Laman

Selasa, 13 Agustus 2013

Cepretan si Apa


Cepret = dera, Apa=Ayah
Assalamualaikum, Wr Wb
Banyak hal yang merasuk dalam benak saya saat berkumpul dengan keluarga di rumah, kenangan-kenangan kami masa kecil dengan ayah misalnya. Masih ingat ayah kami, ya ayah kami tak telah mengajak kami solat, berpuasa, mengajari baca Quran, mengenalkan para nabi dan sahabatnya, berlibur di hari minggu ke sawah, mencari talas ke kebun untuk kami jadikan kripik, bedah kolam hingga membuat kami ketagihan memancing. Tapi ada satu kenangan yang langsung membuat saya mesem-mesem sendiri-terpancing karena melihat adik saya mengalaminya juga sekarang. Cepretan si apa! Itu yang kami bilang kalo udah kena deraan bambu panjang dari ayah. Kebetulan adik saya ini kebablasan solat subuh. Dapatlah ia cepretan si apa, udah macam hukum qisos aja ini mah yak.
Jadi kawan2, yang ingin saya bahas dalam tulisan ini adalah tentang makna dari cepretan si apa, kenapa harus dicepret?, apa dampaknya bagi si anak?, dari segi agama kek mane?, bukan sok pintar saya mah, saya tau dan sadar ilmu agama saya masih sebatas mata kaki, tapi saya pikir ilmu seperti ini penting diketahui oleh seorang ayah atau calon seorang ayah lah, beuhhh,,,
Pertama kenapa kita dicepret? Biasanya kita dicepret karena kita gak solat. Jadi dulu kau susah solat mam!? hehehe, namanya juga anak kecil. Pemahaman solat dulu berbeda sama sekarang. Suatu amal yang lahir dari pemahaman biasanya gampang istiqomahnya, lah dulu mah solat karena di suruh ayah, takut kena cepret juga malah. So dulu rada-rada susah mau solatnya.
Pertanyaan kedua, apakah dengan dicepret dosa meninggalkan solat kita akan hilang?, kalo dulu waktu kecil saya berpikiran iya. Tapi sekarang, kalo dipikir-pikir lagi menurut pemahaman dan sedikit literatur yang saya baca, tidak ada yang menyebutkan dosa meninggalkan solat hilang karena dicepret (tolong koreksi kalo saya salah). Ada juga Rasul pernah menyuruh mencepret seseorang karena orang itu munafik yang menyebarkan fitnah terhadap istri Rasul siti Aisyah Ra. Atau ada hukum cepret atau dera bagi pezina yang belum menikah.
Jadi kenapa ayah selalu mencepret kami saat kami lupa atau sengaja meninggalkan solat?, ini tentang Tarbiyah atau pendidikan seorang ayah terhadap anaknya. Pertama, ayah ingin mengajarkan pada kami bahwa yang namanya meninggalkan solat adalah dosa (meski sebenarnya saat itu tidak ada dosa bagi anak kecil yang belum baligh), dan dosanya meninggalkan solat begitu besar. Emang apa?, Tau ular Suja'ul aqro?, pokonya menurut cerita dari guruku dulu, ular ini akan menggigit kita, mencabik2 kita, mengoyak daging kita, memukul kita hingga 70 hasta kedalam tanah terus-terusan di alam kubur nanti hingga hari kiamat, Berat bro. Padahal baru di alam kubur, gimana di nerakanya?, Naudzubillahi mindzalik. Dan tentunya ayah gak mau kita masuk neraka, jadi cara yang ia pilih adalah dengan mencepret kami agar kami sadar, bahwa ada dosa dan siksa bagi orang-orang yang meninggalkan solat, dan sakit cepretan ini tidak seberapa dengan siksa di akhirat kelak. Yup, sebelum di cepret memang biasanya kami diceramahi dulu tentang siksa orang-orang yang meninggalkan solat.
Belakangan, saya menyadari alasan yang kedua. Yaitu ia ingin menggugurkan kewajiban mengingatkan sebagai seorang ayah terhadap anaknya. Karena di yaumul hisab nanti, seorang anak akan dengan mudah menyeret orang tuanya ke neraka, kalo orang tuanya tidak mengajak dan mengajarkan kebaikan juga mengingatkan anaknya saat berbuat dosa. Nah, untuk para ayah ataupun calon ayah, ada 3 hal kewajiban seorang ayah terhadap anaknya, saya lupa versi lengkapnya, pokoknya initinya gini. Pertama seorang ayah wajib memberi nama yang baik. Dua mengajarinya beribadah, mengenal Alloh, mengingatkan kala melakukan salah. Ketiga menikahkah saat ia sudah mampu. Jadi, kalo kalian para ayah ataupun calon ayah tidak bisa melakukan 3 kewajiban tadi, siap-siap nanti anak kita nyalahin bahkan menyeret kita ke neraka saat ditanyai Alloh nanti.
Sipp, meski berat, kita harus tegas terhadap anak, (udah mau punya anak ya?), hahaha, isya Alloh, kalo Alloh mengijinkan dua tahun lagi akan menikah, dan semoga juga diberi kesempatan untuk menerima titipan anugrah seorang anak di tahun itu juga, amiinn, doakan dong sobaat,,,(iye di doakann, Amiinnn, eh, udah di targetin gitu pasti udah punya calonnya ya?),,hehehe, belum lah, kalo uda ada calon dari sekarang, berarti namanya sama aja dengan pacaran, kan pacaran gak boleh, nanti aja, dekat2 waktu target nikah, baru dah nyari calon, semoga Alloh nanti mempermudah, ini kenapa jadi bahas jodoh si, baiklah balik lagi,,
Jadi tujuannya mencepret adalah untuk mentarbiyah kita anak-anaknya agar senantiasa tidak melakukan dosa, ingat siksa dan melakukan kebaikan2. Lalu bagaimana cara dosa meninggalkan solat kita diampuni Alloh? hemzz, pertanyaan yang bagus, menurut pemahaman saya dari sedikit literatur yang pernah saya baca, cara kita bertaubat adalah dengan memilah dulu, ini dosanya hanya berhubungan dengan Alloh, atau berhubungan juga dengan manusia?, kalo berhubungan dengan Alloh, ya minta ampunan lah padaNya dan jangan melakukan dosa itu lagi. Kalo itu dosa meninggalkan solat atau puasa, maka qodo' lah solat atau puasa tersebut-taubatan nasuha lah.
Lalu kalo misalnya dosa kita ada hubungan nya dengan manusia lain, ya selesaikan dulu urusan dengan manusia itu. Seperti meminta maaf, membayar diyat kalo sampai menyakiti muslim lain, dll. Baru setelah itu minta ampunan pada Alloh, insya Alloh kalo kita bersungguh-sungguh meminta ampunanNya, dan berusaha tidak melakukan dosa itu lagi, Janji Alloh dalam Al Quran adalah memaafkan kita, karena sesungguhnya ampunanNya begitu luas.
Dalam konteks mencepret tadi, karena kita masih belum baligh, dosa kita sudah di ampuni. Namun saat kita sudah masuk akil Baligh, ya cara bertobatnya bisa dengan yang dijelaskan tadi. Tidak menutup kemungkinan, kita juga bisa mengajarkan anak kita bertobat sedari kecil, agar anak kita kelak terbiasa bertaubat.
Segitu aja kawan corat coretnya, mudah-mudahan bermanfaat. Oya kewajiban mengingatkan juga tidak hanya seorang ayah terhadap anaknya, juga seorang kakak terhadap adiknya atau sebaliknya, seorang anak terhadap orang tuanya, atau kita terhadap kawan kita, intinya sebisa mungkin kita saling mengingatkan terhadap manusia yang lain.
‘Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selamah-lemahnya iman (HR. Muslim).
Wassalamualaikum, Wr Wb
Rumah nenek, Lebak-Banten, 13 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar