Laman

Kamis, 30 Mei 2013

Namanya Diska


Namanya Diska
“Bang ayo tendang bolanya bang” teriak gadis berkerudung putih berumur 5 tahunan dan baru datang kemaren sore. Tanpa aba-aba Erik langsung menendang bola yang baru saja menggelinding ke arahnya. Bola pun melesat lumayan kencang mengarah langsung pada gadis yang berteriak tadi.
BRUUUkkkk,, hantaman bola cukup keras membuat gadis itu terjatuh dan langsung menangis keras menahan sakit di wajahnya.
“IBUUUUUU,, abang jahaaaatttt” raungnya sambil berlari ke arah ibunya, lalu puas menangis di pelukan ibunya,
“suruh siapa nendang bola” pikir Erik dalam hati. Ia ambil bola yang terpental ke arahnya, lalu berjalan santai ke arah si gadis kecil.
“ini dek bola nya, maaf kalo abang terlalu keras nendangnya,” ucap Erik datar sambil menyodorkan bola yang tadi ia tendang.
“namaku Diska bukan dedek” Diska bersuara dari balik pelukan ibunya.
“tuh, abangnya udah minta maaf Diska, uda jangan nangis lagi” si ibu menerima bola dari Erik.
Tanpa merasa berdosa, Erik lalu pergi begitu saja, terdengar teriakan pelan dari arah si gadis dibelakang yang menyebutnya monster, senyum sinis tersungging di bibir tipis Erik.
**

“Asisten Litbang”, begitulah orang2 menganggapnya saat bekerja di perusahaan karet bermarkas di Jambi ini. Kurang lebih baru 3 bulan sudah ia meninggalkan keramaian kota Bogor demi mencari sesuap nasi di sepinya hutan yang baru dibuka 3 tahun yang lalu. Eh, sebenarnya bukan tentang mencari sesuap nasi ia rela bekerja di hutan, tapi tentang menghindari keramaian yang membuatnya sesak. Apalagi rumah yang menurutnya sudah seperti neraka saja. Tiap hari perang dingin antara ayah dan ibunya tak pernah sedetikpun berhenti. Muak dengan semua kehidupan yang menurutnya tak pantas Tuhan gariskan untuknya. Kasih sayang?, Tuhan sepertinya lupa memberi dua kata itu padanya saat pertama ia lahir ke dunia, bagaimana tidak, kelahirannya pun tak pernah diharapkan orang tuanya (you know what I mean). Baiklah, keangkuhan hutan bisa membuat hati dan pikirannya lebih tenang. Bunyi caci maki digantikan cicit burung, bunyi piring jatuh digantikan bunyi derik jangkrik. “hanya ada aku dan alam”

Satu hal yang beberapa hari ini sempat menggangu pikiran Erik, ya, tentang Diska, bocah kecil yang ia buat nangis. Setiap berpapasan bertemu dia, pasti langsung memalingkan muka sambil bilang monster-meski ucapannya pelan. Dan ini teramat sangat mengganggu. Erik sangat benci jika ada orang-siapapun-yang ketika bertatap muka dengannya langsung memalingkan muka. Itu namanya minta di kasi bogem mentah. Mau marah?, hanya pecundang yang berani marahin anak kecil. Ya sudahlah, gak ada salahnya ngasi dia hadiah sebagai tanda gencatan senjata.

“Diska nya ada bu” Tanya Erik datar pada ibu Yuni, ibunya Diska.
“DISKA NYA GAK ADA”teriak seorang anak kecil dari dalam barak pekerja tempat keluarga ibu Yuni tinggal, Erik dan ibu Yuni terkekeh mendengarnya.
“Padahal bang Erik mau ngasi hadiah lho, kalo Diskanya gak ada, ya gak jadi ngasi hadiahnya”, teriak bu Yuni agak pelan. Tiba-tiba gadis kecil berkerudung putih sudah nongol saja depan pintu.
“mau nyogok Diska ya pake hadiah?” ucapnya ketus bernada penasaran, dahi Erik berkerut bingung.
“nih, sebagai tanda maaf abang” Erik menyodorkan sebuah bungkusan. Diska tetap memalingkan muka-tidak peduli.
“ya udah kalo gak mau, buang aja kerudungnya”, ucap Erik kesal,
“eh, kerudung? jangan di buang dong!, ya uda Diska terima sini,,,” setelah dibuka, senyum lebar Diska mengembang dan langsung loncat memeluk Erik, lupa kalo seminggu kemaren benci tak terkira padanya.
“makasi banyak abang, Diska suka sekali kerudung biru ini, sekali lagi makasi bang, ya sudah kita salaman, sebagai tanda maaf abang, Diska terima, hehehe”, tangan kanan nya tersodor ke arah Erik yang langsung memecah tatapan kosongnya. Ya, Erik baru sekali itu merasakan sebuah pelukan. Tanpa pikir panjang, ia langsung menyambut salaman tangan Diska. Dan semenjak itu, Diska dan Erik terlihat cukup akrab.
**

Seperti malam-malam sebelumnya, jam 9 malam Erik pulang ke barak setelah makan malam dan nonton tivi. Walaupun tinggal di hutan, baginya berita tentang keadaan luar harus tetaplah apdet, siapa tahu Angelina jolie telah jadi janda di luar sana, kan gw bisa ikut ngantri ngelamar pikirnya. Tenang rik, entar gw sms lu dah kalo Angelina jolie udah jadi janda, tunggu 50 tahun lagi tapi, hahaha, eh, oke balik lagi ke cerita. Ketika akan melewati baraknya ibu Yuni, Diska sudah asik duduk2 di beranda sambil mengayun-ayunkan kaki. Melafal sesuatu berulang kali dan sesekali menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Begitu melihat Erik lewat, wajah nya sumringah lalu setengah berteriak memanggil Erik. Yang di panggil menoleh dan ikut duduk di beranda-disamping Diska.

“bang Erik, mau nemenin Diska mandangin bintang gak, Diska ada singkong rebus nih” ujarnya antusias. Singkong rebus?, sip, kalo itu Erik mau banget. Perutnya memang baru setengah terisi, malah kadang tidak terisi sama sekali kalo malem. Nafsu makannya sering hilang kalo sudah lihat makanan yang itu-itu aja di kantin. Mereka berdua berjalan beriringan, lalu duduk di bangku tepat di depan barak yang menghadap langsung ke arah perbukitan.

“Diska tau aja tempat keren”, yang di ajak ngobrol malah menutup mata. Semenit kemudian ia membuka mata jentiknya, senyum mengembang indah berpadu kentit di pipi lesungnya. Kerudung biru yang ia kenakan, begitu serasi dengan matanya yang jernih. Dari bibir Diska, ia mendengar lafalan syukur pada tuhan, membuatnya mematung memandang Diska.
“Diska gak sedang kesurupan kan?” Tanya Erik di buat agak polos,
“yeee, kalo kesurupan mah, bang Erik udah Diska makan dari tadi,rauuuwwww” tangannya dibuat seperti kucing menerkam. Lalu keduanya terkekeh.
“tluuss,, ngawpainn itu tawdi pejawmin mata, sewnyumm-sewnyumm sewndiri pulakk” Tanya erik lagi sambil mengunyah singkong rebus.
“si abang mah, kata mama gak boleh makan sambil ngomong bang” ucap Diska berkacak pinggang, menirukan gaya mama nya kalo sedang ngomel. Diska kemudian mengambil singkong dan mulai memakannya.

“Diswkaa tuh agiww mewnikmaatiii,,,,hwehehe”, ucapnya lagi, lupa kalo sedang makan singkong rebus. Erik juga ikut terkekeh dengan tingkah Diska yang memang rada-rada pelupa. Setelah habis singkong di mulutnya, ia berkata lagi. “maaf, Diska lupa,, hehehhe, coba dah bang Erik lakukan juga apa yang Diska lakukan, ini seni menikmati pemandangan lho” Erik asik memperhatikan.

“pertama abang pejamkan mata, dengarkan suara-suara alam bergemerisik, rasakan terpaan angin ke wajah dan rambut abang, rasakan dingin yang mulai menyentuh kulit abang, lalu tarik nafas dalam-dalam, simpan semuanya dalam hati abang, kalo udah buang nafasnya pelan-pelan. Setelah itu, hemz, ya, buka mata abang dan tengoklah ke depan, bayangkan jika tuhan memberikan langit hanya gelap seperti saat kita menutup mata, kosong, tidak ada keindahan. Dan dongakkanlah ke atas, ada banyak keindahan disana. Gemintang,  bulan, rasi dan semuanya, lalu Tarik kembali nafas dalam-dalam, simpan setiap momen dan perasaan dalam hati abang, buang nafas pelan2. Bukankah ini menyenangkan bang?, Dan ketika kita senang, jangan lupa untuk berucap sukur pada yang menciptakan semua keindahan ini. Subahanallohh,,  terima kasih Tuhan” fasih sekali Diska mengatakan semua ini, di umur nya yang belia, ia mengerti cara menikmati keindahan alam.

Erik yang khusu’ mendengarkan kata-kata Diska yang entah kenapa bisa ngomong sekeren itu, langsung mempraktekan sendiri apa yang sudah ia dengar, dan hasilnya ada kedamaian baru yang ia rasakan, namun Saat ia akan mengucapkan terima kasih tu,,, lidahnya kelu teringat apa yang tuhan berikan padanya, ingat tentang keluarganya yang tak pernah sayang padanya, membuat nya tidak jadi berucap syukur,

“Sejak kapan Diska bisa jadi penikmat langit malam gini,?” Tanya Erik, masih menatap langit malam.
“Sejak bertemu dengan kak Nisa di kampung asal Diska bang”, ucapnya bangga, “kak Nisa yang ngajarin Diska mencintai semua yang Alloh ciptakan, dan bagaimana cara menikmatinya” lanjutnya lagi menerangkan.
“Diska, besok pagi ada yang mau abang tunjukan, Diska mau nemenin abang jam setengah 6 pagi,”
“Hemzz,, ngapain emang bang?,”
“abang mau ajak Diska ke suatu tempat, kejutan dah buat Diska, udah bangun kan jam setengah 6?,”
“wah Diska mah jam 5 aja udah bangun bang, kan harus solat subuh,”
“Gini aja deh bang, abang jemput Diska jam 5, sekalian kita solat subuh bareng di masjid, abis itu baru kita caw, okeh?,” tangannya terangkat ke atas, minta di tos,
solat subuh?, bukankah gw gak pernah solat subuh?, ya udah gimana besok aja, pikir Erik
“ya uda deh, tos dah,” sambut Erik
besok paginya, Erik datang ke barak nya ibu Yuni jam 5.10, telat bangun soalnya, Diska sudah asik duduk di beranda melafalkan sesuatu masih dengan kaki di ayun-ayunkan juga menggaruk kepala yang tidak gatal. Pas sedang jalan menuju masjid, sandal Diska malah putus. Erik langsung menawarkan menggendong Diska sampai masjid, sudah pasti Diska mah seneng aja kalo di gendong.
“wuhhh, kebanyakan makan singkong nih Diska, jadi berat kaya gini,” gurau Erik.
 “ah masa, kemaren doang deh bang makan singkongnya, tapi iya sih banyak juga Diska makannya, hehehe,”
“abang gak solat?” Tanya Diska saat tiba di masjid,
“engga Diska, abang dari kecil gak pernah solat, jadi gak tau cara solat, abang tunggu disini yak”jawab Erik datar, lalu duduk di beranda masjid
“hemz, mau Diska ajarin solat gak bang?, hehehe,”tanya nya lagi polos,
“hehe, iya ibu guru Diska, besok-besok tapi ngajarinnya yak, udah solat sana!,,”jawab Erik setengah membungkuk. Kemudian Diska langsung masuk ke dalam masjid dengan rona muka memerah.

Sebenarnya dari luar Erik mengintip Diska solat, keteduhan wajahnya, kerjap matanya, mulutnya yang tek henti melafal, dalam hatinya ia rindu kedamaian yang dirasakan Diska saat ini.

Selesai solat, Erik dan Diska yang masih di gendong, berjalan menuju bangku melintang segitiga dengan kayu besar yang di potong tipis menyerupai meja di tengahnya. Terhampar luas pertanaman karet berumur 2 tahun di perbukitan dan lembah yang biasa di sebut bukit 30. Setelah menunggu beberapa saat, Perlahan langit di ufuk timur mulai menerang. Sedikit demi sedikit mentari mulai menampakan sinar keemasannya bersua dengan kabut pagi yang ikut-ikutan berubah keemasan. Pepohonan tetap gelap tersamarkan, menambah kesan eksotis sunrise pagi ini.

Diska sudah terdiam mematung. Ia kemudian memegang tangan Erik, lalu memejamkan matanya. Saat Erik melihat wajah Diska, ia langsung ikutan memejamkan mata, apa kata Diska semalam?, ya ya, rasakan desiran angin dan dingin nya pagi menerpa wajah dan rambut, dengarkan suara jangkrik, kodok, angin, burung dan Tarik nafas dalam2, lalu simpan semua nya dalam hati dan buang nafas pelan2. Perlahan Erik membuka matanya, dan tanpa sadar ia mengucap lapal syukur, “ya Alloh, indah sekali pemandangan yang Engkau ciptakan”, setelah sekian lama ia mau berdamai dengan hatinya dan berterima kasih pada Tuhan.
“Terima kasih engkau memberi mata untuk menikmati ini semua”, senyum nya melebar, lalu ia simpan momen itu dalam hati dan pikirannya, Diska yang duduk di samping nya sumringah melihat tingkah abang yang baru beberapa minggu dikenalnya senyum2 sendiri, senang. Erik lalu mengecup tangan Diska,
“terima kasih Diska, udah ngajarin bang Erik nikmatin ini semua” yang di kecup mengangguk bersemu merah.
“Oiya, tunggu bentar ya, abang mau ngambil sesuatu dulu,” Erik lalu pergi ke kantin, mengambil sepiring besar nasi goreng dengan dua telur setengah mateng.
“Kita sarapan bareng ya Diska, sepiring berdua kaya makan singkong tadi malem”, Si Diska seneng kegirangan liat telor setengah mateng itu, emang dia suka banget dan udah lama tidak makan telor setengah mateng.
“Sini abang suapin Diska” si Diska langsung mangap tanpa malu,
“hemzz,, enyakkkkk,” teriaknya manja, mengacungkan jempol mungilnya ke atas
“sekarang Diska yang suapin bang Erik, coba mulutnya buka” ucap Diska. Saat sendok berisi nasi dan telur tepat akan di masukan ke dalam mulutnya Erik, sejurus kemudian, sendok malah berbalik masuk ke mulutnya Diska, Erik mendengus kesal, Diska ketawa ngakak dengan mulutnya penuh nasi,
“Diska nakal ya,” ucap Erik manyun, “nanti gak abang anterin pulang ah”,
“hehehe, maaf bang maaf, kan Diska bercanda, sekarang serius nih serius,”lalu sendok berisi nasi pun meluncur masuk ke mulut Erik. Suasana jadi rame, rebutan telur setengah mateng lah, saling meledek sisa nasi di pipi lah, hingga nasi goreng pun habis. Terpaan cahaya matahari hangat sekali, sehangat hati Erik sekarang, “terima kasih tuhan, engkau memancarkan kehangatan melalui hati bocah kecil ini”
**

Siang itu, Saat Erik sedang kerja di lahan, sekitar jam 2, tergopoh2 ibu Yuni lari tunggang langgang mendekati Erik,
“Diska,,,,,, bang ,,,Erik,,,,. Diska masih disini?, Tanya bu Yuni sambil mengatur nafas,
“dari tadi Diska gak kesini bu” jawab Erik bingung,
“innalillahi, Diska kemana ya, setelah solat dzuhur katanya mau ke tempat bang Erik sambil bawa bekal makanan, dan Diska belum kesini,?,” ibu Yuni semakin cemas,
Perasaan cemas juga langsung menelingkupi hati Erik, dengan satu komando ia langsung menyuruh mandor dan buruh kerja harian berpencar mencari Diska. Bagaimanapun perusahaan ini masih hutan, banyak kemungkinan yang bisa terjadi. So, apa yang terjadi dengan diska?,
Bersambung………..

Barak LAJ No 12, 28 Mei 2013

5 komentar:

  1. lagi seru2... bersambunggg huaaaa >o<

    BalasHapus
  2. eh, yg namanya diska nongol ni,
    hehehe

    BalasHapus
  3. hoho tau lanjutannya Diska nya kesasar ke kampung gajah,,, trs kembali bawa pasukan, Erik udah g ngenalin lg Diska. Terjadi perang. Jadi film Ashoka hahaha :D

    BalasHapus
  4. kejauhan itu ampe kya ashoka mah,
    rifa, coba baca2 cerpen saya yg lain, pasti ada yg aneh

    BalasHapus