Laman

Kamis, 30 Mei 2013

Kunjungan kedua dusun pemberian: Lagi-lagi Cerita tentang gajah

Kunjungan kedua dusun pemberian:
Lagi-lagi Cerita tentang gajah,
Sore itu sesuai janji pada mbah Nur (pekerja harian Litbang di Perusahaan), saya akan menginap di rumahnya di dusun pemberian, dan akan menjadi kunjungan kali kedua saya ke dusun yang dibuka 7 tahun silam ini. Alasan saya menginap di dusun pemberian jelas, ingin merasakan banyak hal. Membuka jiwa untuk merasai kedekatan dengan masyarakat, alam dan Tuhan (ajibbb gak boy?).

Setelah mandi, dengan motor pinjaman dari Putra, berangkat saya sendirian melintasi tanaman karet hingga akasia milik perusahaan tetangga. Dan momen baru inilah yang ingin saya bagi dengan kawan sekalian. Tak sengaja saya lihat di pinggir jalan ada rombongan gajah yang sedang asik makan kulit pohon akasia. Takut?, pasti, wong dia gajah liar, uda dekat jaraknya gak ada penghalang pulak. Akhirnya saya majukan lagi motornya hingga gajah na tidak terlihat dan tidak menyadarai keberadaan saya. Hupppp, suara2 lolongan gajah, (emang srigala melolong?), ringkikan gajah  (bukan kuda juga dah), auman gajah deh klo gitu (buka,,,) iye iye iye, teriakan gajah wae lah, protes mulu nih, okeh, ulang dah ulang, teriakan gajah yang kenceng bener, membuat langkah kaki saya berat beud buat dilangkahin padahal hanya sekedar mau nengok buat foto doang. Ini klo udah komandan gajahnya yang teriak, cukup dah buat bikin tanah bergetar, sueerrr!. Ya sudahlah, untuk saat ini cukup dengerin wae suara teriakan dan suara pepohonan tumbang. Nanti dah klo ketemu lagi diberaniin gera,
“Kresek-kresek”, eh lihat-lihat, rupanya masih ada satu gajah yang lagi asik makan tuh, agak jauh si, tapi tak apolah bisa di zoom ko,, cekreekkkk,,, dapet dah foto pohon, hahaha, ya ada si gajahnya dikit.
pohon akasia yang ada gajahnya

Sip, udah liat beruang yang macam panda, suku anak dalam yang masih primitif, burung yang dilindungi, kumbang langka, dan sekarang liat rombongan gajah (huuu, padahal gak berani ngedeketin,). Takut manehhh,,, tapi Alhamdulillah ya, bener2 masih hutan alas dah ini perusahaan.
Okeh, mari lanjutkan perjalanan kita ke dusun pemberian. Ngelewatin pohon akasia milik PT TMA, belok kiri, ngelewatin jembatan kayu belok kiri lagi, ngelewatin truk illegal logging belok kiri lagi, nemu sungai yang gak ada jembatanna, belok kirii lagi, eh bukan bukan, nyemplung sungai dulu ding, baru belok kiri dah, eh apa belok kanan kayana mah, abis itu baru dah nyampe di dusun PEMBERIAANNNN,, jreng jreng jreng…… lalu tim drumband nyambut meriah, karpet merah tergelar indah, perempuan2 muda nan cantik pada teriak histeris sambil mengeulu-elukan saya, anak-anak pada ngelempar bunga mawar, semua orang menyambut saya dengan antusiasnya (ok yang ini ngayal doang).

Adalah rumah pak Turino (kaya judul filmna clift eastwood ya-gran torino) yang pertama saya kunjungi. Karena memang rumah nya yang paling dekat dari pada kenalan saya yang lain (mbah Nur, bu Sopiah, pak Charles, pak Nur, pak Irul, Pak Ampri). Tepat di belakang rumahnya, kami ngobrol ngalor ngidul sebagai sesama laki-laki, ya beberapa kali nyinggung tentang istri (sensitif saya urusan kaya ginian), bagaimana menjadi kepala rumah tangga yang baik, sikap terhadap anak yang umurnya cuma beda setahun, juga tentang mengatur istri (mau sharing, awak sendiri belon nikah, nanti aja yak).
rumah pa Turino

Minuman merah ber-es batu itu ia tuangkan di gelas bening. Lalu ia sodorkan pada saya yang memang sedang kehausan dari tadi. Rokok udud (lintingan tembakau yang dibuat sendiri) ia nyalakan, hisapan pertama begitu ia nikmati, terlihat dari lamanya hisapan hingga pipinya kempot. Lalu ia pun bercerita tentang gajah-karena saya mancing dengan cerita pengalaman liat gajah liar tadi di perjalanan. 

“Manusia di perusahaan, di dusun, dimana pun yang tinggal di hutan ini ya bole di bilang numpang. Inikan awalnya hutan tempat mbah gajah.” Pak Turino mulai bercerita,

Jadi kalo manggil gajah orang sini manggilnya mbah gajah, kalo manggil macan mbah kumis. Ada cerita menarik tentang gajah ini yang bagi saya itu pertama kali saya dengar.  

Sebut saja mbah Nur, itu lho yang nanti rumahnya saya inapi tea. Beliau termasuk asshabiqunal awwalun yang membuka dusun pemberian ini. lha memang masih 7 tahun umur dusun ini. Dulu itu ya hutan alas masih buanyakk gak kaya sekarang mulai timbul kebun karet ato sawit atu-atu, jadi kalo pergi ke ladang agak rawan nyasar nih, apalagi klo ampe kesorean di hutan, alamat pasti nginep di hutan.  

Nah yang terjadi pada mbah Nur ini, perihal sasar mensasar (jadi ingat pengalaman saya di gunung dah). Karena hari udah sore, mbah Nur gak berani kalo harus nyari jalan pulang pas gelap. Alhasil ia memutuskan tinggal semalem di hutan. Ini kalo terjadi sama saya, mikir beribu kali kalo harus nginep sendirian di hutan tanpa bekal apapun, mbah nur saat itu gak kepikiran laper, padahal sehari semalem belon makan. Dalam keadaan menahan lapar itulah, Mbah Nur lalu naik pohon agar saat tidur nanti terlindung dari gangguan binatang buas. Kain sarung yang dibawanya untuk solat, ia gunakan untuk mengikatkan dirinya ke pohon, biar gak jatuh maksudnya. Dan yang membuat ia was was adalah rombongan gajah datang ke tempat itu lalu duduk-duduk di bawah pohon yang ada mbah Nurnya. Seakan gajah itu tau ada mbah Nur di atas pohon dan berniat melindunginya dari bawah (wallohu a’lam). Atau bisa jadi kalo saja gajah itu laper trus numbangin pohon yang ada mbah nurnya, mbah nur udah gak bisa ngebayangin apa yang terjadi, Semuanya ia serahkan pada yang maha kuasa, dalam hatinya ia berdoa, “jaga saya ya Alloh.”

Besok pagi nya, gajah mulai berdiri dan berjalan ke satu arah. Entah kenapa gajah sesaat terdiam sejenak, seakan mengisyaratkan mbah Nur untuk turun dan ngikutin mereka. Mbah Nur yang berpikir dan berdoa, semoga jalur gajah ini adalah jalan ia pulang (gambling juga nih mbah nur, kan bisa aja gajah itu malah pergi ke tengah hutan,makin kesasar. wong gak tau arah), mbah nur pun terus menelusuri jalur gajah. Dan Alhamdulillah, gajah berjalan hingga jalan agak lapang yang bisa di kenali, lalu mbah Nur pun akhirnya bisa pulang.

Cerita kedua masih tentang orang tersesat, dan tentang gajah juga. Saya lupa namanya, yang jelas orang ini 
tidur di bawah pohon, kagak naik ke atas pohon kaya mbah Nur. Ada satu gajah yang menurut cerita datuk adat, melingkarkan belalainya ke tubuh si orang tersesat tadi. Niatnya mau ngangkat dia terus di naikkan ke punggungnya gajah. Memang kematian itu Alloh yang ngatur, saking ketakutannya diangkat belalai gajah, akhirnya ia meninggal di tempat. Anehnya selama 40 hari gajah itu menunggui kuburan si orang tersesat yang meninggal tersebut -sendirian. Seakan si gajah begitu menyesal. Ya memang kita hanya bisa menebak gak bisa nanya langsung ke gajah nya (kalo ada nabi Sulaiman bisa minta tolong tanyain ke gajahnya kali yak).

Lalu ada cerita aneh lagi tentang gajah di Jambi ini, sebenernya saya agak kurang tau sifat gajah di belahan dunia lain memang seperti itu kah?. Mari kita simak dulu ceritanya. Kalo ini ada satu gajah yang lagi makan buah sawit, si yang mpunya naro racun tikus di buahnya itu. Sepertinya dosis racun na lumayan banyak, gajah yang makan buah sawit beracun itu pun perlahan meninggal. Dengan tegas datuk adat langsung mendenda si yang mpunya sawit akibat kelalaianya, gajah lalu dikuburkan gak jauh dari kebun sawitnya. Nah ini yang saya bikin aneh en penasaran pengen nanya langsung sama si gajah (mana Nabi Sulaiman mana?). Jadi setahun sekali rombongan gajah mendatangi kuburan si gajah itu. Dan tentunya karena dekat kebun sawit, mereka datang gak Cuma “Ziarah” doang, ya ada acara makan2 sawit nya juga lah. Kelabakan pula tuan rumah kalo mereka udah pada datang. Kalau mau sawitnya selamat, Harus cepat2 ngusir kalo acara makan2 nya uda kelar. Baru setelah 7 tahun mereka gak dateng lagi. Hemzz,,  

Begitu lah sekelumit cerita tentang gajah di dusun pemberian ini, kalo boleh saya ngasi kesimpulan, sebenarnya mbah gajah memang ditakdirkan mengerti manusia, bisa berbagi hutan dengan manusia, hingga bisa menjadi tanda akan kemarahan tuhan pada manusianya yang berbuat maksiat (baca artikel antara selingkuh dan serangan gajah). Lalu kenapa gajah ampe merusak atau memakan pohon akasia perusahaan hingga sawit milik rakyat?. Saya pikir ini semacam pembayaran pajak manusia pada gajah gitu lah, kan kita manusia merambah hutan tempat mereka hidup, sudah sewajarnya mereka nagih pajak ke kita berupa membiarkan mbah gajah makan dan melintas di jalur nya. Entahlah, hanya Tuhan yang tahu. Oya belum cerita ya, gajah ini punya jalur sendiri, kalo ada rumah dibangun diatas jalur gajah, sudah pasti akan di hancurkan itu rumah.

Baiklah, sekian cerita tentang gajah, eh, jadi ke dusun pemberian Cuma mau denger cerita gajah doang nih mam?, tenang-tenang, banyak ko cerita yang mau di bagi, jadi masih ada artikel lanjutan tentang manusia di dusun Pemberian tentunya, tunggu lah apdetan nya yak, see u guys,,

Barak LAJ No 12, 26 Mei 2013


Namanya Diska


Namanya Diska
“Bang ayo tendang bolanya bang” teriak gadis berkerudung putih berumur 5 tahunan dan baru datang kemaren sore. Tanpa aba-aba Erik langsung menendang bola yang baru saja menggelinding ke arahnya. Bola pun melesat lumayan kencang mengarah langsung pada gadis yang berteriak tadi.
BRUUUkkkk,, hantaman bola cukup keras membuat gadis itu terjatuh dan langsung menangis keras menahan sakit di wajahnya.
“IBUUUUUU,, abang jahaaaatttt” raungnya sambil berlari ke arah ibunya, lalu puas menangis di pelukan ibunya,
“suruh siapa nendang bola” pikir Erik dalam hati. Ia ambil bola yang terpental ke arahnya, lalu berjalan santai ke arah si gadis kecil.
“ini dek bola nya, maaf kalo abang terlalu keras nendangnya,” ucap Erik datar sambil menyodorkan bola yang tadi ia tendang.
“namaku Diska bukan dedek” Diska bersuara dari balik pelukan ibunya.
“tuh, abangnya udah minta maaf Diska, uda jangan nangis lagi” si ibu menerima bola dari Erik.
Tanpa merasa berdosa, Erik lalu pergi begitu saja, terdengar teriakan pelan dari arah si gadis dibelakang yang menyebutnya monster, senyum sinis tersungging di bibir tipis Erik.
**

“Asisten Litbang”, begitulah orang2 menganggapnya saat bekerja di perusahaan karet bermarkas di Jambi ini. Kurang lebih baru 3 bulan sudah ia meninggalkan keramaian kota Bogor demi mencari sesuap nasi di sepinya hutan yang baru dibuka 3 tahun yang lalu. Eh, sebenarnya bukan tentang mencari sesuap nasi ia rela bekerja di hutan, tapi tentang menghindari keramaian yang membuatnya sesak. Apalagi rumah yang menurutnya sudah seperti neraka saja. Tiap hari perang dingin antara ayah dan ibunya tak pernah sedetikpun berhenti. Muak dengan semua kehidupan yang menurutnya tak pantas Tuhan gariskan untuknya. Kasih sayang?, Tuhan sepertinya lupa memberi dua kata itu padanya saat pertama ia lahir ke dunia, bagaimana tidak, kelahirannya pun tak pernah diharapkan orang tuanya (you know what I mean). Baiklah, keangkuhan hutan bisa membuat hati dan pikirannya lebih tenang. Bunyi caci maki digantikan cicit burung, bunyi piring jatuh digantikan bunyi derik jangkrik. “hanya ada aku dan alam”

Satu hal yang beberapa hari ini sempat menggangu pikiran Erik, ya, tentang Diska, bocah kecil yang ia buat nangis. Setiap berpapasan bertemu dia, pasti langsung memalingkan muka sambil bilang monster-meski ucapannya pelan. Dan ini teramat sangat mengganggu. Erik sangat benci jika ada orang-siapapun-yang ketika bertatap muka dengannya langsung memalingkan muka. Itu namanya minta di kasi bogem mentah. Mau marah?, hanya pecundang yang berani marahin anak kecil. Ya sudahlah, gak ada salahnya ngasi dia hadiah sebagai tanda gencatan senjata.

“Diska nya ada bu” Tanya Erik datar pada ibu Yuni, ibunya Diska.
“DISKA NYA GAK ADA”teriak seorang anak kecil dari dalam barak pekerja tempat keluarga ibu Yuni tinggal, Erik dan ibu Yuni terkekeh mendengarnya.
“Padahal bang Erik mau ngasi hadiah lho, kalo Diskanya gak ada, ya gak jadi ngasi hadiahnya”, teriak bu Yuni agak pelan. Tiba-tiba gadis kecil berkerudung putih sudah nongol saja depan pintu.
“mau nyogok Diska ya pake hadiah?” ucapnya ketus bernada penasaran, dahi Erik berkerut bingung.
“nih, sebagai tanda maaf abang” Erik menyodorkan sebuah bungkusan. Diska tetap memalingkan muka-tidak peduli.
“ya udah kalo gak mau, buang aja kerudungnya”, ucap Erik kesal,
“eh, kerudung? jangan di buang dong!, ya uda Diska terima sini,,,” setelah dibuka, senyum lebar Diska mengembang dan langsung loncat memeluk Erik, lupa kalo seminggu kemaren benci tak terkira padanya.
“makasi banyak abang, Diska suka sekali kerudung biru ini, sekali lagi makasi bang, ya sudah kita salaman, sebagai tanda maaf abang, Diska terima, hehehe”, tangan kanan nya tersodor ke arah Erik yang langsung memecah tatapan kosongnya. Ya, Erik baru sekali itu merasakan sebuah pelukan. Tanpa pikir panjang, ia langsung menyambut salaman tangan Diska. Dan semenjak itu, Diska dan Erik terlihat cukup akrab.
**

Seperti malam-malam sebelumnya, jam 9 malam Erik pulang ke barak setelah makan malam dan nonton tivi. Walaupun tinggal di hutan, baginya berita tentang keadaan luar harus tetaplah apdet, siapa tahu Angelina jolie telah jadi janda di luar sana, kan gw bisa ikut ngantri ngelamar pikirnya. Tenang rik, entar gw sms lu dah kalo Angelina jolie udah jadi janda, tunggu 50 tahun lagi tapi, hahaha, eh, oke balik lagi ke cerita. Ketika akan melewati baraknya ibu Yuni, Diska sudah asik duduk2 di beranda sambil mengayun-ayunkan kaki. Melafal sesuatu berulang kali dan sesekali menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Begitu melihat Erik lewat, wajah nya sumringah lalu setengah berteriak memanggil Erik. Yang di panggil menoleh dan ikut duduk di beranda-disamping Diska.

“bang Erik, mau nemenin Diska mandangin bintang gak, Diska ada singkong rebus nih” ujarnya antusias. Singkong rebus?, sip, kalo itu Erik mau banget. Perutnya memang baru setengah terisi, malah kadang tidak terisi sama sekali kalo malem. Nafsu makannya sering hilang kalo sudah lihat makanan yang itu-itu aja di kantin. Mereka berdua berjalan beriringan, lalu duduk di bangku tepat di depan barak yang menghadap langsung ke arah perbukitan.

“Diska tau aja tempat keren”, yang di ajak ngobrol malah menutup mata. Semenit kemudian ia membuka mata jentiknya, senyum mengembang indah berpadu kentit di pipi lesungnya. Kerudung biru yang ia kenakan, begitu serasi dengan matanya yang jernih. Dari bibir Diska, ia mendengar lafalan syukur pada tuhan, membuatnya mematung memandang Diska.
“Diska gak sedang kesurupan kan?” Tanya Erik di buat agak polos,
“yeee, kalo kesurupan mah, bang Erik udah Diska makan dari tadi,rauuuwwww” tangannya dibuat seperti kucing menerkam. Lalu keduanya terkekeh.
“tluuss,, ngawpainn itu tawdi pejawmin mata, sewnyumm-sewnyumm sewndiri pulakk” Tanya erik lagi sambil mengunyah singkong rebus.
“si abang mah, kata mama gak boleh makan sambil ngomong bang” ucap Diska berkacak pinggang, menirukan gaya mama nya kalo sedang ngomel. Diska kemudian mengambil singkong dan mulai memakannya.

“Diswkaa tuh agiww mewnikmaatiii,,,,hwehehe”, ucapnya lagi, lupa kalo sedang makan singkong rebus. Erik juga ikut terkekeh dengan tingkah Diska yang memang rada-rada pelupa. Setelah habis singkong di mulutnya, ia berkata lagi. “maaf, Diska lupa,, hehehhe, coba dah bang Erik lakukan juga apa yang Diska lakukan, ini seni menikmati pemandangan lho” Erik asik memperhatikan.

“pertama abang pejamkan mata, dengarkan suara-suara alam bergemerisik, rasakan terpaan angin ke wajah dan rambut abang, rasakan dingin yang mulai menyentuh kulit abang, lalu tarik nafas dalam-dalam, simpan semuanya dalam hati abang, kalo udah buang nafasnya pelan-pelan. Setelah itu, hemz, ya, buka mata abang dan tengoklah ke depan, bayangkan jika tuhan memberikan langit hanya gelap seperti saat kita menutup mata, kosong, tidak ada keindahan. Dan dongakkanlah ke atas, ada banyak keindahan disana. Gemintang,  bulan, rasi dan semuanya, lalu Tarik kembali nafas dalam-dalam, simpan setiap momen dan perasaan dalam hati abang, buang nafas pelan2. Bukankah ini menyenangkan bang?, Dan ketika kita senang, jangan lupa untuk berucap sukur pada yang menciptakan semua keindahan ini. Subahanallohh,,  terima kasih Tuhan” fasih sekali Diska mengatakan semua ini, di umur nya yang belia, ia mengerti cara menikmati keindahan alam.

Erik yang khusu’ mendengarkan kata-kata Diska yang entah kenapa bisa ngomong sekeren itu, langsung mempraktekan sendiri apa yang sudah ia dengar, dan hasilnya ada kedamaian baru yang ia rasakan, namun Saat ia akan mengucapkan terima kasih tu,,, lidahnya kelu teringat apa yang tuhan berikan padanya, ingat tentang keluarganya yang tak pernah sayang padanya, membuat nya tidak jadi berucap syukur,

“Sejak kapan Diska bisa jadi penikmat langit malam gini,?” Tanya Erik, masih menatap langit malam.
“Sejak bertemu dengan kak Nisa di kampung asal Diska bang”, ucapnya bangga, “kak Nisa yang ngajarin Diska mencintai semua yang Alloh ciptakan, dan bagaimana cara menikmatinya” lanjutnya lagi menerangkan.
“Diska, besok pagi ada yang mau abang tunjukan, Diska mau nemenin abang jam setengah 6 pagi,”
“Hemzz,, ngapain emang bang?,”
“abang mau ajak Diska ke suatu tempat, kejutan dah buat Diska, udah bangun kan jam setengah 6?,”
“wah Diska mah jam 5 aja udah bangun bang, kan harus solat subuh,”
“Gini aja deh bang, abang jemput Diska jam 5, sekalian kita solat subuh bareng di masjid, abis itu baru kita caw, okeh?,” tangannya terangkat ke atas, minta di tos,
solat subuh?, bukankah gw gak pernah solat subuh?, ya udah gimana besok aja, pikir Erik
“ya uda deh, tos dah,” sambut Erik
besok paginya, Erik datang ke barak nya ibu Yuni jam 5.10, telat bangun soalnya, Diska sudah asik duduk di beranda melafalkan sesuatu masih dengan kaki di ayun-ayunkan juga menggaruk kepala yang tidak gatal. Pas sedang jalan menuju masjid, sandal Diska malah putus. Erik langsung menawarkan menggendong Diska sampai masjid, sudah pasti Diska mah seneng aja kalo di gendong.
“wuhhh, kebanyakan makan singkong nih Diska, jadi berat kaya gini,” gurau Erik.
 “ah masa, kemaren doang deh bang makan singkongnya, tapi iya sih banyak juga Diska makannya, hehehe,”
“abang gak solat?” Tanya Diska saat tiba di masjid,
“engga Diska, abang dari kecil gak pernah solat, jadi gak tau cara solat, abang tunggu disini yak”jawab Erik datar, lalu duduk di beranda masjid
“hemz, mau Diska ajarin solat gak bang?, hehehe,”tanya nya lagi polos,
“hehe, iya ibu guru Diska, besok-besok tapi ngajarinnya yak, udah solat sana!,,”jawab Erik setengah membungkuk. Kemudian Diska langsung masuk ke dalam masjid dengan rona muka memerah.

Sebenarnya dari luar Erik mengintip Diska solat, keteduhan wajahnya, kerjap matanya, mulutnya yang tek henti melafal, dalam hatinya ia rindu kedamaian yang dirasakan Diska saat ini.

Selesai solat, Erik dan Diska yang masih di gendong, berjalan menuju bangku melintang segitiga dengan kayu besar yang di potong tipis menyerupai meja di tengahnya. Terhampar luas pertanaman karet berumur 2 tahun di perbukitan dan lembah yang biasa di sebut bukit 30. Setelah menunggu beberapa saat, Perlahan langit di ufuk timur mulai menerang. Sedikit demi sedikit mentari mulai menampakan sinar keemasannya bersua dengan kabut pagi yang ikut-ikutan berubah keemasan. Pepohonan tetap gelap tersamarkan, menambah kesan eksotis sunrise pagi ini.

Diska sudah terdiam mematung. Ia kemudian memegang tangan Erik, lalu memejamkan matanya. Saat Erik melihat wajah Diska, ia langsung ikutan memejamkan mata, apa kata Diska semalam?, ya ya, rasakan desiran angin dan dingin nya pagi menerpa wajah dan rambut, dengarkan suara jangkrik, kodok, angin, burung dan Tarik nafas dalam2, lalu simpan semua nya dalam hati dan buang nafas pelan2. Perlahan Erik membuka matanya, dan tanpa sadar ia mengucap lapal syukur, “ya Alloh, indah sekali pemandangan yang Engkau ciptakan”, setelah sekian lama ia mau berdamai dengan hatinya dan berterima kasih pada Tuhan.
“Terima kasih engkau memberi mata untuk menikmati ini semua”, senyum nya melebar, lalu ia simpan momen itu dalam hati dan pikirannya, Diska yang duduk di samping nya sumringah melihat tingkah abang yang baru beberapa minggu dikenalnya senyum2 sendiri, senang. Erik lalu mengecup tangan Diska,
“terima kasih Diska, udah ngajarin bang Erik nikmatin ini semua” yang di kecup mengangguk bersemu merah.
“Oiya, tunggu bentar ya, abang mau ngambil sesuatu dulu,” Erik lalu pergi ke kantin, mengambil sepiring besar nasi goreng dengan dua telur setengah mateng.
“Kita sarapan bareng ya Diska, sepiring berdua kaya makan singkong tadi malem”, Si Diska seneng kegirangan liat telor setengah mateng itu, emang dia suka banget dan udah lama tidak makan telor setengah mateng.
“Sini abang suapin Diska” si Diska langsung mangap tanpa malu,
“hemzz,, enyakkkkk,” teriaknya manja, mengacungkan jempol mungilnya ke atas
“sekarang Diska yang suapin bang Erik, coba mulutnya buka” ucap Diska. Saat sendok berisi nasi dan telur tepat akan di masukan ke dalam mulutnya Erik, sejurus kemudian, sendok malah berbalik masuk ke mulutnya Diska, Erik mendengus kesal, Diska ketawa ngakak dengan mulutnya penuh nasi,
“Diska nakal ya,” ucap Erik manyun, “nanti gak abang anterin pulang ah”,
“hehehe, maaf bang maaf, kan Diska bercanda, sekarang serius nih serius,”lalu sendok berisi nasi pun meluncur masuk ke mulut Erik. Suasana jadi rame, rebutan telur setengah mateng lah, saling meledek sisa nasi di pipi lah, hingga nasi goreng pun habis. Terpaan cahaya matahari hangat sekali, sehangat hati Erik sekarang, “terima kasih tuhan, engkau memancarkan kehangatan melalui hati bocah kecil ini”
**

Siang itu, Saat Erik sedang kerja di lahan, sekitar jam 2, tergopoh2 ibu Yuni lari tunggang langgang mendekati Erik,
“Diska,,,,,, bang ,,,Erik,,,,. Diska masih disini?, Tanya bu Yuni sambil mengatur nafas,
“dari tadi Diska gak kesini bu” jawab Erik bingung,
“innalillahi, Diska kemana ya, setelah solat dzuhur katanya mau ke tempat bang Erik sambil bawa bekal makanan, dan Diska belum kesini,?,” ibu Yuni semakin cemas,
Perasaan cemas juga langsung menelingkupi hati Erik, dengan satu komando ia langsung menyuruh mandor dan buruh kerja harian berpencar mencari Diska. Bagaimanapun perusahaan ini masih hutan, banyak kemungkinan yang bisa terjadi. So, apa yang terjadi dengan diska?,
Bersambung………..

Barak LAJ No 12, 28 Mei 2013

Minggu, 12 Mei 2013

YUKA S.Sy

laki-laki bertopi coboy itu mengusap peluh di dahi jenong nya, diambilnya air minum dari botol kemasan yang sering ia bawa. Lalu satu tegukan terakhir, air dalam botol meluncur deras memenuhi kerongkongan pendeknya-karena dia berleher pendek. Tepat jam dua siang, matahari disini memang sering menggila panasnya, sepanas tatapan mandor yang membulat saat ia terlalu banyak istirahat.

BRUUUKKK, suara cangkul membentur tanah. “keras nya bukan main tanah jambi ni, biasa megang pensil, ini sekarang megang cangkul”, pikirnya dalam hati.

4 bulan sudah ia bekerja di bagian riset sebuah perusahaan karet di Jambi. Wah, keren ya, pekerjaan nya sebagai peneliti. Ya ya ya, memang boleh dibilang dia adalah seorang peneliti. Walaupun kastanya berada di kasta paling bawah dari hirearki perusahaan ini. mau saya jelaskan hirearki nya?, baiklah, khusus untuk yang tinggal dikebun saja, paling atas ada general manager, lalu ke manager, lalu ke asisten, ke mandor dan terakhir ke PHL atau pekerja harian lepas. Laki-laki yang sudah bergelar sarjana syariah ini bekerja sebagai pekerja harian lepas. Jangan tanyakan gaji selangit, tunjangan, uang makan atau uang kesehatan, ia dapat upah dengan hitungan per hari. Miris sebenarnya untuk seseorang lulusan sarjana.

Nafasnya makin tersengal, ia duduk sebentar diatas rumput mucuna yang merambat tak terkendalikan.
“penelitian tai”, ia menirukan ucapan manager bermarga hutapea saat memarahinya kemaren. Kenapa pula karet yang mau mati ini harus lah di selamatkan. Bukankah tanaman juga seperti manusia, kalo mau mati ya mati saja, bukannya bikin susah orang. Ia teringat perjuangannya mencari pekerjaan sebelum akhirnya terdampar di perusahaan yang tergolong masih balita ini.

Adalah sebuah bank syariah di kota jambi pernah ia kirimkan sebuah lamaran perkerjaan. Berbekal nilai IPK 3,15 dan ijasah yang kemaren lusa ia dapatkan dari salah satu universitas swasta di Jambi, juga kepercayaan diri yang berhasil menggebu akibat do’a dari orang tua, lamaran itu ia serahkan langsung ke meja HRD nya. Sebulan kemudian, saat harapan mulai meredup, datanglah surat panggilan wawancara dari bank syariah yang dimaksud. Meski saat menjawab pertanyaan terbata-bata, ia tetap senang, yakin dan percaya diri akan diterima di bank tersebut. Banyak uang pinjaman sudah ia keluarkan sekedar untuk transportasi Kerinci-kota Jambi, atau biaya warnet dan sebagainya. Sebulan kemudian, panggilan untuk tes medis membuat harapanya semakin membuncah. Tak pelak, ia pun berani meminjam uang lagi pada abangnya dengan janji dikembalikan dua kali lipat, ya, tes kesehatan bukankah memang memerlukan uang lebih banyak?. Anehnya, setelah itu tidak ada panggilan selanjutnya hingga 3 bulan lebih. Mau ditanyakan langsung ke kantor di Jambi, sudah tidak ada uang lagi. Baiklah, mungkin memang bukan rizki saya disitu, hiburnya dalam hati.

Sempat juga sebenarnya dia ditawari kerja di Kantor urusan agama kerinci. Tapi menilik gaji yang ditawarkan sebesar 1,5 juta per 3 bulan dan itupun tidak menentu. Mau makan apa selama tiga bulan?, tak maulah awak.

“YUKA, udah setengah jam kau istirahat, kerja lagi oy” teriak mandor mengagetkannya. Kali ini ia menggali parit dengan jarak 1,5 meter mengelilingi tanaman karet yang sakit. Sekilas ia dengar dari asisten, tujuanya biar jamur tidak kabur katanya. Hah, emang jamur mau kabur kemana?, bisa lari apa dia?, ato jamur nya lagi pada gulat dalam akar karet, jadi biar saling serang dan tidak kabur harus di kasi belerang di sekelilingnya,?, pikiranya mulai panas.

Kenapa pula awak bisa terdampar disini, “malu”, ya, kata itu sangat sederhana, tapi berat sekali di tanggung. Malu sama siapa?, nanya pula kau ni, jelas lah malu sama orang tua, 4 tahun sudah mereka membiayai kuliahnya, minta ini itu, main sana sini, dan sekarang ijasahnya bahkan tidak ditanyakan saat masuk perusahaan ini, pekerja harian lepas mana ditanya ijasah. Dan kasarnya tidak perlu dapat ijasah sarjana dulu untuk bisa jadi pekerja harian lepas.
“berangkat lah nak, barangkali rizki mu memang disana” bujuk mamak nya bijak.
“barangkali juga ijasahmu nanti beguna buat kau diangkat jadi mandor, yang penting kau besungguh-sungguhlah disana”tambahnya menentramkan hati yuka.

Terdampar lah ia disini, mengerjakan semua yang disuruh mandor, asisten kadang manager nya pun ikut-ikutan nyuruh. Dari mulai nyangkul, nanem karet, nebas, nyemprot, pengamatan hama penyakit, mengumpulkan dan mengolah data hingga memegang absensi pekerja harian lain pernah ia lakukan. Belakangan malah ia dipercaya jadi admin dari departemen riset tempat ia bekerja, tentunya menjadi orang yang paling sering kena marah juga memang. Salah data lah, salah pengamatan lah, lupa timbangan pupuklah, pulang tidak ijin lah hingga insiden cangkul lepas yang hampir menimpuk sang manager. Cape?, dulu dua minggu pertama hampir saja minggat kalo tidak ingat orang tua di rumah.

“harus bersungguh-sungguh” batinnya mengingat pesan mamaknya, berhasil memberinya kekuatan untuk terus mencangkul dan mencangkul, lalu menebarkan belerang dan menutup kembali parit dengan tanah.
“YUKA,” teriak asisten memanggil.
“Ya  A”jawabnya tegas lalu menoleh mencari yang memanggil. Kebetulan asisten yang memanggilnya adalah orang sunda, entah siapa yang memulai hingga semua memanggilnya “aa”.
“minggu depan siap wawancara ya?, mau diangkat jadi mandor kau” ucap sang asisten kalem sambil menyodorkan air minum dari dalam tas nya.
“SIAP A” jawabnya sumringah, langsung menjabat tangan si asisten.
“mak, do’a mu terkabul mak” 

Jumat, 10 Mei 2013

Antara selingkuh dan serangan gajah

Hari itu tidak banyak yang kami kerjakan, hanya motelin jagung hasil agroforestry di sebuah tenda militer milik sebuah perusahaan karet di Jambi. Obrolan pun mengalir menambah hangat mentari yang baru dua jam bergerak dari ujung timur.

Singkat cerita, saya bertanya mengenai gajah-gajah yang sering merubuhkan pohon akasia milik perusahaan tetangga, atau gajah-gajah yang kebetulan lewat perkampungan terdekat dan menghancurkan beberapa sawit milik warga. Rupanya, ada cerita menarik yang bisa saya korek disini. Berawal dari serangan gajah, lalu ada geraman harimau, penyucian kampung, hingga semua dikaitkan dari masalah rumah tangga (read perselingkuhan). Baiklah, pengen tau?, nyok mari kita kupas setajam jamur upas,, hehehe

Adalah dusun pemberian yang merupakan dusun terdekat dari perusahaan Lestari Asri Jaya ini. terdapat tiga blok dan 8 RT, blok tersebut adalah blok Bengkulu, blok sisip, dan blok tugu linggau. Kesemuanya dinamakan seperti nama kota, karena memang daerah sini, banyak warga transmigrasi. Orang Jambi asli pun masih ada, namun mereka lebih banyak tinggal di dusun lain yang masih satu desa dengan dusun pemebrian. Rumah-rumah atau malah lebih mirip gubuk disini masih belum permanen (dari kayu dengan lantai tanah). Antara satu rumah dengan rumah lain berjarak sekitar 100 meter. Biasanya di tanami karet atau sawit (paling kecil satu rumah memiliki 3 hektar lahan). Listrik jelas belum masuk disini. Kalau tidak pake jenset, ya pake cempor. Jadi saat pertama kali saya kesini, suasana begitu senyap, sepi dan damai. Saat malam menjelang, titik-titik terang kecil terlihat menyaingi titik-titik gemintang di langit, menyejukan mata yang memandang.

harus nyebrang sungai, eh nyemplung ding, untuk sampe ke dusun pemberian, 30 menit naek motor dari PT,
contoh rumah "gubuk" di dusun pemberian
kalo dalem rumah, ada yang setinggi orang dewasa atapnya
sawit milik warga, yang minimal 3 hektar tea satu keluarga
jalan di pemberian, tanah agak keras, tapi kalo ujan, berlumpur
senja di dusun pemberian

Di dusun yang termasuk ke dalam desa sungai abang ini, hukum adat masih di pegang teguh oleh warganya. Sehingga, di bentuklah kepala dusun dan kepala adat. Saat ini kepala dusun dipegang oleh pak Nainggolan, dan kepala adat dipegang oleh datuk Rustam. Salah hatu hukum adat yang dipercaya di desa sungai abang adalah,
“apabila ada perempuan dan laki-laki berhubungan di luar nikah, maka diwajibkan untuk dilakukan pencucian kampung”

Nah, ada satu kejadian menarik yang berhasil diceritakan oleh ibu sopi’ah, warga pemberian yang bekerja di bagian LITBANG LAJ ini.

Namanya pak kulit, warga pemberian yang membawa kabur seorang istri dari suami di dusun pemberian. Tidak tanggung-tanggung, 3 bulan sang istri dibawa kabur ke Palembang. Mungkin kalau tidak dicari dan dijemput, bisa lebih lama lagi. Kenapa harus dijemput?, karena setelah kejadian tersebut, gajah yang biasanya hanya lewat kampung begitu saja, tiba-tiba jadi brutal dan menghancurkan kurang lebih tiga hektar sawit. Selain itu, beberapa malam, sebelum penyerangan gajah, dekat rumah pak kulit (yang dijadikan tempat selingkuh) selalu terdengar geraman harimau di malam hari meski tidak pernah nampak wujudnya. Adat mengatakan, bahwa mbah gajah marah karena kampung telah menjadi kotor, sehingga tidak kurang dari 30 gajah menyerang perkebunan warga. Pernah juga terjadi dimana gajah langsung menghancurkan rumah yang dijadikan tempat berselingkuh. Geraman harimau dipercaya sebagai tanda untuk warga lain bahwa kampung telah menjadi kotor. Sehingga harus segera di sucikan agar mbah gajah tidak menyerang.
Proses penyucian kampung, didahului dengan acara slametan berupa pemotongan sapi (WAJIB, kalo gak motong, kampung tetep kotor, jadi harus usaha hingga dapat) yang dipimpin oleh kepala adat. Semua warga diperbolehkan datang dan menyantap sapi yang sudah dimasak. INGAT, jika anda datang ketempat slametan dan tidak makan daging sapi yang dihidangkan, anda akan didenda oleh hukum adat. Seperti yang terjadi pada kepala desa yang lupa tidak menyantap daging sapi. Beliau di denda harus motong 1 kambing. (jadi kalo kamu gak suka daging sapi, jangan datang dah).

nih serangan gajah, kulit batang akasia abis, trus akhirnya di robohkan, merugikan dah

Setelah pemotongan sapi, si istri dan suami harus nikah lagi. Istilahnya disini bangun nikah. Si suami harus menyediakan mas kawin kembali, ijab qabul ulang dan bayar saksi juga wali (macam sudah cerai saja). Kalau semua sudah dilakukan, barulah dipercaya kampung sudah suci.

Nah, rupanya eh rupanya, beberapa waktu lalu terjadi kembali peristiwa perslingkuhan. Hanya saja, si suami cepat menangkap basah, dan aparat dusun serta kepala datuk segera membereskan dengan mendenda si istri dan si laki-laki yang selingkuh dengan uang masing-masing dua juta. Uang tersebut akan di jadikan modal pembangunan dusun, dan sebagian disimpan dalam kain putih oleh kepala adat. Dan rupanya eh rupanya, si istri masih tetap selingkuh dengan si laki-laki. Maka pembaca sudah bisa menebak apa yang terjadi, dan kali ini, rumah datuk pun ikut dihancurkan gajah.

Baiklah, sebenarnya bagi saya semua ini tidak masuk logika. kok bisa gajah atau harimau mencium bau perselingkuhan. Udah macam wartawan selebriti saja gajah nih. Tapi, mungkin memang ada hal-hal gaib yang banyak tidak kita ketahui. Apalagi di hutan alas yang hukum adat masih kuat, Mistik dan mitos masih mudah bersliweran. So, dimana bumi di pijak, disitu langit di junjung. Kita tidak boleh bertindak sembarangan. Dan INGAT, Alloh tetap yang harus kita percayai dan dijadikan pegangan.
                                                        
Barak no 12 LAJ JAMBI. 9 Mei 2013, 

Senin, 06 Mei 2013

Sebelum ditelan rutinitas kerjaan, ucap salam perpisahan dari Merbabu



Sebelum ditelan rutinitas kerjaan, ucap salam perpisahan dari Merbabu
“CITRA” teriak gw saat ngeliat cewe berambut sebahu lebih, berhidung lebar, pipi agak kemerahan dan pake jaket khas style anak gunung. Dari mukanya yang sama banget dengan foto di PP pesbuknya, gw langsung mengenalin spesiescewe yang satu ini. Yang dipanggil kemudian menoleh, lalu bengong beberapa saat, pasti karena kagum ada orang ganteng manggil namanya, hahaha, ato lebih tepatnya mungkin memastikan bahwa yang manggil dia bukan Om-om, soalnya suara gw saat itu agak diberat-beratin, biar kesannya macho gtu, hahahaha, eniwey, kita kenalan lah sama sohib baru gw ni tepat di pusat keramaian orang jogja, dimana lagi kalo bukan di Malioboro. Gw bertiga bareng Ravi dan Rakhmani. Kalo gak salah lihat, waktu itu citra datang berdua sama anak kecil pake jaket biru dah,

Baiklah, kami bertiga dibawa belusukan ke negeri antah berantah (lebayyy dehh, padahal Cuma nyebrang doang trus nongkrong di angkringan), ya ya ya,  angkringan kopi darat memang menjadi tempat asik buat kami ber entah berapa untuk ngumpul2 dan berkenalan,,, hoyyyeeee,, punya temen baluuuu,, ada mba Elin orang tasik berambut kuncir kuda, mukanya ni ye mirip2 orang cina gtu, dikit tapi miripnya, trus ada jeng devi, agak item manis kalo menurut gw mah (kacam gula jawa aja item manis?), berjaket biru, keren dah masih kecil, tapi udah kerja sambil kuliah, sama kaya temen atu nya lagi, jeng risha, malahan yang ini uda bisa beli motor sendiri dari hasil kerjanya, hayoo, susah lho nyari wanita2 muda nan mandiri dan asli orang jowo, apalagi yang item manis kaya gula jawa, (hehehe, promosi promosi), trus ada lagi mba yuni sara, cocok beud dah sama nama kawan gw, ravi ahmad,  dia dari Jakarta serombongan sama mba elin dan citra yang juga udah pada gawe semua, Di angkringan yang menyediakan nasi kucing kalo makan 2 bungkus tetep gak kenyang ini, gw juga bisa kenal sama mas andi, thanks banget dah buat mas yang satu ini, bang amin, bang jeff, om irfan, dan bang siapa gtu gw lupa namanya, Kami ber-entah berapa ini adalah warrior2 yang rencanya besok (mohon do’anya ya) akan menaklukan gunung Merbabu, wah ni gunung dari namanya uda rada-rada kasar juga nih, ganti-ganti!, jadi gunung merpembantu gtu, ato gunung merhousekeeper, kan babu mah kata kasar lha ya, (sekepenake aje lu ganti2 nama gunung).

ini nih nasi kucing yang kalo makan dua tetep kagak kenyang, sama sate sapi

ngumpul di angkringan kopi darat, entah berberapa

Akhirnya malam itu, kami ber-entah berapa nginep di rumahnya andi yang keluarganya tea baik bangeud dah mau nampung kami-kami ini, trus paginya dikasi sarapan gtu dah, baik beud pokonya dah, maaf kami ngerepotin ya, 

After packing2, jam 9an kami berangkat go to merbabu mountain, touring kita touring, 6 motor 12 orang 24 mata, 48 bilik jantung, 120 jari tangan, (ini apa si?) menjelajah kota jogja dan sekitarnya, lalu ke magelang, muntilan dan mentok ke selo Boyolali, ya walaupun belum2 udah diawali insiden nyasar gak jelas gara-gara salah belok. Dan yuuppp, setelah berkendara hampir 6 jam lho (plus nyasar, bolak balik nyari jalan yang benar, dan saling nungguin karena ada yang ketinggalan) nyampe lah kita di basecamp pendakian merbabu jalur Selo, horeeee,, prok prok prok,,. Lumayan luas lho basecampnya, nerima penitipan motor juga disini, memang rata-rata pendaki merbabu lewat jalur ini pada bawa motor semua, eh sebenarnya untuk mencapai merbabu ni ada  jalur lain, yaitu jalur wates, tapi katanya eh katanya, lu gak bakal nemu sabana edun, (oohh, baru inget nama temen satunya lagi tuh edunnn,, hahahaha, sory om, peace ^^v, ko gw jadi inget cilok ya?), soalnya klo lewat jalur wates, perlu nyampe puncak dulu baru ketemu sabana. Dan PENDAKIIAAAAANNNNNNpun , DIMULAAAAIIIIIII…NET TENET TENEEEEETTTTT,,,,
depan base camp jalur selo
dokumentasi dulu lah sebelum caw naik



Rindangnya pepohonan, juga gemerisik rumput gajah, menjadi panorama awal pendakian kami. Jam 15.30an kaki Citra melangkah mantep paling depan, disusul mba elin, mba yuni, om edun, om andi , jengrisha, bang rohman, om ravi, lalu jeng devi, gw, deni dan bang amin (sebenarnya gw lupa juga urutan pastinya, di belakang mulu si gw nya)

Nyampe pos 1 jam 16.30, namanya pos dok malang, dari pos ini pepohonan mulai jarang, dengan leluasa lu bisa liat lembah di kaki gunung merbabu, sayang banget hujan mulai turun, karena kita naik di jalur air alamat susah pasti treknya, dan bener aje, kami ber empat paling belakang sering ketinggalan rombongan, wadaw,, pokonya perjuangan nya nampol pisan dah, nyampe pos 2 jam 5an, hujan turun makin gede, bang amin saat itu gak bawa jas ujan, gw aja yang pake jas ujan masih kedinginan, bgemane bang amin (salut gw). nyok lanjut perjalanan, nyampe pos 3 jam 7an malem, kondisi uda gak memungkinkan buat ngelanjutin perjalanan, liat aja tuh wajah2 lelah mereka, apalagi bang amin menggigil gila dari tadi, mana ujan belum berhenti2 lagi, baru pertama kali gw dalam kondisi hujan kaya gini, kedinginan pula gara2 jas ujan tembus, breng yang lain diriin tenda, untunglah, dengan kerjasama yang mantep dan kanebo ntah punya siapa itu, tenda dapat berdiri kokoh terpercaya, juga kering, (pelajaran penting saat itu, naek gunung musim ujan wajib bawa kanebo,,,)
gw yakin saat itu semua pada kedinginan, maka saat itu gw keluarin jurus pamungkas gw, yakinkan diri lu, bahwa DINGIN ITU ADALAH SUGESTI, percaya gak percaya lu harus percaya, (masa seehhh?), jadi mau gw jelasin nih,, okeh, itu cara gw ngalahin dingin , mensugesti diri sendiri bahwa dingin bakal gak terasa kalo lu mau, tapi ingat, ini gak selama nya dapat berfungsi, misal, lu mau tidur diluar Cuma pake kaos oblong doang, ato baju lu basah dan gak diganti, tetep we pasti kedinginan,yupp, intinya naik gunung adalah mensugesti diri sendiri untuk selalu kuat menghadapi banyak hal. Gw udah sering buktiin lho.


ni pos dok malang, 
Jam menunjukan pukul 9 malem, setelah solat berjamaah, makan malem dan ngeringin dalem tenda pake kanebo lagi, tidurlah kami semua, menyimpan harapan sunrise esok hari kedalam mimpi masing-masing, mengenang 24 jam kebersamaan kami yang terasa begitu cepat, dalam hati pun berucap, terima kasih Tuhan, hari ini Engkau memberikan saya banyak teman baru,

**
Tarikan nafas semakin berat, langkah mulai melambat, dingin tetap kalah dengan sugesti gw, jam 3 pagi kami ber-entah berapa melangkahkan harapan mengejar sunrise di puncak 3142 mdpl. Kebetulan rombongan om irfan juga saat itu ikut gabung. Jadi lumayan rame juga diperjalanan. Nyampe pos 4 ato sabana 1 sekitar jam setengah 5, rombongan terakhir ya Cuma kami ber empat, gw, ravi, devi, dan bang rokhmani, yang lainnya sudah ngacir paling depan entah sudah nyampe mana,
“udah kalian duluan aja, devi sendirian aja, nanti kalian gak dapet sunrise lho” ucap devi berkali-kali. Memang bocah satu ini baru pertama kali naik gunung setinggi ini, so mentalnya rada-rada kudu ditambal biar kuat. Dengan bijak nya om ravi bilang,
“bagi kami, pantang ninggalin kawan sendirian, nyampe puncak ya harus bareng-bareng, susah senang ya bareng2”,, 

sippp, jangan khawatir dev, meskipun kaki kita lemah, akan selalu ada temen lu yang mau nyemangtin lu untuk nyampe puncak bareng2, gw sering nemuin orang kaya devi, sebenarnya kalian tuh kuat, hanya seperti yang gw bilang tadi, perlu sugesti tambahan untuk nambal mental ludan itu datangnya dari temen lu,


“ayo dev, pasti bisa, temen gw aja yang pemula, sering ngeluh kaya devi, tapi buktinya mereka bisa nyampe puncak, yang penting jangan dibiarin sendirian, harus ditemenin”, kayanya gw pernah ngomong kaya gitu gak sih, hehehehe,, ingat gk dev?, lupa

Rombongan citra dkk dari kerlip lampu senter mereka, sepertinya sudah jauh jaraknya dari kami, langit mulai agak terang, tanpa alas apapun, mari kita solat subuh kawan, gw sering nasehatin diri sendiri, kalo lu gak solat, ngpaian lu cape2 naik gunung, lu uda enak2 nya nikmatin kemegahan alam sebagai karunia tuhan, tapi lu?, perintah Nya aja kagak lu lakuin, simbiosis parasitisme klo boleh gw bilang. 

Semakin nanjak si devi makin sering ngeluhnya, terpaksa dah ngeluarin jurus tali penarik raga, hahaha, alhasil nyampe juga kami di sabana 2, jam 6 lewat dah, sunrise?, masih bisa kita nikmatin ko dari punggung bukit ini, dan masih terlihat cantik, dan dan dan, Subhanallooohhhhh, lihat lah padang sabana itu, begitu hijau kekuningan saat disirami manja oleh mentari pagi, berharmoni dengan langit biru dan gemintang yang enggan menghilang. Menentramkan mata yang memandang, dan rupanya eh rupanya, masih ada satu bukit lagi yang harus kita daki, mental devi langsung kalah seketika, okelah, awak tau yang harus dilakukan, KAMERA ! ACTION!, yupp, foto-foto memang udah dari jaman nenek moyang dapat mengobati rasa lelah dan cape. Gunung merapi Nampak megah kebiruan menyejajari tinggi kami, jadi inget perkataan seseorang, lihat kawan, gunung itu tingginya tidak lebih dari tinggi lutut kita yo, hahaha, sippp, rombongan paling depan juga Nampak sedang mendaki bukit terakhir menuju puncak,

lumayan sunrise dapet dikit lah
merapi subuh-subuh nih
bersila di atas merapi, bisa?

merapi pun bisa gw loncatin
entah ini komunitas apa, tapi selalu menyenangkan dapat temen baru

“bang imam, devi udah semangat lagi, yok naek lagi”, teriak devi sukses membuat kagum dan menghentikan sesi foto2 narsis gw, tanpa perlu aba-aba kami bertiga mengekor langkah devi menuju puncak merbabu,

**

Nafas semakin tersengal, koyo salonpas yang sedari tadi menempel di punggung hidung tak lagi menghangatkan nafasnya, kalah, mentalnya sudah kalah, sugesti gw dan ravi sudah tak sanggup lagi menambal tsunami keraguan menggapai puncak. Setengah berteriak, ia berucap,,
“sudah lah bang, kaki devi sudah gak kuat, gak boleh dipaksain, berangkatlah kalian ke puncak, kasian yang lain nunggu lama” 

Baiklah, gw sedikit kecewa sebenarnya, seakan semua kerja keras kami menemani devi selama ini meluap sia-sia, padahal gw yakin dia tuh masih bisa melangkah, tapi mau gimana lagi, gw gak bisa maksain kehendak, okelah, akhirnya devi ditinggal di kaki bukit sebelum puncak tringulasi. Bersama pendaki lain yang kebetulan sedang ngecamp disana.

Tenaga gwsedari tadi masih on fire, dengan songong nya gw ajak ke dua temen gw lari nyampe puncak, dan GO! GO! GO!, dua menit pertama nafas habis, setelah itu acara naik terasa berat karena lutut panas duluan,, (pelajaran kedua setelah kanebo, jangan sekali2 lari2 naik gunung kecuali pas turun aja).
sabana sebelum ke puncak, 
FINALLY,,,,,,,, puncakkk MERBABUUUUU,,, 15 menit setelah meninggalkan devi, ato jam 7an , gw sampai juga di puncak, tawa hangat temen2 gw yang sedari tadi menunggu menyambut lembut langkah terakhir gw menggapai puncak ini. Ya Allah, terima kasih Engkau begitu baik memberikan hambaMu kesempatan sekali lagi untuk menjejakan kaki disalah satu bukti keagunganMu. Begitu kerdil nya hamba, begitu banyak alfa dan dosa, begitu megah yang Engkau cipta.

Sippp, lengkap sudah kami berfoto bersama (tanpa jeng devi si sebenerna), citra yang begitu semangatnya memakai toga di puncak ini, ravi yang juga semangat dengan tulisan IPB di kertas A4 nya, juga gw yang semangat minjem toga nya citra sambil bawa tulisan IPB yang dibuat ravi, memberikan nuansa baru pencapaian puncak kali ini. Juli nanti naek gunung juga ah sambil bawa toga sendiri ke puncak.
merapi dan bukit sabana merbabu
we are !
rektor ravi ahmad, ngewisuda sayah,,


Nah sekarang baru boleh lari kalo lagi turun gunung, gw sih berpikirnya, turun pelan-pelan dengan turun lari sama aja capeknya, malah kalo lari jadi cepet nyampe bawah, tapi perlu ekstra konsentrasi memang. Sip, gw dan bang rokhmani nyampe duluan di pos 3, TIME to JEMUR2. Klo kering kan gak terlalu berat bawa di cariernya yo,, sambil nunggu yang lain gw dan bang rokhmani mulai siap2 masak, setelah mereka turun semua, makan, packing2, mari kita pulang kawan, gw, bang amin dan bang rokhmani ngambil urutan paling depan, alasan kami jelas, secepat mungkin turun, males kalo keujanan lagi, dari pos 3 jam 10an, nyampe basecamp sekitar jam 1an, cepet banged dah itu kami jalan, teknik nya ya gitu, istirahat 1 menit, jalan lagi secepat mungkin, 

ini kalo gak salah pas mau pulang, di pos 3, tempat kita nge camp,

jam 3an temen2 yang lain mulai nyicil turun, hujan sudah deras dari setelah gw nyampe basecamp tadi, denger2 cerita mereka sih, katanya pada nyasar dulu di pos 2, biasa salah belok, kayanya kelompok kita ni demen banget dah sama yang namanya nyasar2, tapi tak apolah, kalo gak nyasar nanti gak ada cerita seru kan ya, hahaha, yukk kita pulang,,, nyampe rumah bang andi magrib lah, okesiippp, selamat jalan untuk rombongan dari Jakarta, mba elin, mba yuni, mba citra, om edun, makasi uda ngajak2 gw ke merbabu ni ya, untuk yang tinggal di jogja, deni, bang amin, jeng devi, jeng risha, makasi banyak pengalaman keren bareng kalian, juga buat dua kawan gw, ravi dan bang rokhmani, jangan kapok ngebeckpek bareng gw ya, dan terpaksa malamini harus nginep lagi dikeluarga bang andi, maaf ya bang, kami ngerpotin kalian lagi, besoknya kami lagsung cekidot pulang ke bogor, naek bis 4rebu ke terminal, naek bis jurusan Cirebon, trus naek bis lagi jurusan sukabumi (turun di cianjur), naik bis lagi jurusan Jakarta(turun di ciawi) lalu berdua naik angkot ampe kosan, ka rokhmani mah turunnya di tegal, nyampe kosan jam 6 pagi, beres2 bentar, dan jam 8an udah nongkrong di stasiun bogor, lanjut gawe ke Jakarta, dan besoknya sudah harus terbang ke jambi menetap disana 2 tahun, gila men perjuangan nya yoo, tak apolah, sing penting kita hidup kudu banyak pengalaman, 

Terima kasih Gunung, engkau mengajarkan banyak hal padaku. Sampai jumpa dua-tiga tahun lagi yakkk. Mungkin nanti saya sudah ngajak seseorang yang spesial kali ya. Amiieennnnnn,,,
Hatur nuhun sadayana
                                                                                   
Barak no 12, LAJ JAMBI, 15 april 2013

Ceritaku di kebun


Ceritaku di kebun
Mungkin banyak yang mengira hidup di perkebunan itu terkekang, tak bisa melihat dunia, gak gaul, ketinggalan berita, item, atau apapun yang berbau-bau ketinggalan zaman lah. Okeh, kalo item ya, saya akui rata-rata orang-orang yang tinggal di perkebunan pada item semua, wong kerja nya di terpa terik matahari terus. Tapi untuk yang lainnya saya sedikit keberatan. Betapa tidak, justru saya lebih merasa damai tinggal di perkebunan, dan itu susah sekali saya dapatkan ketika tinggal di kota. Berita?, saya masih bisa nonton berita di tv, atau baca headline di republika.co.id ato detik.com pake hape. Jadi sebenarnya fasilitas hidup itu bukan segalanya memang, tapi perlu juga untuk peningkatan kualitas diri jika bisa memanfaatkan nya dengan baik. jadi?
mess saat subuh


                                                                senja di pohon inspirasi





ngerujak bareng temen-temen LITBANG
Baik, mari kita bercerita mengenai saya yang saat tulisan ini dibuat, baru 28 hari tinggal di kebun karet ini, yang jauhnya, et dah, 3 jam dari kecamatan, dan 8 jam dari kota Jambi. Namanya kabupaten Tebo. Kucluknya pertama kali saya berangkat ke Jambi, pertama kali juga saya ketinggalan pesawat, telatnya Cuma 20 menit om, satu juta ilang uang saya, mana eta uang pinjaman semua lagi, hadeehhh, tamparan keras sekali untuk saya yang memang agak doyan telat pas kuliah, eh kebawa juga pas pertama kali kerja ni. Jadi baiklah, yang udah terjadi mari biarkan tetap terjadi (ye emang gak bisa diapa-apain lagi sob), intinya Cuma orang keren yang terus bangkit gak memedulikan masalah macam apapun menghalangi nya meraih mimpi.
Singkatnya sampai juga di perusahaan perkebunan karet ini, yang jauhnya minta ampun tea gan (biasa lah om, pertama kali memang selalu terasa jauh, ingat pengalaman ke rumpin?), fasilitas dapet apa aja om disana?, sinyal gimana sinyal?, tinggal dihutan, adem dong ya?, jadi dapet motor kan?, tempat tidur enak?,
hahahaha, ya ya ya, saya Cuma bisa ketawa saja, mari kita bahas satu-satu ya, bukan nya saya mau ngeluh, tapi memang seperti inilah adanya perusahaan ini. pas nyampe ke mess, kamar udah penuh semua, terpaksa saya numpang di kamar yang kebetulan ada karyawan lagi off (off=ngmabil jatah libur perbulan atau perduabulan, saratnya sabtu minggu tetap masuk kerja). Sinyal, ya ampun, asli bapuk tea eta sinyal, indosat mah udah jangan ngarep ada, telkomsel doang yang ada,itupun mangap-mangap. Adem?, wkwkwkw, kalo dibawah pohon si memang adem, lha ini pohonya udah di tebang semua (udah di land clearing bahasa kerennya), karetnya pun masi kecil2, so pasti panas nya menggila disini, bisa ampe 39 derajat om, dapet motor?, nah ini dia yang rada-rada bikin kesel, departemen saya ni, agak-agak susah kalau order barang atau alat transportasi, entah karena managernya yang agak kurang giat, atau entahlah, nanti saya ceritakan dah tentang manegernya yak,,jadi om, fasilitas di perkebunan ya memang rada-rada susah kalo ngarep yang super lengkap. Apalagi perusahaan yang baru berdiri kya gono, So, saya Cuma bisa mengeluh kadang-kadang. (katanya gak boleh ngeluh?)

Hari pertama kerja, biasalah pengenalan di departemen sendiri, berkenalan dengan orang baru yang ternyata pada lebih kolot dari pada saya. Yang paling muda aja umurnya 26, lha saya?, 23 pun belon nyampe saat itu. Teknik saya untuk terlihat lebih tua adalah dengan tidak mencukur kumis dan jenggot saya,, (horeee berhasil lho itu membuat saya terlihat lebih tua, dewasa, bijaksana, arif, tempat curhat, tempat kongkow dll). Eh, hari pertama kerja pula saya bisa melihat beruang yang awalnya tak kira itu panda, ada putih2 nya gtu si, untungnya kita lagi di mobil, so kagak di kejar lah kita.Memang disini monyet, gajah, babi, macan, beruang, bencong, badut, tukang mie ayam (nah 3 terakhir okeh saya bohong) masih pada berkeliaran om, jadi waspadalah, waspadalah. Eh, hari itu juga saya berhasil melihat suku anak dalam. Kalo di Kalimantan mah dayaknya lah, atau kalo di banten baduy nya lah. Kaya kita juga mereka ternyata, walau pakaiannya kaya artis2 barat, minim beud. Saya dengan sok nya lambai-lambai tangan. Berasa orang paling ganteng diantara mereka.

Ngomong2 soal suku anak dalam, jadi di sini nih ada dua suku anak dalam yang terkenal dan kagak takut sama polisi, yaitu kubu dan bujang kabut. Kalo bawa senjata, macam pistol, tapi dari kayu, yang dikasi kawat lancip, trus mereka nih kalo kita kasih makanan, udah tuh muka lu pasti diinget terus, jadi kalo ketemu lu lagi, pasti bakal minta lagi. trus sebenarnya ada suku anak dalam yang udah pada sukses, dari bisnis jual tanah tentunya (tanah perusahaan yang mereka klaim). Jadi mereka yang sukses ini pada punya hape, motor, mobil, lebih keren dari kita. Dari yang masih ketinggalan juga banyak. Saya pernah diceritakan, dari kampung pemberian ada namanya pa tamrin. Dia nih suka ngajar baca tulis, ato apapun ke suku anak dalam kubu (awalnya saya mau ikut ngajar, dikarenakan wajah saya manis-ini beberapa perempuan sana lho yang bilang- jadi saya rada-rada takut, takut apa?, ya takut kagak bisa pulang ke jawa lagi, ngerti lah alasanya, ngerti gak?,,  kagak, kasarnya gw takut di pelet boy), oke lah, salut saya sama pa tamrin ini, dan orang kubu juga mau nya di ajar sama pa tamrin doang. Satu lagi, jangan pernah ngeludah, dan tutup idung depan mereka.

Hari kedua saat itu saya akui masih banyak mengeluh, biasa perubahan lingkungan. Dan hari ketiga, ini nih hari yang paling horror yang pernah saya alami. Bagaimana tidak, tau berita Mesuji?, konflik lahan antara perambah dan perusahaan yang sering di tonton di televisi, saat itu, detik itu, sore itu saya rasakan sendiri. Cerita singkatnya security dan brimob disini mau menertibkan gubuk2 perambah di KM 27, rupanya belasan perambah yang mau ditertibkan sudah tahu rencana ini. negosiasi singkat berubah jadi adegan bacok membacok, meninggalah 1 orang dari perambah, dan 1 orang dari kita kena bacok. Saat itu pula, semua security dan brimob ngacir sudah kembali ke mess.

Saat tiba di mess ini lah, mereka malah menambah kacau suasana, katanya para perambah bakalan balas dendam dan balik menyerang mess kami. Ketir lah suasana. Teringat seseorang yang menceritakan di tahun 2011 silam, terjadi juga pembakaran mess oleh perambah, dan saksi hidup yang hampir mati kena bacok di kepala juga di bakar hidup-hidup adalah bos saya, gile bener kalo ampe kejadian lagi peristiwa 2011.
Tim pemantau melaporkan jalan-jalan sudah dilintangi gelondongan kayu, dan mereka bergerak ke arah mess. Tak bisalah kami kabur, semua panik, semua mencari senjata (kayu panjang, besi panjang, pisau dapur, saya Cuma bawa Alqur’an aja), terlihat rombongan ibu-ibu yang dilarikan terlebih dahulu menggunakan mobil kembali lagi ke mess, katanya ada 2 motor nyegat mereka.

Hari sudah mau gelap,mobil-mobil berjajar siap mengangkut manusia-manusia cemas saat itu. Dan saat kekalutan tak terbendung seperti itu, entahlah, saya merasa lebih aman kalau mendekat ke masjid, tapi teriakan brimob yang bilang “NAIK KE MOBIL DEK, MAU DI BAKAR KAMU!” membuat aku urung, aku berpikir, jika pun aku mati hari ini, lebih afdol kalo solat magrib terlebih dahulu, dan akhirnya aku turun dari mobil tanpa memedulikan teriakan Brimob, pergi ke masjid, lalu solat magrib sendiri sambil tergesa-gesa (beginikah solatul khauf?).

Setelah solat, mobil rupanya sudah beranjak pergi, aku langsung loncat mengambil sandal dan lari sekencang-kencang nya menyusul mereka sambil teriak-teriak, berhenti juga mobil paling belakang. Gerimis makin nambah basah pikiran kami, semua kendaraan ngebut melarikan diri, terlihat motor beberapa kali jatuh karena medannya yang berlumpur akibat hujan. Saya terus memanjatkan doa, satu tangan berpegangan di kap mobil, satu tangan rapat memeluk tas laptop saya. Terlihat merah mengepulkan asap di balik bukit, semua kendaraan berhenti, saya mendengar beberapa orang mengatakan bahwa ada 1 mess di bakar, alat berat juga dibakar tadi sore, semua berbalik lagi ke mess, tak bisa lewat jalan yang menuju bukit itu.
Semakin cemas?, ya, kami semua tak bisa tidur malam itu, semua siap siaga kalo-kalo ada penyerangan dari perambah malam ini, akhirnya pak Sigit, selaku general menejer disini memutuskan,
“kalo misalnya hingga jam 3 pagi  polri belum juga datang, kita mengungsi ke TMA”, (TMA, perusahaan tetangga). Saat itu masih jam 2 pagi, semua muka terlihat lelah, ibu-ibu sudah diungsikan terlebih dahulu di TMA, dan singkatnya kami mengungsi juga ke TMA hingga sianghari saat rombongan polri, brimob dan TNI datang ke mess kami.

Rutinitas saat itu mati total, gak ada yang bekerja, yang punya motor sudah sejak dari tadi pagi kabur ke kota melalui jalur tanjung yang memutar jauh. Lha kami yang gak punya, tetap bertahan di mess. Tapi aman sekarang, udah dijaga aparat keamanan.

Ampe sekarang urusan diserahkan pada dusun tuo dan aparat keamanan (denger-denger karena yang kena bacok dari kita ternyata orang dusun tuo, mereka mau nyerang balik para perambah, ini kita jadi macam ngadu domba gak sih?) baiklah, mari lupakan urusan perambah2 itu. Kembali ke tema kita, sebenarnya kerja di kebun itu apa si yang bisa dikerjakan? Apa sih yang bisa di dapatkan?,
Jawabanya ya tergantung kamu maunya apa?, yang dikerjakan jelas rutinitas kerjaan kita yang makin banyak, yang didapatkan jelas gaji bulanan. Trus?, udah gtu aja?,,,,,,,, sayang banget kalo kamu gak bisa memanfaat kan keadaan sebagai media pengembangan diri.

Ya sudah, bukannya saya sombong, saya hanya ingin berbagi saja bagaimana memanfaatkan waktu saat kerja di perkebunan. Ilmu ini saya sadari (karena emang udah saya dapatkan dari jaman kuliah dulu), semenjak kejadian perambah itu. Saat keadaan benar-benar mencekam, baru tersadar makna hidup kita itu apa si sebenarnya?, ALLOH, Tuhan, Itu makna hidup yang saya sadari saat itu (telat ya, ya saya manusia yang penuh khilaf om) . Percuma kamu numpuk2 harta kalo orientasinya bukan Alloh, lha kalo kamu mati besok, harta emang dibawa ke akhirat?, kgak kan, makanya, saya sadar kembali kalo hidup ini mempunyai akhir, dan kalo apa yang kita lakukan didunia akan di pertanggung jawabkan kelak di akhirat nanti. Saya pun putar otak, putar pemahaman, putar pemikiran hingga putar kepala 360 derajat (mati dong?), bahwa hari-hari ini tidak boleh banyak mengeluh, boleh kita mengeluh, tapi ya ngeluhnya sama yang punya kita lah, (read Alloh). Ibadah?, yupp, adem banget dah saat kalian ibadah, yang terdengar cicit burung, derik jangkrik, dan hewan lainnya. Seakan kita terus bisa merasakan kedekatan Tuhan melalui mereka, melalui sujud malam kita, melalui tasbih tahmid takbir tahlil pagi dan sore kita, melalui lafal syukur yang tak henti berucap, melalui lantunan Al-quran yang kitabaca juga ajarkan baik di pengajian, imam sholat dan khutbah jum’at. Semua terasa berbeda dan dan damai rasanya. (terus terang do’a saya yang paling sering adalah, memohon pada Alloh untuk mengistiqomahkan ini semua), dan Alhamdulillah lingkungan tak pernah menghambat saya untuk beribadah. Saya juga selalu teringat pesan MR saya dulu, ingat mam, kamu ngelakuin apapun lihat dulu, Alloh memerintah itu ndak?, Alloh ngelarang itu ndak?. Nah ini yang selalu saya pegang saat beraktifitas.

Setelah hubungan dengan Tuhan baik, maka baikilah juga hubungan dengan manusia. Saya selalu coba tersenyum (serius lho, efek kita tak henti berucap syukur, bahagia selalu hati kita apapun yang terjadi), bersikap lebih hangat pada orang-orang di departmen saya. Trik nya, ya saya sapa mereka sehangat mungkin, dengar cerita mereka, adakan acara makan martabak atau ngerujak bareng (berkorban dikit gak masalah), dan tentunya saling membantu dalam pekerjaan. Diluar departemen saya, ta coba juga selalu tersenyum, meski kadang suka lupa nama orang (yang ini jangan ditiru, penting itu ngapalin nama orang),
Manusia yang paling baik adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain, nah ini dia yang jadi pegangan saya dimanapun saya berada. Bagi yang membaca tulisan ini, minta doanya ya, minggu depan mau coba ngajar2 Anak SD di kampung pemberian (kampung terdekat dari perusahaan ini), yah sekalian ngajar ngaji anak-anak ba’da magrib seminggu sekali. Denger2 SD mereka lagi kekurangan pengajar, trus bangunan SD nya Cuma 3 kelas, jadi dua kelas dijadikan satu ruangan, dipisahin sekat doang. Baiklah.

Masalah target nih om, kita tetap harus punya targetan perhari, perbulan, bahkan pertahun atau per lima tahun. Diluar targetan perusahaan ya, Kalo perhari saya targetkan menghafal alquran satu ayat (one day one ayat nya ustad yusuf mansyur ta praktekan disini, ) perminggu nulis cerpen dan garap novel. Semua dilakukan demi menggapai mimpi om. Lingkungan boleh terkekang, tapi pikiran mu, mimpimu, cita-citamu biarkan bebas sebebas burung yang terbang di langit senja yang sering saya tatap (asli, sunrise, sunset, langit malam full gemintang bulannya indah banget, kadang pelangi juga Nampak, paling keren koloni kunang2nya). So, jangan mau dibatasi keadaan. Kejar terus mimpi mu dimanapun kau berada. Ya, saya kerja di Perusahaan ini hanya 2 tahun. Mempertanggungjawabkan beasiswa ikatan dinas yang saya dapat saat masa kuliah. Dan itu akan saya jadikan sebagai batu untuk pijakan meloncat sejauh yang bisa saya lakukan. Alloh memberikan jalan yang terbaik untuk hambaNya, dan ini jalan saya. So, Mana jalanmu?

Barak LAJ no 12, JAMBI