saya, umi Nisa dan Ais) berangkat dari rumah habis ashar. Rencananya mau ke BNI Dramaga untuk belanja dulu keperluan pendakian kita, terus kumpul sama bocah-bocah untuk berangkat bareng. Kumpulnya jam 5 rencananya (udah tau kumpul jam 5 berangkat baru jam 4 pulak? Hadehh) hehe sory cuy, kita lupa apa yang membuat kita bisa telat saat itu. Dan benar saja, nyampe stasiun Bogor udah mau jam 5, belum perjalanan ke kampus nya, bisa magrib baru nyampe kampus. Alhasil, kita ke Baranangsiang aja, terus telpon Suley untuk minta tolong belanja kebutuhan, hehe—kampret moment no 3 dan 4.


Una, istrinya Ravi, ngeWa minta dijemput di rumahnya, karena bawa barang nya banyak (bawa 2 carier segede-gede gaban). Ravi masih di perjalanan dari Karawang dan akan langsung nyusul ke Cibodas. Entah bagaimana ceritanya, karena kita ada di Baranangsiang, nungguin Una diabadikan sama Suley jadi kampret moment no 5. Tapi mungkin alasannya sih, saya baru ngasih tau kawan yang nungguin di BNI bahwa Una sama Ravi mau ikut H-30menit keberangkatan, hehe.

Singkatnya, sampailah kita di base camp awal Cibodas. Jadi kenalin nih, squad pendakian kita. Ada saya, umi Nisa, Ais, Una, Ravi, Suley, Galih, Hana, Anggun, dan terakhir 4 kawannya Dika yang baru datang pake motor (Bimas, Adrian, Dewa, dan aduuhh lupa namanya satu lagi, sory brooh, entar tak Tanya Dika dulu. Oiya, Irfan satu lagi namanya)

Dan, setelah pengaturan posisi pendakian (karena gue paling senior, gue yang ngatur akhirnya) lanjut doa sama ustad Suley, pendakian pun di mulai jam 21.00 (kurang lebih lah) hari Jumat tanggal 20 Juni 2014. Bismillah.

Rencananya malam ini ngecamp di pos Panyangcangan, yang dekat air terjun Cibeureum. Lalu besok melanjutkan pendakian dan ngecamp di pos Kandang badak, terus jam 3 pagi lusa, melanjutkan pendakian untuk mencapai lembah Mandalawangi. Direncanakan harus bisa pulang hari itu juga. Jadi total 2 malam, 2 hari, insya Allah.

Sebagai paling senior di pendakian ini (read: paling tua) saya senang melihat semangat anak-anak muda yang kebanyakan hampir semuanya pemula, terutama kawannya si Dika tuh, semangat banget mereka. Apalagi Irfan, yang emang badannya gede, kuat dia bawa tenda segede tugu pancoran di dalem cariernya.

Perjalanan awalnya masih bareng-barengan. Tapi dikarenakan the couple number 2 rada lelet jalannya. Kami membiarkan kawan yang paling depan duluan, niatnya biar cepet bangun tenda maksudnya. Sepanjang perjalanan itulah, selain saya senang banget bisa bermesraan, saling menggoda, ngobrolin hal-hal ringan, saling manja, saling nyemangatin dengan umi Nisa. Saya senang memerhatikan pasutri Una Ravi di depan. Lebih tepatnya, memerhatikan Una yang gigih bawa cerier segede gabannya sambil nahan peluh yang sebentar-sebentar minta break. Terus memerhatikan juga abangnya, Arif Ravi Wibowo yang gak bosen memompa semangat Una untuk terus melangkah. Ini saya sebenarnya pengen banget bawain cerier nya Una, biar cepet nyampe. Tapi itu akan mengganggu sekali kejantanan seorang abang Ravi kalau saya berbuat demikian. Jadi, kami Cuma bisa bilang, “semangat Una, ayo 15 menit lagi nyampe Cibeureum”.

Karena saya tau, si bocah-bocah pemula itu pasti susah diriin tenda pertamanya, maka kami berdua lekas jalan duluan, meninggalkan pasutri Una Ravi. Niatnya tadi, cepat-cepat bantu bikin tenda. Dan benar saja, begitu nyampe, si bocah-bocah pada bingung bagaimana cara diriian tenda. Suley dan Galih mah sudah selesai diriin tenda buat mereka dan mulai menata isi tenda. Beberapa menit kemudian, Una dan Ravi datang. Dan Una mulai kedinginan. Akhirnya saya berpikir, karena tenda yang dibawa Adrian sangat gede banget, muat untuk 8 orang, yang laki-laki disatukan semua di tenda Irfan. Jadi tenda yang dibuat Suley Galih dikhususkan untuk perempuan saja. Ya walaupun, si Suley menggerutu juga si karena dia cape-cape dirikan tenda, eh ujungnya dipake buat perempuan, hehe. Maaf ya Suley, demi kebaikan nusa dan bangsa ini--kampret moment no 6 dan 7. Lalu kita mi? hehehe. Gini toh rasanya meluk istri di gunung tuh. Tenda kapasitas dua orang nya jadi anget deh.

Di sabtu pagi hari, ba’da solat subuh, masak-masak dan makan-makan. Kami menyempatkan pergi ke air terjun Cibeureum. Sambil isi minum, cuci peralatan masak dan buang air besar bagi yang kebelet. Disono ada toilet nya cuy.

Ke air terjun Cibeureum, menjadi kunjungan yang pertama setelah 6 kali mengunjungi gunung Gede Pangrango ini, dan menjadi kunjungan pertama juga ditemani istri tercinta. Udah deh, sekalian bikin foto post wedding ya mi. Bodo amat yang ngeliatin pada ngiri. Wabil khusus kepada Anggun. Maaf maaf nih ye Nggun. Hehe

bareng ais dan dika di air terjun cibeureum


air terjun ngumpet, kudu jalan dulu buat nemuin ini air terjun. nice!

bareng pak Tifatul Sembiring

Pulang dari air terjun, saya sama umi Nisa tiduran bentar di dalam tenda khusus. Dan pas bangun, yang lain udah pada beres-beres ternyata. Yaudah karena paling senior, iseng aja ngajak beres-beres. Eh, malah jadi kampret moment no 8 dan 9. Hahaha. Ampun Suley ampuun.

Oke, pendakian yang sebenarnya baru akan dimulai. Dari semalam saya sudah mengamati beberapa orang yang berpotensi gabung tim pecel lele (pendaki cepet lelah letih lesu lemas lunglai lengah). List pertama adalah Una, tapi karena udah ada abang Ravi, saya anggap aman. Kedua Anggun dan Hana. Dua perempuan ini setidak nya bebannya gak boleh terlalu banyak, biar jalannya bisa woles, maka harus terjadi transfer beban ke beberapa lelaki kuat. Lalu ada Ais, masalahnya dia gak mempersiapkan apa-apa untuk pendakian ini. Dia memutuskan untuk ikut H-3 jam an. Jadi Ais harus dekat saya nanti. Kalau Dika mah, kata ayah Tono dia seneng lari, plus bakalan bareng 4 kawannya itu. Jadi pasti termotivasi untuk bisa kuat (biasanya kan antar segeng pada gak mau kalah). Lalu umi Nisa, ah dia mah tipe perempuan tangguh, apalagi kalau jalannya sambil pegang tangan saya, aman lah. Galih sama Suley, pendaki tangguh juga.

Perjalanan pun dimulai. Sesuai pengamatan saya, Una dan Ravi jalan paling belakang. Lalu saya, umi Nisa, Ais, Hana dan Anggun, lalu Dika dan kawan-kawan dan paling depan Galih sama Suley. Saya mulai menikmati pegangan tangan umi Nisa, sama banyolannya Ais yang mulai dekat sama Anggun. Kemudian, semakin siang umi Nisa minta izin untuk jalan dengan kawan yang paling depan. Gak rela si sebenarnya, tapi yasudah biar dia jalan duluan, biar nanti bisa cepat bikin masakan maksudnya. Saya gak bisa jalan cepat, karena harus dekat sama Anggun, Hana dan Ais. Harus jadi senior yang baik cuy.

Dan pendakian tetiba jadi hambar. “Ah si umi nih, tega banget ninggalin abi” sempet ngomel-ngomel. Lalu terpikir untuk ngobrol dengan Anggun tentang masa-masa umi Nisa setelah memutuskan mau menerima ajakan nikah saya. Ooo, rupanya banyak rahasia-rahasia yang belum saya tahu. Tau gak mi, kalimat yang bikin hidung abi kembang kempis terus rasa kesel abi hilang seketika, Anggun bilang. “dulu sebelum ka Imam ngajakin Nisa nikah, Nisa pernah bilang,“bagi gue, ka Imam adalah laki-laki asing pertama yang dianggap keberadaannya”” cieee, ternyata umi, dari dulu, sudaaahh,, hehehehe. Allah memang maha Baik banget ya mi.

Nyampe kandang badak udah mau sore, dan disambut dengan teriakaan “abiii”. Hahaha. Kangen juga rupanya si umi. Dan Alhamdulillah, kawan yang nyampe duluan, udah pada buat tenda dan booking kan lahan untuk kita. Itu baru kawan yang kece. Yuk mi, kita buat tenda khusus kita lagi. hehe. (pendakian ini banyak senyum sama ketawanya dah)

Kita, bareng Anggun dan Una plus Ravi kembali jadi koki lagi. Memasak makanan yang selain menambah energi, juga harus bergizi. Seperti cornet, sosis, spageti, sayuran, tempe, dkk. Ini kita masak mewah banget deh. Teng teng teng, waktunya makan. Yeah, macam dua orang tua, yang lagi masakin makanan buat anak-anaknya, ya gak Ravi? hahaha.

Menjelang magrib, rombongan Pahmi dkk baru pada datang. Mereka banyakan perempuan keknya. Mulai dah atur-atur tenda lagi. si Ais, merajuk minta setenda sama kita. Gak jadi berdua-dua an lagi kita mi, yauda deh. Harus jadi kakak yang baik.

Sekarang total pendaki kita ada 21 orang. Ditambah 7 orang dari grup nya Pahmi yang naik hari sabtu pagi. Jadi nih, awalnya kita mau naik bareng hari sabtu. Cuma karena umi Nisa katanya telat bayar booking an nya, jadi nya kita yang 14 orang keabisan kuota di hari sabtu. Cara ngakalin nya kita naik hari jumat sore – kampret moment no 1 ya le, hadeeh. Tapi pendakian puncak pangrango nya direncanakan bareng-bareng, yaitu besok jam 3 pagi. Temennya Pahmi yang saya ingat, ada Yasin, Rahmi, adiknya Rahmi, Desi, Mulyaningsih, Ali Akbar. Entah mereka inget nama saya atau engga. Perkenalannya bentar banget.

Hari minggu jam 3 pagi, kita udah siap-siap berangkat ke puncak Pangrango. Semua dalam kondisi ngantuk. Tim nya Pahmi pamit mau berangkat duluan, katanya sih karena mereka tim pecel lele. Setelah berdoa, kita pun nyusul tim nya Pahmi, dengan posisi yang sudah saya rubah. Galih Suley tetap paling depan, dibelakangnya Hana, Anggun, Una Ravi, kawannya Dika, terus Ais, umi Nisa dan saya. Biar gak ada yang ketinggalan kaya malam kemaren.

Pendakian pagi ini, meski emang dingin banget, tapi karena yang bawa tas hanya 3 orang, jadi bisa lebih cepat. Tidak ada yang mengeluh, semua fokus dengan puncak di kepala masing-masing. Semua tidak ingin menjadi beban bagi yang lainnya, saling membantu, saling menyorongkan sebotol minum dan berbagi roti yang ada dikantung jaket masing-masing. Semua merasakan hawa yang sama. Hawa pencapaian puncak.

Niat awal ingin mengejar sunrise di puncak, apa daya jam setengah 6 masih di perjalanan. Setelah solat subuh, kita sama Ais memutuskan jalan paling duluan. Biar bisa masak-masak di puncak lebih cepat.

Dan ini lah puncak pertama kita mi. Puncak 3019 mdpl yang kita daki bersama. Masing-masing pernah ke puncak ini sebelumnya di waktu yang berbeda. Sekarang, Allah berbaik hati menakdirkan kita, menatap punggung kawah gunung Gede sambil erat berpegang tangan, sambil saling menatap manja, lalu tersenyum berucap syukur tak terhingga pada sang Maha Pencipta atas Anugerah Nya ini. Makasi banyak Ya Allah, makasi banyak umi.


alhamdulillah, kesampean juga natap gunung Gede bareng istri


punggung kawah gunung Gede, dari puncak Pangrango


Sekali lagi, menyusuri lorong-lorong yang tertata dari barisan pohon edelweiss dengan senyum masih terkembang. Lembah mandalawangi, ikut menjadi saksi atas cinta dua insan yang telah Allah halalkan. Yuk mi, kita masak-masak lagi, menyiapkan sarapan terbaik untuk anak-anak kita, eh salah, untuk kawan-kawan kita. Hahaha. Ah sayang banget, tadinya mau bikin ayam bakar disini. Apa lah ayamnya sudah tak bagus lagi. Untung cornet, spageti, sosisnya, telurnya, berasnya, naget nya masih banyak. Hajaaarrr mii. Masak nya dibantu Una, Anggun, Hana dan Ravi. Marii makaaannn. Ba’da makan, bajak kamera Anggun untuk foto post wedding para couples. Hehehe. Jadi kampret moment no 11, halah.

Eh, kampret moment no 10 mana nih? jadi Suley ditolak Desi? Yaahhh, Alhamdulillah.

Saat matahari semakin meninggi, saat Anggun, Hana, Galih, dan lainnya kepanasan ngeliat foto post wedd kita, marilah kawan untuk turun kembali. Berjalan secepat langkah untuk membereskan tenda di kandang badak. Dari kandang badak, setelah makan-makan dan solat dzuhur ashar, kita langsung turun kembali ke post cibodas mengejar angkot yang akan menunggu selepas magrib nanti.

sebelum makan bareng, foto dulu


makin klop aja ni dua bocah, 

here we are! at mandalawangi, pangrango mountain. Sunday, june 22, 2014.

Saat perjalanan pulang, si Ais sama Suley semakin akrab, si Dika sama kawan-kawannya juga semakin dekat satu sama lain, liat aja saat dengar mereka bercerita tentang meninggalkan “tanda” di gunung, juga saling ngeledekin saat makan cemilan sambil ngumpet-ngumpet dan ketahuan. Haha. Terus Una Ravi makin klop, Galih makin eksis paling depan, Anggun yang sempat jatuh guling-guling ikut bareng kita.

Lepas magrib, katanya rombongan Dika, Galih dan Suley udah nyampe duluan di pos Cibodas. Gerimis semakin menderas bersama gelap yang semakin menghitam. Kami memutuskan turun duluan, tidak jadi menunggu Ais, Hana, Una dan Ravi yang paling belakang. Begitu hendak turun, Ais dan Hana memanggil kami dari belakang. Membuat hati kami langsung tenang. Ais dengan jantannya membawa tas Hana yang tali nya hampir putus, juga resleting nya hampir koyak, di bagian depan. Keren juga bocah satu ini.

Saya yang membawa dua cerier langsung tancap gas meninggalkan mereka paling belakang, biar rasa pegel dan lelahnya gak terlalu kerasa jadi harus setengah berlari. Meksi beberapa kali sempat akan terpleset, nyampe juga akhirnya di pos Cibodas. Beberapa belas menit kemudian, kawan lainnya pun sampai di pos. Setelah istirahat sejenak sambil Suley ngurus simaksi, kita langsung turun dan naik angkot yang telah menunggu. Fiuuhhh, Alhamdulillah, akhirnya kita bisa pulang dengan selamat. Nyampe Baranangsiang entah jam berapa, lalu dijemput ayah Tono dan mama Sitha pake panther ceria nya, makan nasi goreng dulu bentar karena perut keroncongan mulu, dan disinilah kita sekarang, ketawa ketiwi menertawakan pendakian ini sambil nunggu giliran mandi.

Super sekali pendakian kali ini ya, Mi! Mantabhh!


Mess Putra LAJ Jambi, 9 juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar